Setiap tanggal 9 Dzulhijjah, umat Islam di seluruh dunia menyambut Hari Arafah, momen penting dalam kalender Islam yang berkaitan erat dengan ibadah haji di Tanah Suci. Pada Hari Arafah, para jemaah haji melaksanakan wukuf di Padang Arafah, salah satu rukun haji yang paling utama.
Sementara bagi umat Islam yang tidak berhaji, disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah yang diyakini menghapus dosa selama dua tahun.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Hal ini sering memunculkan pertanyaan apakah puasa Arafah harus dilaksanakan bersamaan dengan hari wukuf di Arafah? Atau boleh mengikuti penanggalan Hijriyah lokal masing-masing negara, seperti Indonesia? Simak penjelasannya berikut ini.
Dilansir dari laman NU Online, puasa Arafah tetap dilaksanakan berdasarkan tanggal 9 Dzulhijjah yang ditetapkan oleh pemerintah atau otoritas keagamaan di masing-masing negara, bukan mengikuti kalender Arab Saudi.
Hal ini diperkuat dalam kitab Hasyiatul Jamal karya Syekh Sulaiman al-Jamal
ويوم عرفة الذي يظهر لهم أنه يوم عرفة سواء التاسع والعاشر لخبر الفطر يوم يفطر الناس والأضحى يوم يضحي الناس رواه الترمذي وصححه وفي رواية للشافعي وعرفة يوم يعرف الناس ومن رأى الهلال وحده أو مع غيره وشهد به فردت شهادته يقف قبلهم لا معهم ويجزيه إذ العبرة في دخول وقت عرفة وخروجه باعتقاده
Artinya: “Hari Arafah adalah hari yang menurut orang-orang tampak sebagai hari Arafah, meski tanggal 9 dan 10 Dzulhijjah, mengingat hadits, ‘Berbuka (tidak lagi berpuasa) yaitu hari di mana orang-orang tidak berpuasa dan Idul Adha adalah hari-hari dimana orang menyembelih kurban,’ (HR. Tirmidzi)
Syekh Abdurrahman al-Jaziri, dalam al-Fiqhu ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, menjelaskan:
إذا ثبتت رؤية الهلال في جهة وجب على أهل الجهة القريبة منها من كل ناحية أن يصوموا بناء على هذا للثبوت والقرب يحصل باتحاد المطلع بأن يكون بينهما أقل من أربعة وعشرين فرسخا تحديدا أما أهل الجهة البعيدة فلا يجب عليهم الصوم بهذه الرؤية لاختلاف المطلع
Artinya: “Jika hilal telah terlihat di suatu daerah, maka wajib bagi penduduk daerah yang dekat dari segala arah untuk berpuasa berdasarkan penetapan itu. Kedekatan ini ditentukan dengan kesamaan tempat terbit bulan (ittihadul mathla’), yaitu jika jaraknya kurang dari dua puluh empat farsakh secara pasti. Adapun penduduk daerah yang jauh, maka mereka tidak wajib berpuasa berdasarkan rukyatul hilal tersebut karena perbedaan tempat terbit bulan,” (juz 1, halam 871)
Dalam hal ini, acuan hari Arafah adalah kesepakatan masyarakat berdasarkan penampakan hilal di wilayah masing-masing. Maka, umat Islam Indonesia dapat menjalankan puasa Arafah sesuai kalender hijriyah nasional, meskipun tidak bertepatan dengan pelaksanaan wukuf di Arab Saudi.
Puasa Arafah dilakukan pada hari ke-9 bulan Dzulhijjah, sehari sebelum Idul Adha. Puasa ini merupakan yang paling utama di antara ketiga jenis puasa.
Idul Adha diperkirakan jatuh pada Jumat (6/6/2025), maka Puasa Arafah diperkirakan ditunaikan pada Kamis (5/6/2025).
Keutamaan puasa ini disebut dalam hadits shahih. Rasulullah Saw bersabda:
“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim).
Bagi umat Islam yang tidak berhaji disyariatkan untuk berpuasa, sementara umat yang sedang berhaji tidak disyariatkan berpuasa pada hari Arafah agar memiliki kekuatan untuk wukuf dan ibadah lainnya.