Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah retail di tengah maraknya peredaran beras premium oplosan yang diungkap Kementerian Pertanian (Kementan) dan Polri. Namun, mereka tidak mengecek kualitas beras, tetapi memelototi kesesuaian takaran.
Sidak dilakukan oleh Bidang Bahan Pokok dan Penting (Bapokting) dan Bidang Kemetrologian Dinas Perdagangan (Disdag) Mataram. Hasil sidak, mereka tidak menemukan beras yang tidak sesuai dengan volume atau takaran.
“Yang artinya, hasil penimbangan dari sampel yang kami ambil, masih dalam batas yang diizinkan,” kata Kepala Bidang Bapokting Disdag Mataram, Sri Wahyunida, saat dikonfirmasi infoBali, Kamis (17/7/2025).
Nida menuturkan sidak yang dilakukan Pemkot Mataram untuk menindaklanjuti temuan Polri soal dugaan beras oplosan ini terbagi di empat titik retail modern, yakni Alfamart, Indomaret, MGM, dan Hypermart Lombok Epicentrum Mall.
“Dari sampel yang kami ambil di empat titik ini, aman semuanya. Volume berat sesuai. Kami juga sudah sampaikan ke GM (masing-masing retail) kalau semisal ada komplain (atau temuan, bisa laporkan ke kami). Kalau semisal ada temuan atau komplain akan segera diganti atau ditarik, itu kata GM (retail modern tadi),” tutur Nida.
Sebagai informasi, beras premium oplosan adalah yang tidak sesuai kualitasnya. Dilansir dari infoNews, Mentan Andi Amran Sulaiman telah mengungkapkan modus pengoplosan beras premium tersebut saat rapat kerja (raker) bersama Komisi IV DPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Menurut Amran, pengoplosan dilakukan dengan menukar beras premium dengan beras biasa kemudian diganti bungkusnya. Harga beras oplosan itu kemudian dibuat naik, tetapi kualitasnya tidak sesuai dengan yang premium.
“Ini beras biasa, dijual dengan premium. Beras curah ini tinggal ganti bungkus dan ada foto-fotonya sama kami, Pak. Kami serahkan ke penegak hukum. Kemudian, ini bungkus premium, ini tinggal mau beli yang mana. Jadi harganya yang naik, bukan kualitasnya yang naik,” kata Amran.
“Ibaratnya emas 24 karat, sebenarnya ini 18 karat, tetapi dijual 24 karat. Jadi ini kami temukan, bukan kami periksa Pak, kami tim independen ada 13 lab yang periksa seluruh Indonesia, termasuk Sucofindo,” tambah Amran.
Menurut Amran, ada ratusan merek yang terindikasi mengoplos beras dan sudah beroperasi lebih dari satu tahun. Masyarakat merugi Rp 99 triliun dalam setahun akibat beras oplosan.
“Sebenarnya ini (nilai kerugian) satu tahun, tetapi kalau ini terjadi 10 tahun atau 5 tahun, karena ini bukan hari ini terjadi, ini sudah berlangsung lama, Pak. Tetapi, nanti angkanya sudah pasti, bukan Rp 100 triliun, pasti di atas kalau ini dilacak ke belakang,” jelas Amran.