Penampilan warga asing yang memainkan gamelan khas Bali menjadi daya tarik tersendiri dalam pawai Pesta Kesenian Bali (PKB) 2025. Mereka ikut dalam rombongan seni dan budaya dari Kabupaten Badung yang menjadi penampil terakhir dalam pawai tersebut.
Pantauan infoBali, pukul 17.38 Wita, rombongan Kabupaten Badung mulai bergerak dari sisi timur Lapangan Puputan Renon menuju tengah arena pawai. Seorang gadis berbusana adat Bali membawa papan nama Kabupaten Badung, didampingi pasangan jegeg bagus berbusana adat yang elegan.
Mereka disusul barisan pria pembawa tombak dan bendera panji kerajaan, serta gadis-gadis Bali dengan gebogan-tumpukan buah setinggi lebih dari satu meter. Penampilan ini sukses menghibur tamu undangan.
Penampilan rombongan Badung dilengkapi drama tari, hingga kelompok penabuh gamelan yang membuat suasana makin semarak. Menariknya, belasan warga asing terlihat ikut menabuh gendang, meniup suling, hingga menari di atas panggung beroda yang didorong panitia dan pecalang.
“Ini kali pertama saya pentas di PKB, tapi (main) gamelannya sudah lancar,” kata Alexandra Smotryts, penabuh Gamelan Semara Pegulingan dari Kerobokan, Badung.
Alexandra mengaku sudah empat tahun mempelajari gamelan Bali sejak kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Maka dari itu, ia tak mengalami kesulitan saat tampil perdana di PKB.
“Saya senang sekali. Sangat semangat sekali,” ujarnya.
Senada dengan Alexandra, Ethan, penabuh asal Nashville, Tennessee, Amerika Serikat, juga tampil percaya diri meski mengaku kelelahan.
“Kalau saya sudah dua tahun (belajar gamelan). Saya belajar dua tahun di Nashville, Tennessee, Amerika. Tapi, (pawai itu) banyak (menguras) energi,” ucapnya.
Sementara itu, Pierre Pare Blais dan Laurent Bellemare asal Montreal, Kanada, harus meniup suling sambil berjalan di barisan pawai. Blais mengaku cukup kesulitan menjaga ritme.
“Meniup suling itu mudah. Yang sulit itu menjaga ritme dengan pemain (gamelan) baleganjur di depan dan di belakang saya. Kadang-kadang nada saya agak (meleset),” ujarnya sambil tertawa.
Berbeda dengan Blais, Bellemare merasa tampilannya lancar. Ia sudah belajar musik tradisional Bali selama 10 tahun di Universitas Montreal.
“Tidak ada kesulitan. Semuanya lancar saja. Hanya tekniknya beda karena itu gamelan Semara Pegulingan. Saya belajar gamelan gebyar dan gamelan angklung,” ujar pria yang akrab disapa Bli Laurent itu.
Ketua Sanggar Naradha Gita (Nagi), Arya Deva Suryanegara mengatakan para warga asing itu bukan sekadar turis. Beberapa adalah mahasiswa Universitas Montreal yang mendapat beasiswa belajar seni di Bali.
“Karena banyak teman-teman dari luar negeri di sanggar kami. Saya sendiri juga baru datang dari luar (Kanada) dalam rangka mengajar,” kata Arya.
Menurut Arya, keikutsertaan mereka sesuai dengan tema PKB 2025, yakni Jagat Kerthi yang mengandung makna keharmonisan hidup bersama tanpa memandang latar belakang.
“Bagaimana kita hidup berdampingan dan harmonis dengan orang lain, terlepas (asalnya) dari luar atau dari Bali. Mereka juga makhluk hidup. Mari sama-sama mencintai gamelan,” tuturnya.