Rencana pernikahan I Wayan Agus Suartama (22) dengan Ni Luh Nopianti (18) awalnya tak berjalan mulus. Pernikahan keduanya viral di media sosial (medsos) lantaran Agus yang seorang difabel tunadaksa itu masih berstatus tahanan kasus pelecehan seksual. Bahkan, Agus tak bisa menghadiri pernikahannya itu.
Salah satu prosesi pernikahan, yakni mepamit, berlangsung di Banjar Dinas Belong, Desa Ulakan, Karangasem, Bali, kampung halaman Nopianti. Awalnya, orang tua dan keluarga Nopianti tidak setuju perempuan tersebut menikah karena usia yang masih sangat muda.
Hal itu diungkapkan oleh Perbekel Desa Ulakan, I Ketut Sumendra. Namun, Nopianti bersikeras menikah dengan pria pujaan hatinya itu. Akhirnya, keluarga luluh dan memberikan restu.
“Tapi saat itu dilarang oleh orang tuanya karena usia dari Nopianti masih sangat muda. Kalau tidak salah, usianya sekarang baru 18 tahun,” kata Sumendra, Rabu (16/4/2025).
Pernikahan ini menjadi sorotan publik karena digelar tanpa kehadiran fisik mempelai pria. Agus kini sedang menjalani proses hukum dan ditahan di Rutan Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat.
Dalam prosesi adat Bali yang disebut mepamit, Agus diwakili menggunakan keris sebagai simbol kehadirannya.
“Di sini (Desa Ulakan) hanya dilaksanakan upacara mepamit saja, sedangkan untuk acara pernikahannya mungkin dilaksanakan di Lombok,” tambah Sumendra.
Meski sempat tertunda karena kasus hukum yang menjerat Agus, kedua keluarga telah lebih dulu saling berkunjung untuk mempersiapkan pernikahan. Kini, proses adat telah rampung meski tanpa kehadiran Agus secara langsung. Adapun proses mepamit tersebut telah digelar pada 10 April lalu.
Cerita cinta Agus dengan Nopianti bermula dari media sosial. Keduanya berkenalan lewat Facebook sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah.
Sumendra mengungkapkan Nopianti saat itu baru bekerja sekitar tiga bulan di wilayah Gianyar ketika mulai berkomunikasi dengan pria difabel itu secara daring.
“Dia kenalan dengan Agus lewat Facebook, kemudian mereka pacaran. Setelah itu, Nopianti minta izin kepada orang tuanya untuk menikah,” ujar Sumendra, Rabu.
Sebelumnya, pengacara Agus, Ainuddin mengungkapkan pernikahan itu sudah direncanakan jauh sebelum Agus terjerat kasus pelecehan seksual.
“Jadi sebelum Agus ditimpa dengan kasus ini, rencananya memang akan dilangsungkan pernikahan. Sebelumnya ya, jauh sebelumnya. Dia tidak tahu kalau akan ada masalah seperti ini,” ujar Ainuddin kepada infoBali, Senin (14/4/2025).
Ainuddin menjelaskan sejak awal keluarga kedua mempelai telah menyepakati pernikahan secara adat Bali. Meski proses hukum masih berjalan, pernikahan tetap dilakukan berdasarkan kepercayaan dan adat istiadat yang dipegang teguh.
Dalam pernikahan ini, mempelai pria diwakili oleh keris yang dibungkus kain putih. Keris tersebut diarak dalam upacara adat sebagai simbol kehadiran Agus.
Tradisi ini dikenal sebagai Widiwidana, dan disaksikan langsung oleh keluarga kedua mempelai, pedanda, serta tokoh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).
Diketahui, Agus mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat. Kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret Agus mencuat setelah salah seorang mahasiswi di Mataram berinisial MA melaporkan pria tunadaksa itu ke Polda NTB.
Setelah Agus ditetapkan sebagai tersangka, sejumlah korban Agus lain mulai bersuara. Terungkap, ada 15 orang yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh pria difabel itu.
Agus didakwa dengan Pasal 6 huruf a dan atau Pasal 6 huruf c juncto Pasal 15 ayat 1 huruf e Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2022. Agus terancam hukuman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp 300 juta.