Salah satu hak eksklusif yang dimiliki oleh negara adalah mencetak uang. Negara merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk mencetak uang, yang pelaksanaannya dilakukan oleh bank sentral masing-masing negara.
“Negara adalah satu-satunya lembaga yang berhak mencetak uang, hal ini akan dilakukan oleh bank sentral di setiap negara,” demikian dikutip infoFinance dari buku Keuangan Negara karya Pandapotan Ritonga.
Di Indonesia, otoritas yang berwenang dalam mencetak uang adalah Bank Indonesia (BI). Proses pencetakan fisik uang sendiri dilakukan oleh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri). Kegiatan mencetak uang ini merupakan bagian dari sumber pembiayaan negara, namun pelaksanaannya tidak bisa dilakukan sembarangan.
Mungkin infoers pernah bertanya-tanya: “Kalau negara bisa mencetak uang, kenapa tidak mencetaknya dalam jumlah banyak saja agar masyarakat bisa sejahtera dan terbebas dari utang?” Jawabannya, mencetak uang sembarangan justru berbahaya bagi perekonomian negara.
Berikut ini penjelasan mengapa mencetak uang secara berlebihan bukanlah solusi untuk mengatasi kemiskinan atau utang negara:
Ketika pemerintah mencetak uang dalam jumlah besar tanpa memperhatikan keseimbangan ekonomi, maka nilai mata uang tersebut akan menurun.
“Ketika pemerintah mencetak uang dalam jumlah besar, nilai uang itu sendiri akan turun,” dikutip dari buku Pengantar Ekonomi karya Roeskani Sinaga, dkk.
Jika peredaran uang di masyarakat tidak diimbangi dengan ketersediaan barang dan jasa, maka harga-harga akan naik tajam. Kondisi ini membuat uang menjadi tidak bernilai, karena masyarakat harus membayar lebih mahal untuk barang yang sama.
Peningkatan jumlah uang beredar yang tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan inflasi. Inflasi adalah kondisi ketika harga-harga barang dan jasa mengalami kenaikan secara umum dan terus-menerus.
Semakin tinggi inflasi, semakin rendah daya beli masyarakat. Artinya, jumlah uang yang dimiliki tidak lagi bisa membeli barang sebanyak sebelumnya. Masyarakat pun akan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.
Mencetak uang tanpa dukungan komoditas atau aset riil tidak serta-merta menambah kekayaan negara. Sebaliknya, pencetakan uang secara sembrono dapat memperparah kondisi utang negara.
“Uang yang dicetak tidak ditopang komoditas, maka pertambahan aset pemerintah justru tidak bertambah.”
Dengan kata lain, negara tidak memiliki jaminan atau cadangan kekayaan untuk menutupi pencetakan uang tersebut. Jika digunakan untuk membayar utang, maka negara justru berisiko mengalami krisis ekonomi yang lebih dalam.
Mencetak uang memang merupakan hak negara, namun pelaksanaannya harus melalui perhitungan yang matang dan pengawasan ketat. Pencetakan uang yang tidak terkendali dapat menyebabkan penurunan nilai mata uang, inflasi parah, hingga menambah beban utang negara.
Jadi, alih-alih mencetak uang sebanyak-banyaknya, pemerintah lebih memilih mengelola keuangan negara melalui kebijakan fiskal dan moneter yang berimbang agar ekonomi tetap stabil dan masyarakat terlindungi dari gejolak harga.
Artikel ini telah tayang di infoFinance. Baca selengkapnya