Gurihnya Bisnis Kos-kosan di Bali

Posted on

Devon Andarawata menyeruput es kopinya secara perlahan di sebuah kedai di bilangan Batubulan, Gianyar, Selasa (22/4/2025). Es kopi itu menjadi minuman pembuka cerita Devon mengenai bisnis kos-kosan di Bali.

Sambil sesekali mengembuskan asap rokoknya, Devon membagi perspektif sebagai pengusaha kos-kosan di Bali. Ia mengamini bisnis kos-kosan di Pulau Dewata begitu menjanjikan. “Tinggal tidur aja, uang masuk. Nggak perlu susah-susah pasang iklan,” ujar Devon santai kepada infoBali.

Kos-kosan di Bali memang begitu laris. Walhasil, bisnis sewa-menyewa kamar kos di Pulau Dewata begitu gurih. Di satu sisi, pendatang pun sulit menemukan kos dengan harga dan kondisi yang sesuai.

Kesulitan mencari kos di Bali bahkan menjadi topik yang tak pernah habis dibahas, termasuk di media sosial (medsos). Kesulitan mencari tempat tinggal sementara ini juga dimanfaatkan sebagian orang untuk berbuat kriminal.

Baru-baru ini, Cenin, warga asal Kalimantan, menjadi korban penipuan berkedok penyewaan kos-kosan di Denpasar. Cenin juga mendapatkan aduan dari korban lain. Total ada sebanyak 26 orang yang menjadi korban penipuan dengan total kerugian mencapai Rp 616 juta.

Ketidaksesuaian suplai dan permintaan diduga menjadi penyebab kesulitan mencari kos di Bali. Suplai kos-kosan yang masih rendah itu dimanfaatkan menjadi peluang bagi keluarga Devon.

Keluarga Devon memiliki tiga kos-kosan di Denpasar. Satu di antaranya berada di Jalan Pulau Moyo. Lokasinya strategis, meski bukan kawasan elite.

Kos-kosan keluarga Devon di Jalan Pulau Moyo harga sewanya Rp 1,3 juta per bulan. Fasilitasnya berupa kasur, lemari, kamar mandi dalam, dan air. Namun, pemakaian air dibatasi dan listrik ditanggung sendiri oleh penghuni di luar harga sewa.

Lokasi kos-kosan kedua berada di Jalan Tukad Bilok, Denpasar. Fasilitasnya sama dengan kos-kosan di Jalan Pulau Moyo. Namun, lokasinya di daerah yang lebih elite sehingga harga sewanya pun lebih mahal, yakni Rp 1,5 juta per bulan.

Satu lagi kos-kosan milik keluarga Devon berada di Jalan Tukad Musi. Terdapat delapan kamar di sana. Tarifnya lebih mahal dibandingkan dua lokasi sebelumnya, yakni mencapai Rp 1,9 juta per bulan. Fasilitasnya sama dengan dua kos sebelumnya. Harga sewa kamar lebih tinggi karena dilengkapi smart TV.

Awal mula bisnis kos-kosan di halaman selanjutnya


Keluarga Devon mulai berbisnis sewa kos-kosan pada akhir 2020. Tak mudah untuk memulai bisnis itu. Ada banyak berkas yang harus diurus, seperti sertifikat tanah dan sebagainya. Ada pula ‘kerja sama’ dengan desa adat setempat. “Mereka dapat bagian, Berupa cash pastinya,” ujar Devon.

Kos-kosan di Jalan Pulau Moyo, Denpasar, menjadi langkah awal bisnis kos-kosan keluarga Devon. Seusai itu, bisnis berkembang ke kos-kosan di Jalan Tukad Bilok dan Jalan Tukad Musi.

Modal bisnis kos-kosan keluarga Devon bervariasi, dari Rp 300 juta hingga Rp 700 juta untuk membangun baru. Hanya kos-kosan di Jalan Tukad Musi menghabiskan biaya awal Rp 150 juta. Biayanya awal lebih murah lantaran rumah tinggal keluarga yang direnovasi menjadi kos-kosan.

