Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Nusa Tenggara Timur (NTT) merespons sorotan Konsulat Jenderal (Konjen) China di Denpasar soal masih rendahnya standar keselamatan dan profesionalisme pelaku wisata di Indonesia, termasuk di NTT. Ketua DPD ASITA NTT, Oyan Kristian, menyatakan sepakat dengan masukan tersebut.
“Sepakat,” kata Oyan Kristian, Jumat (27/6/2025).
Oyan menilai pernyataan itu tentu sudah melalui kajian Konjen Republik Rakyat China. Menurutnya, pernyataan Konjen China bisa menjadi dorongan untuk berbenah dalam meningkatkan layanan dan keselamatan di sektor pariwisata.
“Jadi poinnya memang peningkatan profesionalisme. Jadi ini mungkin melalui hasil kajian mungkin ya, ini masih prediksi saya, kenapa mereka ada statement peningkatan profesionalisme berarti mungkin belum profesional jadi perlu ditingkatkan,” ujar Oyan.
Menurut dia, masing-masing bidang dalam industri pariwisata memang perlu meningkatkan profesionalisme untuk memberi rasa aman dan nyaman bagi wisatawan. Ia mengatakan kasus wisatawan China tewas saat snorkeling tanpa pelampung (life jacket) di Long Pink Beach Taman Nasional Komodo pekan lalu, menjadi pelajaran bersama.
“Kita melihat kasus kemarin ini, ini kan lebih ke tentang pelayanan, standar keselamatan dan itu yang menjadi perlu perhatian kita semua sebagai pelaku usaha pariwisata di Labuan Bajo dan di Indonesia secara umum,” kata Oyan.
“Nah, profesional dari masing-masing bidang inilah yang perlu menjadi perhatian kita masing-masing dan bersama,” lanjut dia.
Misalnya kapal wisata yang harus memiliki standar profesional dalam melayani wisatawan dan menjamin keselamatan berwisata. Standardisasi pelayanan kapal wisata seperti yang sudah ditentukan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).
Standardisasi tersebut yakni harus punya pelampung, lifeguard, alat navigasi yang baik, kapten dan kru yang tersertifikasi. Begitu juga pemandu wisata, harus tahu cara menangani situasi darurat.
“Apakah harus menemani tamu sepanjang perjalanan wisata, tidak boleh meninggalkan tamu beraktivitas sendiri misalnya. Ataukah tamu diwajibkan oleh tour guide dan tour operator menggunakan life jacket ketika melakukan aktivitas snorkeling,” kata Oyan.
Menurut dia, pelaku wisata dan stakeholder perlu duduk bersama menindaklanjuti sorotan Konjen Republik Rakyat China di Denpasar tersebut. Ia juga menyambut baik niat Konjen China di Denpasar untuk bekerja sama membenahi standar keselamatan wisata hingga profesionalisme pelaku wisata di Indonesia.
“Mereka mungkin punya referensi yang perlu diterapkan di destinasi wisata kita di Indonesia. Mungkin kita belajar dari mereka atau kita bisa menyampaikan apa yang sudah kita punya seperti apa dan perlu diterapkan kepada usaha pariwisata,” tandas Oyan.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Konjen Republik Rakyat China di Denpasar, Zhu Yu, menyoroti standar keselamatan di lokasi wisata dan profesionalisme pelaku wisata dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan.
“Fasilitas perlindungan keselamatan dan sistem peringatan dini di beberapa lokasi wisata masih perlu ditingkatkan,” kata Zhu Yu, dalam keterangan tertulis, Kamis (26/6/2025).
“Profesionalisme para pelaku industri pariwisata juga masih perlu diperbaiki agar mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar internasional,” imbuh dia.
Zhu Yu menegaskan Konsulat China siap menjalin kerja sama lebih erat dengan destinasi wisata unggulan di Indonesia, terutama di Bali, NTT, dan NTB demi meningkatkan pengalaman dan rasa aman bagi wisatawan asal negaranya.
Zhu Yu menyampaikan hal itu dalam konferensi di Denpasar yang dihadiri oleh berbagai instansi lintas sektor. Di antaranya, Kementerian Pariwisata, Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Polda Bali, NTT, dan NTB, Kantor Bea dan Cukai Ngurah Rai, DPD ASITA Bali, dan Kantor Imigrasi Kelas II TPI Labuan Bajo.