Desak Kurikulum Reproduksi Sejak PAUD, LPA Mataram: Anak Kelas 4 SD Sudah Mens

Posted on

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram untuk memasukkan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi di tingkat PAUD hingga SD. Desakan ini diungkapkan seusai mencuatnya kasus pelecehan hingga penyimpangan seksual di kalangan siswa di Mataram.

Ketua LPA Kota Mataram Joko Jumadi mengungkapkan para siswa justru belajar tentang kesehatan reproduksi di luar sekolah karena kurikulum yang belum mendukung. Menurutnya, para siswa perlu dibekali materi kesehatan reproduksi sejak dini.

“Masak bicara kesehatan reproduksi (harus menunggu) nanti di SMP? Padahal, anak-anak kelas 4 SD sudah ada yang menstruasi,” kata Joko Jumadi saat dihubungi infoBali, Selasa (12/8/2025).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Mataram, penularan kasus HIV/AIDS di Mataram didominasi oleh seks sesama jenis. Dinkes Mataram mencatat ada sebanyak 929 kasus HIV/AIDS di daerah itu pada periode 2001-2025. Mirisnya, perilaku itu didominasi penyimpangan seks sesama pria.

Joko membeberkan lima siswa SMA di NTB dinyatakan positif HIV/AIDS akibat penyimpangan seksual antara laki-laki dan laki-laki pada tahun lalu. “Ini PR kita, (kami) dorong kurikulum ini bisa masuk mulai dari PAUD-TK. Tentunya, tetap dengan cara dan bahasa yang berbeda,” imbuhnya.

Menurut Joko, penyimpangan seksual seperti lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Mataram sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, dia berujar, perilaku menyimpang ini sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian orang.

“Nah ini yang jadi persoalan. Kalau dulu hal-hal seperti ini dianggap sebagai kelainan seksual, awal-awal begitu. Tapi sekarang, menjadi gaya hidup dan pelampiasan dari kondisi-kondisi sosial yang kemudian ditanggapi dengan penyimpangan,” kata Joko.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Mataram Emirald Isfihan menyebut sebanyak 139 dari total 929 pengidap HIV/AIDS di Mataram meninggal dunia berdasarkan hasil skrining sejak 2001-2025. Ia menjelaskan tingginya kasus HIV/AIDS itu bukan karena didominasi warga Mataram, melainkan karena tingginya jumlah kasus rujukan dari luar Mataram yang datang untuk skrining.

“Karena Kota Mataram ini adalah pusat rujukan. Ada 16 rumah sakit di Mataram dan semua rumah sakit itu terlibat dalam upaya screening (HIV/AIDS),” jelas Emirald, Senin (11/8/2025).