Kompos Gratis dari TPST Mengwitani untuk Warga

Posted on

Saban hari, puluhan ton sampah organik dikirim ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mengwitani, Badung. Sampah dari sisa makanan hingga daun-daunan itu diolah menjadi kompos. Kompos itu lalu dibagikan gratis kepada warga yang ingin menghijaukan pekarangan rumah.

TPST Mengwitani menerima 40 hingga 50 ton sampah tiap hari. 70% di antaranya adalah sampah organik. “Ini membuktikan bahwa potensi pengolahan kami besar sekali,” kata Koordinator TPST Mengwitani, Dewa Gede Adi Pramartha, beberapa waktu lalu.

Proses pengolahan sampah organik menjadi kompos tak instan. Ada peran teknologi dan waktu yang bekerja. Sampah organik, baik basah maupun kering, awalnya dicacah menggunakan mesin RA-X, tub grinder, dan pencacah. “Setiap harinya, hasil cacahan sampah organik mencapai kurang lebih 9 ton,” ungkap Adi Pramartha.

Setelah dicacah, sampah difermentasi yang dibantu cairan biofighter. Proses ini memakan waktu sekitar dua bulan hingga kompos matang dan siap panen. Hasil kompos juga sudah melalui uji laboratorium dan dinyatakan aman dimanfaatkan untuk tanaman.

Kompos yang dihasilkan TPST Mengwitani lalu didedikasikan kembali untuk masyarakat, khususnya untuk kebutuhan berkebun skala rumah tangga, mulai dari tanaman hias, sayuran hingga buah-buahan di pekarangan.

“Hasil kompos ini kan bisa dibilang, sampah dikelola, kemudian hasilnya kembali bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” terang Adi Pramartha.

Warga yang ingin mendapatkan kompos dari TPST Mengwitani sangat mudah dan tanpa biaya. Mereka cukup datang langsung ke TPST Mengwitani dan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Setiap warga bisa mendapatkan maksimal 15 kampil kompos secara gratis. “Jadi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan berkebun di rumah,” ucap Adi Pramartha.

Namun sayang, belum banyak warga yang memanfaatkan peluang ini. Adi Pramartha mengajak masyarakat untuk lebih sadar akan pentingnya pengelolaan sampah organik dan pemanfaatannya kembali demi lingkungan yang lebih hijau.