Di Balik Gemerlap Prince Group, Ada Jaringan Kriminal Rp 249 Triliun

Posted on

Chen Zhi, miliarder muda dan wajah gemerlap bisnis Kamboja, ternyata menyembunyikan sisi gelap di balik kerajaan bisnisnya. Pria berusia 37 tahun itu resmi ditetapkan sebagai pemimpin sindikat penipuan siber dan keuangan transnasional terbesar di Asia oleh otoritas Amerika Serikat dan Inggris.

Melansir infoFinance, Sabtu (25/10/2025), Chen Zhi atau yang dikenal juga sebagai Vincent, merupakan pendiri sekaligus ketua Prince Holding Group (Prince Group), sebuah konglomerat multinasional yang berpusat di Kamboja.

Perusahaan ini mengklaim berfokus pada sektor properti mewah, jasa perbankan, perhotelan, konstruksi, jaringan minimarket, hingga merek jam tangan mewah. Namun, penyelidikan mengungkap Prince Group beroperasi sebagai jaringan organisasi kriminal.

Dalam praktiknya, jaringan Chen terlibat dalam penipuan mata uang kripto, pencucian uang, serta eksploitasi korban perdagangan manusia. Aktivitas ini diduga menghasilkan hingga US$ 30 juta atau sekitar Rp 498 miliar (kurs Rp 16.600 per dolar) setiap hari bagi Chen dan rekan-rekannya.

“Uang itu digunakan untuk membeli karya seni Picasso, jet pribadi, dan properti di lingkungan kelas atas di London, serta memberikan suap kepada pejabat publik,” ungkap seorang jaksa di New York dalam pengumuman penyitaan aset kripto milik Chen senilai US$ 15 miliar atau sekitar Rp 249 triliun.

Otoritas Amerika dan Inggris juga menduga Prince Group menjadi payung bagi lebih dari 100 perusahaan cangkang yang digunakan untuk menyalurkan uang hasil pencucian ke 12 negara dan wilayah, dari Singapura hingga St. Kitts and Nevis.

“Chen Zhi bukanlah bos mafia seperti yang kita bayangkan secara tradisional, dia adalah wajah sempurna dari ekonomi kriminal yang dilindungi negara,” kata pakar kejahatan transnasional dan peneliti tamu di Pusat Asia Universitas Harvard, Jacob Sims.

Menurut dokumen dakwaan Kejaksaan AS, pada 2019 Chen membeli kapal pesiar senilai US$ 3 juta (sekitar Rp 49,8 miliar) untuk seorang pejabat senior di pemerintahan asing yang tidak disebutkan namanya.

Sekitar tahun 2020, Chen diduga telah mengumpulkan aset hasil pencucian uang senilai 127.271 bitcoin atau sekitar US$ 15 miliar (Rp 249 triliun) di sejumlah dompet kripto miliknya.

Pihak berwenang juga menuduh Chen dan jaringannya menyuap pejabat di China dan negara lain agar terhindar dari penyelidikan dan penggerebekan di kompleks kerja paksa yang dikelolanya.

Pada April 2023, Chen diketahui melakukan perjalanan ke Amerika Serikat menggunakan paspor diplomatik yang diduga diperolehnya setelah memberikan jam tangan mewah sebagai suap kepada seorang pejabat asing.

Atas tindakannya, Chen didakwa secara in absentia di New York atas tuduhan konspirasi pencucian uang dan penipuan melalui kawat bersama beberapa rekannya.

Namun hingga kini, Chen masih bebas dan tidak menghadapi ancaman hukum di Kamboja karena negara tersebut tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Amerika Serikat.

Modus Penipuan dan Pencucian Uang

Jaringan Lintas Negara

Suap dan Aset Kripto

Otoritas Amerika dan Inggris juga menduga Prince Group menjadi payung bagi lebih dari 100 perusahaan cangkang yang digunakan untuk menyalurkan uang hasil pencucian ke 12 negara dan wilayah, dari Singapura hingga St. Kitts and Nevis.

“Chen Zhi bukanlah bos mafia seperti yang kita bayangkan secara tradisional, dia adalah wajah sempurna dari ekonomi kriminal yang dilindungi negara,” kata pakar kejahatan transnasional dan peneliti tamu di Pusat Asia Universitas Harvard, Jacob Sims.

Menurut dokumen dakwaan Kejaksaan AS, pada 2019 Chen membeli kapal pesiar senilai US$ 3 juta (sekitar Rp 49,8 miliar) untuk seorang pejabat senior di pemerintahan asing yang tidak disebutkan namanya.

Sekitar tahun 2020, Chen diduga telah mengumpulkan aset hasil pencucian uang senilai 127.271 bitcoin atau sekitar US$ 15 miliar (Rp 249 triliun) di sejumlah dompet kripto miliknya.

Pihak berwenang juga menuduh Chen dan jaringannya menyuap pejabat di China dan negara lain agar terhindar dari penyelidikan dan penggerebekan di kompleks kerja paksa yang dikelolanya.

Pada April 2023, Chen diketahui melakukan perjalanan ke Amerika Serikat menggunakan paspor diplomatik yang diduga diperolehnya setelah memberikan jam tangan mewah sebagai suap kepada seorang pejabat asing.

Atas tindakannya, Chen didakwa secara in absentia di New York atas tuduhan konspirasi pencucian uang dan penipuan melalui kawat bersama beberapa rekannya.

Namun hingga kini, Chen masih bebas dan tidak menghadapi ancaman hukum di Kamboja karena negara tersebut tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Amerika Serikat.

Jaringan Lintas Negara

Suap dan Aset Kripto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *