Kantor Imigrasi Kelas II TPI Singaraja mendeportasi sebanyak 28 warga negara asing (WNA) sepanjang tahun ini. Pelanggaran keimigrasian yang dilakukan didominasi penyalahgunaan izin tinggal dan overstay.
Kasi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Imigrasi Singaraja, Adhy Tri Nugroho, mengatakan dari total WNA yang dideportasi tersebut, tiga negara dengan jumlah terbanyak berasal dari China, Sri Lanka, dan Turki.
“Untuk tiga besar negara asal WNA yang dideportasi, China sebanyak enam orang, kemudian Sri Lanka lima orang, dan Turki empat orang,” kata Adhy, Rabu (24/12/2025).
Adhy menjelaskan pelanggaran yang paling banyak ditemukan di wilayah kerja Kantor Imigrasi Singaraja adalah penyalahgunaan izin tinggal. Selain itu, kasus overstay atau melebihi batas waktu tinggal juga masih kerap terjadi.
“Dominasi pelanggarannya itu penyalahgunaan izin tinggal dan overstay. Ini yang paling banyak kami temukan,” jelasnya.
Adhy menambahkan pengawasan terhadap keberadaan dan aktivitas orang asing akan terus diperketat. Langkah tersebut dilakukan untuk memastikan seluruh WNA yang berada di wilayah kerja Imigrasi Singaraja mematuhi aturan keimigrasian yang berlaku di Indonesia.
Batalkan Paspor 13 Orang
Imigrasi Singaraja membatalkan penerbitan paspor terhadap 13 orang pemohon yang diduga akan berangkat sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural sepanjang tahun 2025. Pembatalan dilakukan setelah petugas menemukan sejumlah indikasi mencurigakan saat proses wawancara.
Kepala Kantor Imigrasi Singaraja Anak Agung Gde Kusuma Putra menjelaskan, dugaan tersebut terungkap ketika para pemohon tidak mampu menjelaskan secara jelas tujuan keberangkatan, negara yang akan dituju, hingga pihak yang akan ditemui di luar negeri. Keterangan yang disampaikan para pemohon juga dinilai berubah-ubah.
“Dari hasil wawancara, tujuan keberangkatan mereka tidak jelas dan keterangannya tidak konsisten. Selain itu, tidak ada rekomendasi dari kepala lingkungan atau kelian desa adat, serta izin dari orang tua juga tidak ada. Itu menjadi salah satu indikasi kuat akan bekerja secara nonprosedural,” ujarnya, Rabu.
Imigrasi kemudian melakukan pendalaman lebih lanjut terhadap berkas dan keterangan para pemohon. Hasil pemeriksaan tersebut menguatkan dugaan bahwa ke-13 orang tersebut berencana bekerja ke luar negeri tanpa mengikuti prosedur resmi.
Dari jumlah tersebut, sebagian besar merupakan warga Bali, sementara lainnya berasal dari luar Provinsi Bali. Salah satu pemohon bahkan tercatat memiliki KTP Medan dan mengajukan paspor di Singaraja. Setelah ditelusuri, pemohon tersebut sebelumnya pernah mengajukan paspor dengan tujuan wisata di kantor Imigrasi lain.
“Namun pada praktiknya, yang bersangkutan justru berangkat melalui jalur tidak resmi dan sempat diberangkatkan menggunakan kapal menuju negara tujuan. Sesampainya di sana, dia merasa tidak nyaman karena kondisi kerja tidak sesuai dengan janji awal, lalu kabur dan berpindah-pindah. Setelah itu, dia mencoba mengajukan paspor lagi di sini,” jelasnya.
Pemberian keterangan yang tidak benar pada pengajuan sebelumnya menjadi salah satu dasar kuat bagi Imigrasi Singaraja untuk membatalkan permohonan paspor tersebut. Imigrasi menegaskan, sebelum paspor diterbitkan, pihaknya wajib memastikan pemohon tidak akan mengulangi perbuatan yang sama.
Selain pembatalan karena dugaan PMI nonprosedural, Kantor Imigrasi Singaraja juga mencatat pembatalan paspor dalam jumlah besar dengan alasan administrasi. Tercatat sebanyak 457 permohonan dibatalkan karena berkas tidak lengkap atau pemohon tidak datang, serta 70 permohonan dibatalkan akibat duplikasi data.






