Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyentil capaian pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang berada di posisi dua terbawah secara nasional. Dari 38 provinsi, pertumbuhan ekonomi NTB tercatat minus 1,47 persen dan hanya unggul dari Papua Tengah yang minus 25,53 persen.
“Ada dua provinsi yang minus. Saya mohon maaf Pak Gubernur, seperti ini kondisinya. Papua Tengah menuju kemunduran, minusnya sangat tinggi sampai -25,53 persen,” ujar Tito saat menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) NTB 2025-2029 di Mataram, Rabu (4/6/2025).
Tito awalnya heran lantaran pertumbuhan ekonomi NTB jauh di bawah rata-rata nasional yang mencapai 4,57 persen. Setelah ditelusuri, penyebab utamanya adalah berhentinya ekspor konsentrat dari tambang di Pulau Sumbawa akibat penutupan smelter milik PT Amman Mineral.
“Setelah didalami, ternyata dengan ditutupnya smelter (milik PT Amman Mineral) konsentratnya tidak boleh diekspor. Maka ini berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di NTB,” imbuh mantan Kapolri itu.
Tito menuturkan dirinya telah berkoordinasi dengan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia untuk membahas kebijakan ekspor-impor tambang yang berdampak pada NTB. Ia berharap ada relaksasi impor konsentrat agar ekonomi NTB kembali bertumbuh.
Tito meminta Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal untuk mengambil kebijakan strategis jika dalam enam bulan ke depan smelter belum juga dapat menyalurkan hasil tambang. Ia menekankan hal itu untuk menyelamatkan perekonomian daerah.
Menurut Tito, pertumbuhan ekonomi daerah yang minus akan berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi nasional karena sifatnya agregat. “Saya akan berusaha membantu Pak Gubernur supaya pertumbuhan ekonomi jangan minus,” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Tito juga menyoroti tingginya pengangguran terbuka di Kota Mataram, NTB. Ia menyebut pengangguran di Mataram pada 2024 berada di angka 4,85 persen.
“Angka pengangguran di NTB itu relatif bagus, ada di 2,73 persen, di bawah nasional di angka 4,91 persen. Tapi jangan puas, Kota Mataram ternyata angkanya tinggi 4,85 persen,” ujar Tito.
Menurut Tito, indeks pembangunan manusia (IPM) Kota Mataram yang mencapai 81,64 persen menjadi paling tinggi dibandingkan daerah lainnya di NTB. Meski begitu, ia mengingatkan Mataram masih memiliki pekerjaan rumah untuk menekan tingkat pengangguran terbuka.
“Ini IPM tinggi, tapi nganggurnya tinggi. Untuk Kabupaten Bima, ini bagus, tempat Wakil Gubernur Dinda capai 2,19 persen. Tapi yang masih di bawah itu di Lombok Utara 1,85 persen,” sentilnya.
Adapun IPM paling rendah di NTB ditempati Kabupaten Lombok Utara dengan 66,64 persen. Sementara itu, IPM Kabupaten Bima 70,99 persen dan Lombok Tengah 71,99 persen.
Tito juga menyoroti rasio kesenjangan sosial di NTB yang mencapai 0,375 persen. Ia kembali menyentil Kota Mataram karena menjadi daerah dengan kesenjangan paling tinggi di NTB. Angkanya sebesar 0,393, di atas angka nasional mencapai 0,388 persen.
“Kota Mataram ini tertinggi kesenjangannya. Sedangkan untuk Lombok Utara berada di angka 0,278 persen,” ujar Tito.
Kemudian, Tito membeberkan jumlah penduduk miskin ekstrem di Lombok Utara yang tembus di angka 5,79 persen. Angka kemiskinan ekstrem itu jauh di atas angka nasional yang hanya 0,83 persen.
“Ini Lombok Utara lagi ini. IPM tinggi, yang nganggur kurang, tapi miskinnya banyak,” kata Tito sembari tertawa.
Tito menjelaskan data jumlah penduduk miskin ini harus menjadi rujukan dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di masing-masing daerah. Dia meminta Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal untuk memperhatikan data-data tersebut ketika menyusun program kerja.
Sementara itu, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal menargetkan daerah yang dipimpinnya terbebas dari kemiskinan ekstrem pada 2029. Menurut Iqbal, jumlah penduduk miskin ekstrem di NTB saat ini mencapai 2,04 persen, lebih tinggi dari data kemiskinan ekstrem secara nasional yang hanya 0,83 persen.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
“Kami rencanakan pembangunan sesuai dengan arahan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dengan menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem nol persen tahun 2029. Kami juga berkomitmen menurunkan tingkat kesenjangan 0,328 persen tahun 2029,” kata Iqbal di hadapan Mendagri Tito saat Musrenbang RPJMD NTB Tahun 2025-2029, Rabu.
Selain itu, Iqbal juga menargetkan pertumbuhan ekonomi tanpa tambang meningkat mencapai 9 persen pada 2029. Strateginya dengan meningkatkan produk domestik regional bruto (PDRB) di berbagai sektor, termasuk sektor pariwisata dari 11,64 persen menjadi 12,60 persen minimal pada 2029.
“Kemudian di bidang ekraf (ekonomi kreatif) dari 0,39 persen tahun 2024, bisa meningkat ke 0,47 persen tahun 2029 dan sektor pengolahan ke industri capai 7,66 menjadi 9,92 persen tahun 2029,” imbuh mantan Duta Besar RI untuk Turki itu.
Iqbal juga menargetkan produksi jagung dan gabah di NTB mencapai masing-masing 100 ribu ton per tahun. Pemprov NTB, dia berujar, akan melakukan studi kelayakan dengan Institut Teknologi Sumbawa terkait pengangkutan logistik menggunakan kapal tongkang.
“Kami ini daerah kepulauan yang kesulitan membangun dermaga. Maka, salah satu solusi adalah membangun mini port untuk optimalisasi gabah yang ditanam di lahan 10 ribu hektare. Kami juga meminta dukungan dari presiden memperluas area lahan pertanian 40 ribu hektare,” imbuhnya.
Berikut daftar daerah dengan jumlah penduduk miskin ekstrem di NTB:
1. Lombok Utara 5,79 persen
2. Lombok Timur 3,21 persen
3. Sumbawa Barat 2,27 persen
4. Kota Bima 2,17 persen
5. Bima 2,04 persen
6. Dompu 1,9 persen
7. Lombok Barat 1,57 persen
8. Sumbawa 1,55 persen
9. Mataram 1,09 persen
10. Lombok Tengah 0,79 persen.