Cuan dari Kebun Jeruk Siam di Desa Mengwi

Posted on

Warga di Desa Mengwi, Badung, Bali, sukses berkebun jeruk siam di kawasan dataran rendah. Pria bernama I Nyoman Dwi Suarna Artha itu bisa meraup cuan dari hasil berkebun jeruk.

Dwi Suarna sempat mendiamkan lahannya dua tahun pascapanen. Ia kemudian menyulap lahan yang dulunya ditanami padi menjadi kebun jeruk sejak 2018.

Tiga tahun kemudian, Dwi merasakan panen jeruk yang pertama. Dwi mengungkapkan gabah padi yang dihasilkan di lahan seluas 60 are ketika itu tak pernah bagus. Anehnya, padi di sawah sekitarnya tetap tumbuh subur.

“Tukang panen saya juga ngaku sulit tiap panen padi. Artinya setiap panen nggak selalu bagus. Saya coba tanam jeruk, berhasil,” kata Suarna ditemui di kebunnya di kawasan Subak Tinjak Menjangan Mengwi, Selasa sore (22/4/2025).

Menurut Dwi, tidak banyak yang mencoba menanam jeruk di dataran rendah. Yang ia tahu, cuma beberapa lahan di Badung yang dimanfaatkan untuk kebun jeruk seperti di kawasan Sibanggede, Badung.

“Yang masih ajeg sekarang kan padi untuk di kawasan Badung tengah ini. Memang hawanya panas, tapi jeruk bisa hidup asal lahan, tanah di bawahnya dipastikan tetap basah,” ucap Dwi.

Insting mantan pegawai hotel itu melihat peluang bisnis terbilang oke. Dia mencoba menanami lahan itu dengan bibit jeruk, meski awalnya sempat ragu. Sebab, Dwi harus memastikan lahannya tetap lembap dengan pasokan air yang cukup.

“Posisi lahan kan lebih rendah dari saluran irigasi. Jadinya air nggak bisa dialirkan maksimal karena kendala gravitasi. Sedangkan kalau tanam jeruk di sini, karena bukan kawasan sejuk, lahan harus lembab,” tuturnya.

Dwi lalu menyambungkan beberapa pipa air sepanjang 50 meter dari sumber air kecil yang berada di sebelah utara kebunnya. Tujuannya agar kebun jeruk tetap basah. Kebetulan posisi sumber itu lebih tinggi sehingga air bisa disuplai maksimal.

Berkat sistem drainase yang baik di kebunnya, Dwi sekarang punya 550 pohon jeruk yang tumbuh subur dan berbuah berkala. Dia mengungkapkan setiap pohon butuh waktu panen delapan bulan, mulai berbunga sampai jeruk bisa dipetik.

“Kami tetap rawat kebun ini. Ada tenaga juga yang bantu. Yang dipastikan itu pemupukan, sama benalu harus dibasmi. Itu pengganggu yang bikin buahnya kerdil, nggak ada airnya, harus dipotong batangnya nggak boleh pakai tangan,” jelas dia.

Dwi Suarna kini memetik hasilnya. Pria asal Banjar Pandean, Desa Mengwi, Badung, itu selalu dicari pembeli ke rumahnya. Buahnya diminati karena manis, tidak terlalu asam, dan kadar airnya juga banyak.

“Satu kali panen, satu pohon bisa (menghasilkan) 20-30 kilogram dikalikan 550 pohon. Itu pun kalau pertumbuhannya bagus, buahnya berkualitas. Banyak buahnya,” kata Dwi.

Ia mengaku permintaan jeruk siam melonjak 100-200 kilogram sehari sejak beberapa hari sebelumnya atau jelang hari raya Galungan. Permintaan datang dari pedagang buah di pasar, pengepul, dan warga sekitar tempat tinggalnya.

“Untuk harga bervariasi mulai Rp 15-18 ribu per kilogram. Itu tergantung ukuran buahnya ada yang kecil sampai yang besar. Pakai banten (sesajen) kebanyakan,” pungkas Dwi Suarna.