Angka Kemiskinan Meningkat, Warga Mataram Banyak Nganggur

Posted on

Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat, angka kemiskinan di wilayah perkotaan mengalami peningkatan, sebaliknya di pedesaan justru menurun. Minimnya lapangan kerja di kota disebut menjadi penyebab utama naiknya angka kemiskinan tersebut.

“Secara naluriah, orang pasti akan mencari kerja di kota. Itu konsep awalnya, karena kota ini ibaratnya gula yang banyak didatangi semut,” kata Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Mataram, Lalu Samsul Adnan saat ditemui di Mataram, Kamis (7/8/2025).

Samsul menyebut, kemiskinan di perkotaan dipengaruhi banyak dimensi, baik secara struktural maupun kultural. Namun, dua faktor utama yang menonjol adalah soal pendidikan dan ketersediaan pekerjaan.

“Semakin bagus tingkat pendidikan orang, maka semakin besar peluang mendapatkan pekerjaan, atau bahkan menciptakan lapangan kerja sendiri,” ujarnya.

Menurut Samsul, desa dinilai lebih kondusif untuk bertahan hidup. Lahan pertanian yang luas dan jenis pekerjaan informal yang beragam menjadi alasan utama.

“Kalau di pedesaan, banyak pekerjaan yang bisa dilakukan. Pertanian sangat luas,” kata Samsul.

Ia juga menyoroti arus migrasi dari desa ke kota sebagai salah satu pemicu meningkatnya pengangguran di Kota Mataram.

“Iya, bolehlah (bahwa benar akibat pergerakan penduduk desa ke kota menyebabkan semakin banyak pengangguran di Kota Mataram),” lanjutnya.

Data Dinsos mencatat, jumlah penerima bantuan sosial (bansos) di Kota Mataram mengalami penurunan setelah Kementerian Sosial (Kemensos) memangkas jumlah penerima pada dua triwulan pertama 2025.

“Ada dua SK yang dikeluarkan pada triwulan pertama dan triwulan kedua oleh Kemensos, SK No. 80 dan SK No. 141 kalau tidak salah. Itu mengeluarkan 8.000 lebih penerima bansos di Kota Mataram,” jelas Samsul.

Sebelumnya, BPS NTB mencatat jumlah penduduk miskin di wilayah NTB berkurang 4,03 ribu orang dibandingkan September 2024. Persentase kemiskinan pada Maret 2025 juga menurun 0,13 persen menjadi 11,78 persen dibanding periode sebelumnya.

Kepala BPS NTB, Wahyudin, menjelaskan bahwa meski angka kemiskinan menurun secara keseluruhan, terdapat perbedaan mencolok antara wilayah kota dan desa.

“Persentase kemiskinan di perkotaan naik dari 11,64 persen menjadi 12,02 persen. Sementara itu, di pedesaan menurun, dari 12,21 persen menjadi 11,51 persen,” kata Wahyudin.

Ia menyebut, selama periode September 2024 sampai Maret 2025, jumlah penduduk miskin di perkotaan naik 14,94 ribu orang, sedangkan di pedesaan turun 18,97 ribu orang.

Wahyudin menambahkan, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di NTB selama periode tersebut. Salah satunya, pertumbuhan ekonomi NTB yang mengalami kontraksi sebesar 1,47 persen pada triwulan I 2025.

Selain itu, kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan jagung sejak 1 Februari 2025 turut berdampak. HPP gabah naik menjadi Rp 6.500 per kilogram, dan jagung pakan menjadi Rp 5.500 per kilogram.

Ia juga mencatat adanya peningkatan rata-rata upah buruh pada Februari 2025 menjadi Rp 2.377.411 atau naik 0,52 persen dibanding sebelumnya yang sebesar Rp 2.365.102.

“Penyaluran bansos sembako atau BPNT sampai Maret 2025 juga meningkat 3,54 persen dibandingkan September 2024. Dari target 505.565 Keluarga Penerima Manfaat (KPM), telah disalurkan kepada 496.778 KPM,” pungkas Wahyudin.

Pedesaan Dinilai Lebih Kondusif

Penerima Bansos di Mataram Turun

Data Dinsos mencatat, jumlah penerima bantuan sosial (bansos) di Kota Mataram mengalami penurunan setelah Kementerian Sosial (Kemensos) memangkas jumlah penerima pada dua triwulan pertama 2025.

“Ada dua SK yang dikeluarkan pada triwulan pertama dan triwulan kedua oleh Kemensos, SK No. 80 dan SK No. 141 kalau tidak salah. Itu mengeluarkan 8.000 lebih penerima bansos di Kota Mataram,” jelas Samsul.

Sebelumnya, BPS NTB mencatat jumlah penduduk miskin di wilayah NTB berkurang 4,03 ribu orang dibandingkan September 2024. Persentase kemiskinan pada Maret 2025 juga menurun 0,13 persen menjadi 11,78 persen dibanding periode sebelumnya.

Kepala BPS NTB, Wahyudin, menjelaskan bahwa meski angka kemiskinan menurun secara keseluruhan, terdapat perbedaan mencolok antara wilayah kota dan desa.

“Persentase kemiskinan di perkotaan naik dari 11,64 persen menjadi 12,02 persen. Sementara itu, di pedesaan menurun, dari 12,21 persen menjadi 11,51 persen,” kata Wahyudin.

Ia menyebut, selama periode September 2024 sampai Maret 2025, jumlah penduduk miskin di perkotaan naik 14,94 ribu orang, sedangkan di pedesaan turun 18,97 ribu orang.

Wahyudin menambahkan, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di NTB selama periode tersebut. Salah satunya, pertumbuhan ekonomi NTB yang mengalami kontraksi sebesar 1,47 persen pada triwulan I 2025.

Selain itu, kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan jagung sejak 1 Februari 2025 turut berdampak. HPP gabah naik menjadi Rp 6.500 per kilogram, dan jagung pakan menjadi Rp 5.500 per kilogram.

Ia juga mencatat adanya peningkatan rata-rata upah buruh pada Februari 2025 menjadi Rp 2.377.411 atau naik 0,52 persen dibanding sebelumnya yang sebesar Rp 2.365.102.

“Penyaluran bansos sembako atau BPNT sampai Maret 2025 juga meningkat 3,54 persen dibandingkan September 2024. Dari target 505.565 Keluarga Penerima Manfaat (KPM), telah disalurkan kepada 496.778 KPM,” pungkas Wahyudin.

Penerima Bansos di Mataram Turun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *