Pertemuan antara prajuru Desa Adat Banyuasri dengan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Rabu (10/12/2025), belum menemukan titik terang. Prajurut adat Banyuasri mendesak MDA segera menerbitkan surat keputusan (SK) pengukuhan Bendesa Adat hasil pemilihan tiga tahun silam. Jika masih belum dipenuhi, Bendesa Adat Banyuasri akan kembali menempuh langkah hukum.
Sebanyak 70 warga yang dipimpin Kelian Desa Adat Nyoman Mangku Widiasa mendatangi Kantor MDA Bali di Denpasar untuk meminta kepastian seiring putusan Mahkamah Agung (MA) tingkat kasasi telah memenangkan pihak mereka.
Menanggapi tuntutan itu, Penyarikan Agung MDA Bali, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, menyatakan keputusan penerbitan SK harus melalui mekanisme kolektif kolegial dan belum bisa dipastikan waktunya.
“Nanti kami akan pertimbangkan. Karena ini adalah kolektif kologial, kami tidak bisa sendiri memutus. Nanti semuanya akan kami bicarakan,” ujar Dewa Rai.
Terkait putusan Mahkamah Agung (MA), Dewa Rai menyatakan MDA baru menerimanya secara formal. Dia berharap permasalahan tersebut bisa diselesaikan secepatnya.
“Kalau bisa semakin cepat, semakin baik masalahnya selesai. Kalau ditunda-tunda kan jadi masalah lagi,” tandas dia.
Sementara itu, Kelian Desa Adat Banyuasri, Nyoman Mangku Widiasa, menyampaikan harapannya agar SK dapat terbit sebelum 4 Januari 2026.
“Kemudian dari Penglingsir MDA Provinsi menjanjikan sebelum tanggal 4 (Januari 2026) apakah berkenan beliau-beliau yang terhormat untuk mengeluarkan surat pengukuhan prajuru. Ini masih pertanyaan karena dari dulu 3 tahun ini kami dijanjikan, endingnya, akhirnya tidak ada,” cecar Widiasa.
Dia menjelaskan penetapan sebelum 4 Januari dinilai tepat karena pada tanggal itu ada paruman desa yang dibarengi dengan pembagian sembako kepada warga.
“Karena ada paruman di desa adat akan memberikan sembako kepada krama. Kami bisa berikan penyampaian kepada masyarakat bahwa MDA takut dan patuh pada hukum negara,” jelasnya.
Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, Mangku Widiasa menegaskan akan kembali menempuh langkah hukum.
Meski selama 4 tahun kehilangan hak hibah Bantuan Khusus Keuangan (BKK) Desa Adat senilai Rp 300 juta per tahun, Mangku Widiasa menegaskan fokus utama adalah kepastian hukum.
“Bukan masalah. Itu kan hak. Kalau memang harus dapat ya berikan, tapi kalau memang nggak dapat ya nggak apa-apa,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, krama adat Banyuasri menuntut MDA Bali mengakui hasil pemilihan Kelian Adat Banyuasri periode 2022-2027. Hal itu sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung. Sebelumnya, MDA Bali membatalkan hasil pemilihan Bendesa Adat Banyuasri.
Tuntutan krama Desa Adat Banyuasri sudah dilakukan pada 2023. Mereka menilai keputusan Sabha Kerta MDA Provinsi Bali yang membatalkan pemilihan telah mengintervensi urusan rumah tangga dan kearifan lokal di desa adat mereka.
Keputusan MDA Bali berdasarkan surat keputusan tersebut yang telah menganulir proses ngadegang (pemilihan) Bendesa Adat Banyuasri periode 2022-2027. Krama menolak untuk mengadakan pemilihan ulang dan tetap mengakui Nyoman Mangku Widiasa serta menolak pengunduran dirinya sebagai Bendesa Adat Banyuasri terpilih periode 2022-2027, sesuai dengan hasil paruman desa adat pada 13 Februari 2022.
Selain itu krama juga menolak Keputusan Sabha Kerta MDA Bali yang mencabut keputusan Prajuru Desa Adat Banyuasri No. 032/DA.B-ASRI/SK/II/2022 tanggal 20 Februari 2022 tentang pemberian sanksi adat kasepekang (pengucilan) terhadap 11 krama desa yang melakukan pelanggaran awig-awig/perarem pelaksanaan ngadegang Kelian Desa Adat Banyuasri.
