Daya Beli Melemah, Masyarakat Beralih ke Rokok Murah

Posted on

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan membeberkan bukti daya beli masyarakat melemah. Yakni masyarakat beralih mengonsumsi rokok yang lebih murah.

Dikutip dari infoFinance, Bea dan Cukai mencatat produksi rokok pada kuartal I-2025 turun sebesar 4,2%. Hal itu utamanya disebabkan oleh rokok golongan 1 yang turun 10,9%, sedangkan golongan 2 naik 1,3% dan golongan 3 naik 7,4%.

“(Penyebab produksi rokok turun) bisa oleh downtrading, bisa juga oleh daya beli, jadi kombinasi lah gitu ya. Memang faktanya untuk yang khususnya golongan 1 itu turunnya memang sekitar 9%, tapi golongan 2 dan 3 itu malah naik, masih naik,” kata Askolani dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (7/5/2025).

Sebagai informasi, segmen rokok golongan I merupakan rokok dengan tarif cukai tertinggi. Seperti Djarum Super, Gudang Garam International, Sampoerna A-Mild, LA Lights, dan Surya.
Sementara golongan II (seperti Marlboro, Djarum Super Filter Mild, Dunhill Fine Cut Mild, Camel, dan Esse) dan III (Lodije 99, Lodije Ijo, Lodjie, Rokok 169, dan Aroma Mile) berada di bawahnya.

Secara keseluruhan tercatat penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp 55,7 triliun atau tumbuh 5,6%. Meski begitu, penerimaan ini berpotensi turun akibat tidak ada kenaikan tarif di 2025 dan berlanjutnya fenomena downtrading.

“Penurunan produksi rokok golongan 1 tidak dapat diimbangi oleh pertumbuhan golongan 2 dan 3,” tulis bahan paparan Askolani.

Askolani menambahkan dalam dua tahun terakhir penerimaan CHT mengalami sedikit penurunan. Pada 2022 penerimaan cukai CHT sebesar Rp 218,3 triliun, kemudian turun pada 2023 ke Rp 213,5 triliun dan 2024 sebesar Rp 216,9 triliun.

“Dua hal yang menyebabkan penerimaan dari BK (bea keluar) cukai tembakau ini adalah satu kebijakan tarif, kedua adalah produksi daripada rokok yang mendekatkan pita cukai,” jelasnya.

Artikel ini telah tayang di infoFinance. Baca selengkapnya