Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Transparansi melaporkan megaproyek National Urban Flood Resilience Project (NUFReP) di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima. Proyek ketahanan banjir perkotaan nasional yang didanai Bank Dunia itu diduga bermasalah dalam pelaksanaannya.
“Kami laporkan atas nama LSM Transparansi dan Kebijakan Anti Korupsi (Latskar) pada 20 Agustus 2025,” ucap pelapor, Iman Plur, kepada infoBali, Sabtu (6/9/2025).
Imam menyebut pihaknya melaporkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pelaksana proyek PT Nindya Karya, serta anggota DPRD Kota Bima inisial S yang disebut sebagai pemasok batu untuk pembuatan gorong-gorong beton.
“Laporan dugaan tindak pidana korupsi terkait mutu pekerjaan proyek drainase perkotaan dengan anggaran mencapai Rp 238 miliar,” ujarnya.
Imam menjelaskan dugaan masalah muncul saat gorong-gorong beton letter U untuk proyek drainase banyak yang patah dan rusak. Hal itu diduga campuran bahan material pembuatan beton tidak sesuai spesifikasi.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
“Banyak beton yang rusak dan patah telah dimasukkan dalam proyek ini,” ujarnya.
Selain itu, ada indikasi keterlibatan anggota DPRD Kota Bima inisial S. Sebab, batu kerikil, salah bahan material pembuatan gorong-gorong beton bersumber dari perusahaan S.
“Kami meminta agar Kejari memprosesnya karena ini sangat merugikan kami sebagai warga Kota Bima,” harapnya.
Kasi Pidsus Kejari Bima Catur Hidayat Putra membenarkan adanya laporan tersebut. Menurutnya, laporan berkaitan dengan beton pada proyek pengendalian banjir di wilayah Amahami, Kota Bima.
“Ada, tapi kami belum bisa sampaikan banyak, karena masih dalam telaah tim,” kata pria yang akrab disapa Yabo ini dengan singkat.
Informasi yang diperoleh infoBali, akibat laporan itu, pihak Bank Dunia batal turun ke Kota Bima untuk mengecek progres pelaksanaan proyek. Selain itu, pembebasan lahan juga menjadi bermasalah sehingga proyek itu terancam akan dialihkan ke Kota Mataram.