Made Sukiana masih mengingat awal mula merintis bisnis lamak 10 tahun lalu. Saat itu, dia memutuskan untuk berbisnis lamak karena hiasan yang biasa diletakkan di palinggih, tempat ibadah umat Hindu, tersebut kerap diburu.
“Awalnya coba-coba saja, tapi ternyata hasilnya lumayan,” tutur pria berusia 55 tahun tersebut kepada infoBali, Senin (14/4/2025).
Sukiana membeli lamak dari para perajin lalu menjualnya kepada pengepul maupun pembeli. Selain itu, ia membeli beragam bahan baku lamak seperti kain dan kepeng (koin bolong) untuk dibuat hiasan oleh para perajin.
Hiasan yang kerap dipasang di palinggih itu terdiri menjadi beberapa jenis. Misalkan, lamak yang menggunakan kepeng dan daun.
Sukiana memberikan Rp 4 ribu untuk setiap produksi lamak kepeng dan Rp 3 ribu untuk lamak daun kepada perajin di Desa Sarimekar, Buleleng. “Saya yang membeli bahan lamak lalu para perajin membuatnya dan saya kasih ongkos pembuatannya,” tutur warga Desa Sarimekar itu.
Sukiana lalu menjual lamak kepeng seharga Rp 14 ribu kepada pengepul dan Rp 18 ribu secara eceran. Sedangkan, lamak daun dibanderol seharga Rp 9 ribu kepada pengepul dan Rp 12 ribu secara satuan.
Lamak Sukiana dijual di sejumlah daerah di Bali. Antara lain, Singaraja terdapat tiga toko, Denpasar (2), hingga Gianyar (1). Hiasan itu dibawa ke berbagai daerah menggunakan jasa ekspedisi.
Sukiana yang ingin memperbesar usaha lamak dan memperkuat modalnya meminjam uang Rp 400 juta ke BRI melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada 2019. Bank pelat merah itu merupakan salah satu bank penyalur KUR untuk mendukung pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Enam bulan kemudian COVID-19 merebak. Usaha Sukiana pun limbung digebuk wabah penyakit menular itu karena pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). “Aktivitas dibatasi dan kami nggak bisa kirim lamak,” tuturnya.
Sukiana memanfaatkan program restrukturisasi kredit dari BRI. Walhasil, ia mendapat keringanan dengan membayar cicilan Rp 3 juta per bulan dari yang seharusnya Rp 7 juta per bulan.
Seiring meredanya penularan COVID-19, usaha lamak Sukiana perlahan membaik. Kini, ia melibatkan lima perajin untuk membantu usahanya tersebut.
Para perajin itu bisa menyelesaikan 100 lamak kepeng dalam lima hari. Adapun, untuk 100 lamak daun bisa dirampungkan dalam tiga hari.
Sukiana tidak menghitung omzet maupun laba dari usaha lamaknya. Yang jelas, saat mendekati Hari Raya Galungan, permintaan hiasan itu meningkat karena umumnya umat Hindu memasang lamak baru di palinggih. “Ada yang pesan hingga 800 lamak dan kami mengerjakannya bertahap karena tingginya permintaan,” tuturnya.
Sukiana berkomitmen untuk segera melunasi pinjamannya dari BRI seiring dengan pulihnya usaha lamaknya. Melalui usaha tersebut, ia bisa membiayai anak bungsunya kuliah di HI Campus, Buleleng. “Si bungsu sekarang lagi magang di Taiwan,” ungkap ayah tiga anak itu.
Regional CEO BRI Denpasar Hery Noercahya menuturkan pemberian KUR bertujuan memperkuat permodalan usaha dalam rangka percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. “Manfaat yang dirasakan oleh pelaku UMKM adalah terbantu dalam pembiayaan dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan produksi dan menjadi mandiri sehingga memberikan efek terhadap pendapatan masyarakat yang semakin meningkat,” ujarnya.
BRI, Herry menambahkan, berupaya mempermudah UMKM untuk mengakses KUR. Misalkan, persyaratan pengajuan pinjaman yang mudah hingga jaringan kantor BRI yang menjangkau masyarakat di pelosok.
Adapun penyaluran KUR mikro oleh BRI Regional Office Denpasar mencapai 254.202 nasabah dengan total plafon Rp 11,4 triliun pada 2024. Dari jumlah itu, KUR mikro disalurkan kepada 24.255 nasabah sektor industri dengan plafon Rp 1,1 triliun.
Adapun, Direktur Utama BRI Sunarso beberapa waktu lalu mengungkapkan program stimulus restrukturisasi kredit karena COVID-19 terbukti mampu menyelamatkan sebagian besar bisnis UMKM selama wabah di Indonesia.
Apalagi, UMKM memberikan kontribusi sebesar 60,3% dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, UMKM menyerap 97% tenaga kerja dan menyediakan 99% lapangan kerja di Tanah Air.