Semua bisnis kos-kosan keluarga Devon berada di atas tanah milik keluarga. Ibu Devon yang dahulunya seorang pengembang properti menjadi otak di balik pengembangan bisnis itu.

Sementara bisnis kos-kosan keluarga Kariasih berada di bilangan Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Kos-kosan ini berdiri di atas tanah warisan keluarga. Setengahnya difungsikan sebagai rumah tinggal.

Berbeda dengan keluarga Devon, bisnis kos-kosan keluarga Kariasih terbilang lebih kecil. Total ada lima kamar di kos-kosan keluarga Kariasih. Satu kamar dipakai sebagai tempat menyimpan alat-alat persembahyangan. Walhasil, hanya ada empat kamar yang disewakan.

Berbeda dengan Devon, Kariasih mengungkapkan tak perlu izin yang rumit untuk memulai bisnis kos-kosan. “Ini tanah kami sendiri, banjar kami sendiri. Kami warga sini, bangun saja langsung, nggak mikir izin-izinan ribet. Di sini semua saudara,” tutur Kariasih, Minggu (27/4/2025).

Kos-kosan keluarga Kariasih disewakan Rp 800 ribu per bulan. Harganya sempat berada di Rp 900 ribu per bulan sebelum pandemi COVID-19. Saat pagebluk penyakit itu, keluarga Kariasih menurunkan harga menjadi Rp 700 ribu per bulan. Setelah pandemi, harganya naik Rp 100 ribu per bulan.

Fasilitas kos-kosan keluarga Kariasih cukup lengkap. Ada air, listrik, kamar mandi dalam, teras kecil, dapur, wastafel hingga wifi. Bahkan, ada kanopi untuk melindungi motor dari sengatan panas matahari. “Yang penting mereka nyaman. Mau tidur-tiduran di teras juga bisa, kamarnya juga cukup luas,” kata Kariasih.

Keluarga Kariasih tak menaikkan harga kamar kos lagi meski pagebluk COVID-19 telah lama usai. Padahal, harga kamar kos di berbagai lokasi sudah meroket, termasuk bisnis kos-kosan keluarga Devon yang sudah berulang kali menaikkan harga.

“Astungkara, kami pernah susah. Makanya sekarang, meski orang suruh naikin harga jadi Rp 1 juta saja, kami nggak mau. Kasihan,” tutur perempuan berusia 43 tahun itu.

Gurihnya bisnis kos-kosan di halaman selanjutnya

Bisnis kos-kosan keluarga Kariasih terisi penuh. Semua penghuni betah dan enggan pindah. Meskipun banyak kos-kosan di Jimbaran yang menawarkan fasilitas lebih lengkap, kamar yang disewakan keluarga Kariasih tetap jadi pilihan karena harganya terjangkau.

“Sekarang empat orang di kosan, semua kerja. Ada yang bujang, ada yang sudah berkeluarga. Tetapi ya semua kami samakan. Nggak ada beda harga,” jelas Kariasih.

Keluarga Kariasih turun langsung menjalankan operasional kos sehari-harinya. Hampir semua urusan kecil, seperti mengganti lampu hingga membetulkan keran air bocor, dilakukan oleh keluarga. Keluarga juga turun tangan langsung membeli perkakas. Hanya dibantu tukang harian yang diberi ongkos Rp 200 ribu.

Tak cuma itu, sampah pun diurus langsung oleh keluarga. “Bibi yang nyapu. Sampah-sampah kadang dibuang sembarangan, ya kami beresin,” tutur Kariasih.

Keluarga Devon merasakan gurihnya bisnis kos-kosan di Pulau Dewata. Terbukti, bisnis kos-kosan keluarganya yang awalnya hanya di satu lokasi berkembang menjadi tiga tempat.

