Putu Edit Andi Pratama tak menyangka hobinya mengenakan jam tangan membuat ia merintis usaha arloji kayu pada 2018. Saat itu, ia membuat jam tangan kayu karena ingin tampil beda.
“Saat itu jam kayu belum populer,” tuturnya kepada infoBali, Selasa (15/4/2025).
Edit lalu membuat arloji kayu pertamanya. Warga Desa Medewi, Jembrana, Bali, itu mengunggah hasil karyanya tersebut di media sosial dan mendapat respons positif dari kawan-kawannya.
“Dari sana lah, saya berpikir, bikin jam tangan kayu yang layak untuk dijual. Apalagi kompetitor di Bali sangat minim,” tutur pria berusia 37 tahun tersebut.
Perlu waktu satu tahun bagi Edit untuk eksperimen membuat arloji kayu agar bisa diproduksi massal. Dia belajar membuat jam tangan kayu secara autodidaktik karena saat itu tidak banyak tutorial pembuatan arloji kayu.
Apalagi membuat jam tangan kayu sangat kompleks. “Selama setahun itu banyak trial and error,” kenang ayah dua anak itu.
Edit mulai memasarkan jam tangan kayu buatannya, Rocke Hand Craft, pada awal 2019. Ia mengunggah foto yang estetik, membuat Instagram untuk penjualan, hingga menggunakan media sosial berbayar untuk mempromosikan arloji kayu dari Gumi Makepung, sebutan Jembrana, tersebut.
Saat itu, Edit membuat tiga model arloji kayu untuk perempuan dan pria. Jam tangan itu dibanderol dengan harga Rp 350 ribu, Rp 400 ribu, dan Rp 450 ribu.
Perlahan tapi pasti, jam tangan buatan Edit mulai laku. Ia pun mengajukan pinjaman ke BRI Rp 50 juta melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada akhir 2019.
Pinjaman tersebut digunakan Edit untuk membeli alat produksi dan sejumlah bahan baku seperti kaca, jarum, hingga pen. Ia menggunakan kayu sonokeling dan mapel untuk tali arloji.
Menurut Edit, kala itu pinjaman bisa turun karena rerata ia memperoleh pendapatan Rp 7-10 juta per bulan. “Saat itu 30 jam tangan bisa terjual,” ungkapnya.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Jembrana membantu Edit dengan memfasilitasinya mengikuti pameran, salah satunya di Jakarta. Melalui pameran-pameran itu lah arloji kayu Edit mulai dikenal.
Edit meminjam uang lagi ke BRI pada 2022 sebesar Rp 300 juta. Saat itu ia ingin memperbesar usahanya dengan merekrut pegawai dan mengembangkan produk baru, jam digital bertali kayu.
Jam tangan buatan Edit saat ini dijual mulai dari Rp 250 ribu (bertali kulit) hingga Rp 500 ribu (bertali kayu). Pembelinya pun tidak hanya dari Pulau Dewata, melainkan dari Jakarta hingga Samarinda.
Kini, Edit memiliki dua karyawan. Ia bisa memproduksi 200 arloji per bulan. Pendapatannya pun melonjak hingga Rp 20 juta per bulan.
Menurut Edit, salah satu faktor usahanya bisa berkembang karena adanya KUR. “Melalui program KUR, kami jadi bisa membeli alat sehingga produksi jam tangan bia lebih cepat dan banyak,” urainya.
Regional CEO BRI Denpasar Hery Noercahya menuturkan pemberian KUR bertujuan memperkuat permodalan usaha dalam rangka percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. “Manfaat yang dirasakan oleh pelaku UMKM adalah terbantu dalam pembiayaan dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan produksi dan menjadi mandiri sehingga memberikan efek terhadap pendapatan masyarakat yang semakin meningkat,” ujarnya.
BRI, Herry menambahkan, berupaya mempermudah UMKM untuk mengakses KUR. Misalkan, persyaratan pengajuan pinjaman yang mudah hingga jaringan kantor BRI yang menjangkau masyarakat di pelosok.
Adapun penyaluran KUR mikro oleh BRI Regional Office Denpasar mencapai 254.202 nasabah dengan total plafon Rp 11,4 triliun pada 2024. Dari jumlah itu, KUR mikro disalurkan kepada 24.255 nasabah sektor industri dengan plafon Rp 1,1 triliun.