Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK) Nazib Faizal meminta kepala daerah di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) memperhatikan penataan ruang dalam setiap pembangunan di daerahnya.
Menurut Faizal, wilayah Bali-Nusra akan menjadi superhub pariwisata dan ekonomi kreatif bertaraf internasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Kawasan ini juga diarahkan menjadi simbol pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata, kreativitas, dan keberlanjutan.
“Dalam RPJMN sudah diarahkan bahwa Bali-Nusra akan menjadi superhup pariwisata dan ekonomi kreatif bertaraf internasional,” kata Faizal dalam sambutannya pada Forum Koordinasi Pembangunan Wilayah Berbasis Tata Ruang Bali-Nusra di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Senin (21/10/2025).
“Kemudian pembangunan wilayah Bali-Nusra itu diarahkan menjadi simbol pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata kreatifitas dan keberlanjutan,” lanjut dia.
Faizal menjelaskan, pembangunan di Bali-Nusra diharapkan bisa mendukung target ekonomi nasional, dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,1 hingga 8,4 persen. Kontribusi PDRB regional ditargetkan meningkat menjadi tiga persen, sementara PDRB per kapita naik dari Rp 43,2 juta menjadi Rp 61,5-66,6 juta.
Selain itu, tingkat pengangguran terbuka di wilayah ini ditargetkan turun dari 2,19-2,72 persen menjadi 1,85-2,53 persen.
“Mohon didalami bahwa target dari pemerintah untuk Bali-Nusra ini harus kita wujudkan. Angka ini menjadi panduan kita, khususnya para kepala daerah, pak gubernur, para bupati, gimana caranya angka ini bisa kita capai semaksimal mungkin mendekati apa yang kita rencanakan,” ujar Faizal.
Faizal menegaskan, penataan ruang memiliki peran penting dalam mendorong investasi. Menurutnya, tata ruang bukan sekadar perencanaan, melainkan bagian dari strategi menuju kesejahteraan.
“Tapi ini jalan masuk untuk investasi menuju negeri makmur, adil dan sejahtera,” ujar Faizal.
Ia mengingatkan, pembangunan yang mengabaikan tertib tata ruang tak hanya berisiko menimbulkan biaya tinggi, tetapi juga bisa memicu bencana, konflik sosial, dan persoalan ekonomi.
“Esensi rencana tata ruang dalam pembangunan wilayah itu tentunya mengurangi disparitas antarwilayah. Contoh, Labuan Bajo sebagai PKN (pusat kegiatan nasional), tapi kabupaten-kabupaten di sekitarnya harus ikut tertarik secara ekonomi. Jangan sampai pak bupati (Manggarai Barat) pak Endi maju sendiri. Di sinilah kita lahir ada konsep aglomerasi,” terang Faizal.






