Larantuka adalah sebuah kota kecil di ujung timur Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tradisi Katolik yang kuat dan diwariskan secara turun-temurun oleh warga setempat membuat Larantuka dijuluki sebagai Vatikannya Indonesia.
Selain itu, Larantuka terkenal hingga mancanegara sebagai pusat tradisi Katolik tertua di Indonesia. Salah satu tradisi di Larantuka dan tidak ditemukan di daerah-daerah lainnya adalah Semana Santa.
Semana Santa di Larantuka digelar meriah dan tetap khidmat. Tradisi sakral ini berlangsung saat pekan suci menuju Paskah. Semana Santa sudah berlangsung sejak abad ke-5 dan selalu menjadi magnet bagi ribuan peziarah.
Selain itu, di kampung-kampung Larantuka juga banyak ditemukan kapela dengan pelindung berbeda-beda. Kapela Tuan Ma adalah kapela terbesar dan menjadi pusat Semana Santa.
Tradisi adat dan tradisi keagamaan sudah menjadi kesatuan yang hidup berdampingan di Larantuka. Upacara-upacara adat Flores Timur mendapat sentuhan Katolik menjadikannya sebuah identitas yang unik.
Di masa lalu, Larantuka memiliki jejak Kerajaan Katolik yang berada di bawah kolonial Portugis. Ini menjadi Kerajaan Katolik satu-satunya di Indonesia.
Perubahan agama di Larantuka dimulai sejak Raja Ola Adobala, tepatnya saat pemerintahan Peter II yang mendapat tekanan militer Portugis. Kala itu, Raja Larantuka bersumpah setia pada Raja Portugal hingga akhirnya diberi gelar Dom.
Larantuka sudah menjadi pusat kolonial Portugis pada abad ke-16. Banyak masyarakat lokal yang akhirnya menganut Katolik, terutama di wilayah Flores Timur, Adonara, dan Solor.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Pastor Portugis juga membangun berbagai fasilitas seperti gereja, sekolah, dan pusat komunitas agama di Larantuka. Jejak budaya Portugis ini juga masih kuat terasa hingga kini.
Salah satu jejak peninggalan Portugis di Larantuka adalah tata nama keluarga seperti Da Silva dan Den Menezes. Selain itu, arsitektur dan ritual agama juga masih diwariskan secara turun-temurun hingga saat ini.
Semana Santa merupakan tradisi Paskah di Kota Larantuka, Flores Timur. Prosesi ini berawal dari kedatangan bangsa Portugis untuk berdagang rempah-rempah di Pulau Solor dan Timor pada abad ke-16. Kedatangan Portugis itu membawa pengaruh besar dalam penyebaran agama Katolik di wilayah NTT.
Tradisi Semana Santa inilah yang menjadi alasan Larantuka dijuluki Vatikan-nya Indonesia. Tradisi pekan Paskah ini memiliki rangkaian acara dari prosesi, doa, dan ritus peninggalan Portugis.
Makna dari tradisi ini adalah ritual pusat yang ditujukan kepada Yesus dan Bunda Maria (Mater Dolorosa) yang berkabung saat menyaksikan penderitaan anaknya sebelum disalib. Rangkaian Semana Santa berlangsung sekitar satu pekan, mulai dari Rabu Trewa, Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci, dan Minggu Paskah.
Biasanya, ribuan peziarah tumpah ruah mengiringi pertemuan Tuan Ma, Tuan Meninu, dan Tuan Ana ke Gereja Katedral Renha Rosari Keuskupan Larantuka. Sepanjang jalan, para peziarah mendaraskan doa dan menyanyikan lagu puji-pujian kepada Tuhan.
Tuan Ma merupakan patung berwujud Bunda Maria yang ditemukan di pinggir Pantai Larantuka pada tahun 1510. Kemudian, Tuan Ana merupakan patung Yesus. Ada pula Tuan Meninu atau bayi Yesus ditemukan sekitar 100 tahun setelah penemuan patung Tuan Ma.
Arak-arakan ketiga patung itu – Tuan Ma, Tuan Meninu, dan Tuan Ana – menandai khidmatnya rangkaian Paskah di Kota Larantuka. Para peziarah yang berasal dari berbagai daerah hingga luar negeri berjalan kaki sembari memegang lilin.
Tak hanya umat Katolik, rangkaian Semana Santa itu juga dihadiri oleh umat beragama lain. Mereka ikut memeriahkan iring-iringan pertemuan Tuan Ma, Tuan Ana, dan Tuan Meninu ke Gereja Katedral Larantuka.
Setelah prosesi pertemuan Tuan Ma, Tuan Ana, dan Tuan Meninu, rangkaian Semana Santa akan dilanjutkan pada malam harinya. Adapun, Tuan Ma akan kembali diarak keliling Kota Larantuka sampai subuh. Pada malam itu, umat Katolik berdoa dan berdevosi kepada Maria, ibunda Yesus.
Jejak Katolik di Larantuka
Tradisi Semana Santa