Devon membagikan kunci dalam dunia sewa-menyewa kamar kos di Bali. Pria berusia 27 tahun itu mengungkapkan kunci sukses dalam bisnis kos-kosan adalah menguasai circle atau jaringan informasi antar-penghuni. Siapa yang tidak punya koneksi, tutur Devon, hampir pasti kalah cepat mendapatkan penyewa.

“Kamar di kos kami terbatas. Banyak teman-teman penghuni yang masih belum bisa dapat kamar. Jadi, begitu ada satu anak keluar, langsung ada yang nge-tag. Harus punya circle buat tahu ada kamar kosong,” ungkap Devon.

Larisnya bisnis kos-kosan membuat keluarga Devon bisa menaikkan harga secara bertahap hampir setiap tahun, menyesuaikan dengan permintaan. “Dahulu mulai Rp 1 juta. Sekarang di Pulau Moyo aja udah Rp 1,3 juta,” tutur Devon.

Lelaki asli Bali itu bersyukur atas tingginya permintaan sewa kamar kos di Pulau Dewata. Hal itu menyebabkan bisnis kos keluarganya cepat balik modal, yakni hanya dalam waktu setahun saja. Walhasil, keluarga Devon bisa meraup keuntungan setelah tahun pertama.

Keuntungan bisnis kos-kosan bisa menjadi pemasukan sampingan bagi keluarga Devon. Pemasukan itu bahkan bisa membiayai pendidikan Devon hingga tamat Strata 3 (S-3) jurusan hukum kenotariatan.

Berbeda dengan keluarga Devon, bisnis kos-kosan keluarga Kariasih bisa balik modal antara empat sampai lima tahun.

Sambil menyeruput kopi dan mencocol kentang goreng ke saus sambal, Devon juga bercerita mengenai tantangan dalam bisnis kos-kosan. Kenakalan penghuni yang sebagian besar masih mahasiswa menjadi tantangan paling besar.

“Tingkah laku penghuni kadang ngeselin. Kalau udah keterlaluan, ya langsung di-cut, yang mau masuk juga nggak sedikit,” ujar Devon santai.

Devon melarang keras penghuni kos merokok di dalam kamar. Sebab, tindakan itu, menurutnya, dapat mempercepat kerusakan air conditioner (AC). Meski AC dalam keadaan mati, asap rokok bisa terserap mesin, mempercepat kerusakannya.

“AC itu nyerap nikotin. Rusaknya cepat. Makanya, ngerokok di kamar nggak boleh, titik,” tegas Devon.

Keributan juga menjadi masalah. Kos-kosan ini banyak dihuni orang-orang yang mendambakan ketenangan. Satu penghuni berisik bisa langsung memicu keluhan. Kalau sudah keterlaluan, Devon dan keluarganya tak segan mengeluarkan penghuni yang membuat gaduh.

“Kalau cuma minum asal nggak ribut, ya nggak apa-apalah. Kalau untuk penghuni yang cosplay suami-istri itu sih urusan mereka. Kami cuma sediakan tempat tinggal aja, nggak ngurus kehidupan pribadi orang,” tutur Devon terkekeh kecil.

Kariasih juga menceritakan tantangan keluarganya dalam mengelola bisnis kos-kosan. Pengalaman mengelola bisnis kos-kosan selama hampir 20 tahun membuat Kariasih paham betul kerasnya dunia penyewaan kamar murah di Bali.

Ia mengungkapkan harus kuat dalam menjalankan bisnis kos-kosan. Meski bisnis ini begitu menjanjikan di Bali, tak jarang ada penghuni yang berulah, termasuk tidak membayar.

“Ada yang bayar ada yang nggak, bahkan ada yang kabur. Sampe sebulan nggak bayar, tiba-tiba kabur. Padahal sudah kami anggap saudara,” keluh Kariasih.

Gurihnya Bisnis Kos-kosan

Manis-Pahit Mengelola Bisnis Kos

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *