Bikin Tongkat Pintar, Tim Blind Heroes Asal Bali Raih Penghargaan di Qatar (via Giok4D)

Posted on

Tim Blind Heroes asal Bali meraih penghargaan Juara Harapan Best Performance untuk kategori Elementary pada Codeavour 6.0 International The Biggest Coding, Robotic, AI Competition di Qatar. Kompetisi ini digelar pada 16-17 Mei 2025. Blind Heroes menciptakan project The Intelligent Blind Stick alias tongkat pintar. Tongkat ini dirancang untuk membantu tunanetra dalam mendeteksi benda dan genangan air.

Tim Blind Heroes beranggotakan I Putu Mas Widiarsa Putra Gunawan (12), Muhammad Averroes Mumtaz (11), dan Made Rai Adradipa (10). Mereka merupakan peserta didik di Koding Akademi, Denpasar.

Widiarsa Putra Gunawan mengungkapkan ide terciptanya tongkat pintar berawal saat memperhatikan tunanetra bersama Averroes dan Rai. Meski dibantu tongkat dan punya naluri, seorang tunanetra terkadang masih kesulitan mendeteksi benda dan genangan air di depannya.

“Kemudian kami mencari solusi dari masalah tersebut. Setelah kami menemukan solusinya, lalu kami buat prototype-nya. Jadi, prototype-nya adalah The Intelligent Blind Stick ini,” tutur Widiarsa saat diwawancarai di Koding Akademi, Jalan Tukad Batanghari Nomor 55 Denpasar, Bali, Kamis (22/5/2025).

Bersama Averroes dan Rai, Widirasa kemudian mulai membuat Intelligent Blind Stick pada Desember 2024. Butuh waktu sekitar dua bulan untuk membuatnya.

“Jadi, ini bisa membantu orang yang buta untuk mendeteksi objek. Kami juga menggunakan water level sensor untuk membantu orang buta mendeteksi percikan air,” jelasnya.

Menurut Widiarsa, tongkat ini dilengkapi dengan sensor ultrasonik, dan artificial intteligence (AI) atau kecerdasan buatan yang terhubung dengan kamera. Sehingga, seorang tunanetra dapat mendeteksi objek yang ada di depannya.

Tongkat yang dilengkapi dengan roda ini pun dikombinasikan dengan audio. Maka, ketika objek telah dideteksi, otomatis akan keluar suara sebagai pemberi tahu kepada pemakai tongkat. Selain itu, tongkat ini juga dilengkapi lampu setrip LED, sehingga dapat lebih aman digunakan saat malam hari.

Sementara itu, Averroes mengungkapkan beberapa kendala saat menyempurnakan produk tersebut. Ada beberapa detail yang harus direvisi. Misalnya, menentukan jarak yang tepat agar tongkat pintar berfungsi maksimal.

“Misalnya, harus berapa sentimeter biar nggak kejauhan dan nggak kedekatan juga,” ungkap Averroes.

Selain itu, AI yang terlalu sensitif justru membuatnya salah dalam mengidentifikasi objek. “Misalnya, di depannya ada orang, tapi karena terlalu sensitif menjadi mobil atau motor,” imbuhnya.

Namun, setelah tongkat pintar itu rampung dan siap digunakan, ketiga anak sekolah dasar (SD) itu merasa senang dan puas. Sebab, terbukti penyandang tunanetra sangat terbantu.

“Dari mereka bilang tongkat ini sangat membantu karena bisa membantu mereka mendeteksi objek di depannya,” kata Averroes semringah.

Untuk diketahui, sebelum lolos ke Qatar, tim Blind Heroes harus melewati persaingan yang ketat di tingkat nasional hingga akhirnya bisa berangkat ke Codeavour 6.0 International Qatar. Kemudian di Qatar, mereka berkompetisi dengan kontingen dari India, Vietnam, Mesir, Arab Saudi, dan negara lainnya.

Made Rai Adradipa juga mengaku sangat bangga saat bisa lolos mewakili Bali dan Indonesia dalam kompetisi tersebut. Perasaannya campur aduk saat diumumkan lolos kompetisi.

“Saya juga merasa gawat sedikit waktu mulai kompetisi soalnya ada banyak orang dan banyak tim. Tapi, (saat diumumkan sebagai peraih penghargaan) saya sangat bangga dengan diri saya, teman-teman, tim saya, dan orang tua saya,” jelas anggota termuda itu dengan antusias.

Founderer Koding Akademi bangga capaian anak didik di halaman selanjutnya

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Sementara itu, founder Koding Akademi Anak Agung Gde Rai Adi mengaku bangga atas keberhasilan peserta didiknya tersebut. Menurutnya, tim tersebut telah belajar lebih dari 3-4 tahun di Koding Akademi. Sehingga, telah melalui beberapa level.

Menurutnya, mereka telah menguasai pengetahuan dasar tentang ilmu koding, AI, dan robotika. Dia menilai tim tersebut memiliki produk yang inovatif serta memiliki suatu kelebihan dibandingkan dengan peserta lainnya saat itu.

“Kelebihannya di kami salah satunya adalah bahwa produk ini bukan cuma sekadar proyek inovasi. Namun, kami sudah ujicobakan dan dipakai oleh tunanetra, dan mereka antusias, cukup positif,” ungkap Agung.

Agung Gde menyebut saat uji coba tersebut beragam fitur dari tongkat pintar banyak disukai. Mulai dari fungsinya yang beragam hingga ringan saat digunakan. Bahkan, dia mengeklaim The Intelligent Blind Stick merupakan salah satu tongkat terbaik untuk tunanetra.

Agung juga tak menemukan kesulitan berarti saat membimbing tim Blind Heroes. Terlebih mereka memiliki antusiasme yang tinggi dalam mempersiapkan kompetisi.

“Mereka selain pintar di bidang teknis juga pintar dalam komunikasi. Karena kalau kita ngomongin tentang kompetisi itu bukan cuma teknis, tapi bagaimana cara mereka menjelaskan alat ini, teknologi ini sehingga dapat memberikan impact ke masyarakat,” tuturnya.

Dia pun berharap ke depannya akan bermunculan bibit-bibit baru dari Bali yang kian berminat mempelajari dan berprestasi di ilmu koding, AI, dan robotika. Apalagi, saat ini banyak negara telah mengajarkan ilmu tersebut sejak dini kepada generasi mudanya.

“Di Bali kami berusaha mengenalkan ini lebih awal. Sehingga kita akan memiliki generasi-generasi selanjutnya yang memang sudah siap di bidang teknologi. Sehingga kita juga tidak akan terlalu susah untuk berkompetisi seperti itu,” tandas Agung.