Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), memperkuat kesiapsiagaan masyarakat menghadapi potensi gempa megathrust yang berisiko memicu tsunami di wilayah pesisir. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membentuk Forum Risiko Bencana (FRB) di delapan kelurahan pesisir yang tersebar di Kecamatan Sekarbela dan Ampenan.
“Kami sudah bentuk FRB di delapan kelurahan. Kami utamakan daerah pesisir karena itu yang paling rentan,” kata Plt Kepala BPBD Kota Mataram Muzaki, saat diwawancarai di Mataram, Senin (23/6/2025).
Muzaki menjelaskan, posisi geografis NTB, khususnya Pulau Lombok, sangat rentan terhadap gempa tektonik besar karena dikelilingi dua lempeng aktif, yakni lempeng selatan dan lempeng Flores.
“Yang paling utama itu ancaman megathrust, karena kalau itu terjadi, wilayah pesisir Mataram pasti jadi yang pertama terdampak,” jelasnya.
Ia menambahkan, zona megathrust menjadi perhatian serius dalam peta kebencanaan nasional. Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, terdapat 13 zona megathrust yang mengepung Indonesia. Beberapa zona bahkan telah mengalami pecah segmen, seperti Segmen Mentawai-Siberut dan Segmen Mentawai-Pagai.
Salah satu zona yang paling berpotensi memicu gempa besar adalah Megathrust NTB. Zona ini diperkirakan dapat menimbulkan gempa dengan magnitudo maksimal 8,9 dan pergerakan lempeng mencapai 4 sentimeter per tahun.
Untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, Pemprov NTB juga telah meluncurkan program Keluarga Tangguh Bencana (Katana) yang menyasar edukasi kepada kelompok rentan di lingkungan keluarga.
“Kalau bencana datang, kepala keluarga biasanya tidak ada di rumah. Jadi yang paling penting untuk diedukasi itu ibu-ibu, orang tua, dan anak-anak. Mereka harus tahu apa yang harus dilakukan,” ujarnya.
Selain Katana, program Desa atau Kelurahan Tangguh Bencana (Destana) juga diperkuat. Bahkan saat ini, pemerintah tengah merancang skema Kecamatan Tangguh Bencana (Kencana) untuk memperkuat mitigasi bencana di tingkat kecamatan.
“Ini semua pendekatannya berlapis. Dari keluarga, desa atau kelurahan, sampai kecamatan. Kita ingin semua siap,” tambah Muzaki.
BPBD Mataram juga merencanakan pembangunan delapan menara sistem peringatan dini tsunami atau Early Warning System (EWS) di delapan kelurahan pesisir. Namun, karena keterbatasan anggaran, tahun ini hanya tiga titik EWS yang bisa direalisasikan.
“Kami dapat alokasi untuk delapan, tapi karena pemotongan anggaran, yang bisa kami bangun baru tiga EWS tahun ini,” tandasnya.