100 Tahun Walter Spies, Bali Dipenuhi Karya Sarat Kritik Sosial

Posted on

Pameran seni bertajuk ROOTS – One Hundred Years of Walter Spies in Bali resmi digelar di ARMA Museum & Resort, Ubud, Gianyar. Pameran ini menjadi bagian dari peringatan 100 tahun kehadiran Walter Spies di Bali, seniman asal Jerman yang dikenal berjasa dalam mengembangkan seni lukis, tari, dan musik di Pulau Dewata sejak 1923.

Michael Schindhelm, seniman sekaligus direktur proyek ROOTS, menyebutkan digelarnya pameran pada tahun ini adalah kebetulan. Pihaknya sejak 2017 sudah merancang pembuatan film tentang Walter Spies, namun prosesnya sempat tertunda karena keterbatasan biaya dan pandemi COVID-19.

“Bali adalah paradise di mata Spies. Dia ingin Bali punya otonomi sendiri, bisa independen dari pemerintah kolonial dan berkembang dari pariwisata. Saya rasa sekarang juga Spies masih ingin Bali punya otonomi sendiri terhadap over tourism, manajemen air yang buruk, masalah Bali hari-hari ini yang kami angkat dalam pameran,” kata Michael dalam media visit dan preview, Jumat (23/5/2025).

Dalam pengamatan infoBali, karya seni yang dipamerkan menampilkan warna-warna mencolok sekaligus menyuarakan isu-isu penting, mulai dari spiritualitas Bali pra-Hindu, tragedi 1965, dampak pariwisata, hingga refleksi perjalanan batin manusia.

Ragam karya yang dipamerkan antara lain lukisan akrilik di atas kanvas dan instalasi seni tiga dimensi karya Made Bayak, serta poster digital karya Gus Dark. Keduanya dikenal sebagai seniman yang aktif dalam isu kemanusiaan dan lingkungan.

Tercatat sekitar 100 karya dipamerkan, dengan kritik sosial yang kuat terhadap kondisi Bali saat ini. Beberapa karya menyoroti nasib kelompok marginal yang tersisih bahkan mengalami kriminalisasi.

Salah satu karya Gus Dark menggambarkan seorang jurnalis yang diinjak sepatu boots raksasa di atas tumpukan surat kabar. Sosok bersepatu itu mengancam sang jurnalis yang sedang memegang mikrofon, seolah menantangnya untuk ‘bermain detektif’.

“Saya dulu pernah kerja jadi jurnalis. Jadi, poster yang digambar secara digital ada yang bercerita tentang kriminalisasi terhadap media. Bagaimana media rentan dibungkam, tapi bisa saya suarakan lewat gambar,” kata Gus Dark kepada infoBali.

Di ruangan bertema Family & Mass Tourism, instalasi seni karya Made Bayak mencuri perhatian. Berupa bathtub berisi tanaman padi dan papan bertuliskan ‘concrete or rice?’, karya ini menyentil pertarungan antara pembangunan dan kelestarian lahan pertanian.

“Karya-karya yang saya buat, bicara tentang politik, budaya, dan lingkungan yang mempengaruhi kondisi Bali hari ini. Bukan statement anti pembangunan, tapi dasar atau akar untuk refleksi bersama. Apakah pariwisata sebagai sumber penghidupan sudah berada di track yang benar? Misalnya, subak yang jadi heritage kita, tantangannya adalah pembangunan,” ujar Made Bayak.

Pameran ROOTS dapat dikunjungi mulai 24 Mei hingga 14 Juni 2025 di ARMA Museum & Resort, Jalan Made Lebah, Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar. Pengunjung tidak perlu khawatir soal akses dan fasilitas karena tersedia area parkir luas serta kedai kopi di samping gedung pameran.

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *