Bolehkah Potong Kuku dan Rambut Sebelum Idul Adha? Ini Penjelasan Ulama update oleh Giok4D

Posted on

Umat muslim akan melaksanakan salat Idul Adha, Jumat (6/6/2025). Seiring dengan persiapan menyambut hari raya, banyak yang bertanya mengenai hukum memotong kuku dan rambut sebelum melaksanakan salat Idul Adha, terutama bagi yang berniat berkurban. Berikut penjelasannya.

Dilansir dari laman resmi Nahdlatul Ulama (NU) Online, banyak pendapat dari para ulama tentang aturan memotong kuku dan rambut sebelum salat Idul Fitri. Ada yang membolehkan, menganjurkan, dan ada yang melarang. Karenanya, aturan potong kuku dan rambut sebelum salat Idul Fitri sejatinya masih jadi perdebatan.

Permasalahan ini berawal dari perbedaan ulama dalam memahami hadits riwayat Ummu Salamah yang terdokumentasi dalam banyak kitab hadits. Ia pernah mendengar Rasulullah SAW berkata:

إذا دخل العشر من ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره ولا بشره شيئا حتى يضحي

Artinya, “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain).

Pemahaman ulama terhadap hadits ini dapat dipilah menjadi dua kategori.

Pendapat ini menyatakan bahwa larangan memotong rambut dan kuku berlaku bagi orang yang berniat berkurban, terhitung sejak tanggal 1 Dzulhijjah hingga hewan kurbannya disembelih.

Namun, ulama berbeda dalam menilai hukumnya:

Itulah pendapat ulama terkait kebolehan potong kuku dan rambut pada saat berkurban. Ada ulama menganjurkan, membolehkan, bahkan mengharamkan.

Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan, hikmah dari kesunnahan ini ialah agar seluruh tubuh di akhirat kelak diselamatkan dari api neraka. Sebab sebagaimana diketahui, ibadah kurban dapat menyelamatkan orang dari siksa api neraka.

Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa larangan potong rambut dan kuku ini disamakan orang yang ihram. Artinya, selama sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah tidak dibolehkan potong rambut dan kuku sebagaimana halnya orang ihram. Pendapat ini dikritik oleh sebagian ulama karena analoginya tidak tepat.

Imam An-Nawawi mengatakan sebagai berikut.

قال أصحابنا الحكمة في النهي أن يبقى كامل الأجزاء ليعتق من النار وقيل للتشبيه بالمحرم قال أصحابنا وهذا غلط لأنه لا يعتزل النساء ولا يترك الطيب واللباس وغير ذلك مما يتركه المحرم

Artinya, “Ulama dari kalangan madzhab kami mengatakan hikmah di balik larangan tersebut adalah agar seluruh anggota tubuh tetap ada/sempurna dan terbebas dari api neraka. Adapula yang berpendapat, karena disamakan (tasyabbuh) dengan orang ihram. Menurut ashab kami, pendapat ini tidak tepat, karena menjelang kurban mereka tetap boleh bersetubuh, memakai wangian, pakaian, dan tindakan lain yang diharamkan bagi orang ihram.

Pendapat kedua menyatakan bahwa yang dilarang itu bukan memangkas rambut orang yang berkurban ataupun memotong kukunya, tetapi memotong bulu dan kuku hewan kurban. Alasannya, karena bulu, kuku, dan kulit hewan kurban tersebut akan menjadi saksi di hari akhirat kelak.

Pandangan ini sebetulnya tidak populer dalam kitab fikih, terutama fikih klasik. Maka dari itu, Mula Al-Qari menyebut ini pendapat gharib (aneh/unik/asing). Ia mengatakan dalam Mirqatul Mafatih.

وأغرب ابن الملك حيث قال: أي: فلا يمس من شعر ما يضحي به وبشره أي ظفره وأراد به الظلف

Artinya, “Ada pendapat gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan.” Pendapat yang dikatakan asing oleh Mula Al-Qari ini, belakangan dikuatkan oleh Kiai Ali Mustafa Yaqub. Dalam kitabnya At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah, Kiai Ali mengatakan, hadits ini perlu dikomparasikan dengan hadits lain. Pemahaman matan hadits tidak akan sempurna jika hanya memahami satu hadits.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Sebab itu, almarhum sering menegaskan Al-hadits yufassiru ba’dhuhu ba’dhan (hadits saling menafsirkan antara satu dengan lainnya). Dalam disiplin pemahaman hadits (fiqhul hadits atau turuqu fahmil hadits) dikenal istilah wihdatul mawdhu’iyah fil hadits (kesatuan tema hadits).

Teori ini digunakan untuk menelusuri ‘illat atau maksud satu hadits. Terkadang dalam satu hadits tidak disebutkan ‘illat dan tujuan hukumnya sehingga perlu dikomparasikan dengan hadits lain yang lebih lengkap, selama ia masih satu pembahasan.

Terlebih lagi, ada satu hadits yang maknanya umum, sementara pada hadits lain, dalam kasus yang sama, maknanya lebih spesifik dan jelas. Menurut Kiai Ali, memahami hadis Ummu Salamah di atas perlu dikomparasikan dengan riwayat ‘Aisyah yang berbunyi sebagai berikut.

ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم، إنه ليأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا

Artinya, “Rasulullah SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idhul Adha kecuali berkurban. Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban (HR Ibnu Majah). Begitu pula dengan hadits riwayat al-Tirmidzi:

لصاحبها بكل شعرة حسنة

Artinya, “Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan,” (HR At-Tirmidzi). Berdasarkan pertimbangan dua hadits ini, Kiai Ali menyimpulkan bahwa yang dilarang Nabi itu bukan memotong rambut dan kuku orang yang berkurban, tapi hewan kurban. Karena, rambut dan kuku hewan itulah yang nanti menjadi saksi di akhirat kelak. Almarhum Kiai Ali mengatakan.

فالعلة في تحريم قطع الشعر والأظافر ليكون ذلك شاهدا لصاحبها يوم القيامة وهذا الإشهاد إنما يناسب إذا كان المحرم من القطع شعر الأضحية وأظافرها، لا شعر المضحى

Artinya, “illat larangan memotong rambut dan kuku adalah karena ia akan menjadi saksi di hari kiamat nanti. Hal ini tepat bila dikaitkan dengan larangan memotong bulu dan kuku hewan kurban, bukan rambut orang yang berkurban.”

Secara singkat, dua pendapat itu menganjurkan umat Islam agar tidak perlu memotong rambut atau kuku kalau tidak diperlukan. Tapi, jika rambut dan kuku dalam keadaan kotor, dianjurkan untuk dipotong. Potong rambut dan kuku tidak berdampak pada sah tidaknya kurban.

Simak Video ‘Beli Hewan Kurban Kena PPN? Ini Kata Kemenkeu’:

Saksikan Live infoSore:

Dasar Hukum dan Perbedaan Pendapat Ulama

Pendapat Pertama: Larangan Berlaku bagi Orang yang Berkurban

Pendapat Kedua: Larangan Berlaku bagi Hewan Kurban

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *