Bodega, Kedai Kopi Berkonsep Ramah Lingkungan di Ubud

Posted on

Peralatan makan dari bahan kaca dan stainless steel terpajang di rak dapur Bodega Coffee Shop. Rupanya, berbagai peralatan makan itu merupakan barang bekas (secondhand) yang dipakai lagi di kedai kopi itu.

Selain peralatan makan, barang interior, seperti meja dan kursi yang berbahan kayu jati dan ulin, juga barang bekas pakai. Walhasil, hampir semua peralatan di kedai kopi yang beralamat di Jalan Cempaka Putih Nomor 18, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Gianyar, itu merupakan barang bekas.

“Sekitar 90% secondhand,” kata Dian Sonnerstedt, pemilik Bodega Coffee Shop saat ditemui infoBali di lokasi, Minggu (18/5/2025).

“Ini meja dan kursi dari kayu yang di-reclaim. Alat makan ini juga secondhand. Ada pula perabotan dari rumah maupun usaha lama yang saya gunakan kembali, seperti kipas gantung ini sudah tiga kali dipakai. Ada juga dari kayu baru, tetapi sisaan pembuatan perabotan lain,” tutur Dian.

Dian bukan hanya pebisnis, tetapi juga pemengaruh di internet dengan akun @mamaserbabisa. Keseharian Dian yang bergaya hidup ramah lingkungan dibagikan kepada pengikutnya. Ia menggunakan listrik dari panel surya, kompor berbahan bakar biogas hingga mesin komposter canggih di rumahnya.

Gaya hidup ramah lingkungan itu juga diterapkan Dian dalam bisnisnya. Walhasil, sejak Bodega Coffee Shop berdiri 11 tahun lalu, Dian memang meniatkan supaya usahanya sejalan dengan kesadaran tentang ramah lingkungan. Ia kerap menganjurkan pengunjung untuk dine in (makan di tempat) maupun membawa wadah sendiri untuk take away (bawa pulang).

Bodega Coffee Shop menyiapkan kemasan kopi dan makanan dari bahan pati jagung, bagasse (ampas tebu) hingga kertas untuk take away. Meski demikian, Dian tidak memungkiri masih ada pelapis plastiknya. Walhasil, Dian menghadirkan opsi peralatan ramah lingkungan yang bisa dibeli di kedai kopinya. Mayoritas berasal dari usaha lokal yang telah ia kurasi.

Bagi Dian, Bodega Coffee Shop bukan sekadar untuk berbisnis, melainkan upayanya memberi dampak positif terhadap lingkungan. Dia juga menggunakan bahan lokal yang rendah emisi di kedai kopinya itu.

Dian mengaplikasikan konsep ramah lingkungan dari hulu ke hilir. Sisa makanan maupun kemasan non organik seperti kaleng dan kaca dipilahnya. Sampah non organik itu disetorkan ke EcoBali Recycling, sementara sisa makanan diolah menjadi kompos melalui ClimeMates.

Tak hanya itu, teknologi hadir turut menyempurnakan usaha kopi Dian. Terdapat grease trap di dapur Bodega Coffee Shop. Fungsinya agar lemak menjadi terpisah saat proses pencucian di wastafel. Walhasil, air yang dikeluarkan dari saluran pembuangan bisa lebih minim limbah. Endapan lemak pun bisa dikompos.

Dian menampik jika berbisnis ramah lingkungan yang dijalaninya sebagai sesuatu yang ribet dan mahal. Baginya, bisnis ramah lingkungan mungkin tampak mahal pada awalnya. Namun, karena bisa digunakan berulang kali dalam jangka panjang, maka jatuhnya menjadi terjangkau. Hal ini dapat menekan biaya operasional dari kemasan plastik yang harus dibeli terus-menerus. Belum lagi, perabotan yang dibelinya secondhand sehingga bisa lebih murah.

“Perabotan kan tinggal dicuci dengan sabun cuci. Seminggu sekali, kami juga lakukan deep cleaning. Bedanya, ini direndam air panas yang ditambahkan baking soda, cuka, dan lemon sebelum digosokkan,” ucap Dian.

Bukan saja soal perabotan, sumber daya manusianya juga turut ‘dihijaukan’ oleh Dian lewat program training. Bagi Dian, pekerja tidak harus sempurna sejak awal. Namun, yang terpenting, mereka mempunyai kemauan belajar. ‘Satu persen lebih baik setiap hari’ menjadi nilai yang dianut Dian.

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *