Sampah kiriman laut kembali menjadi persoalan rutin di wilayah pesisir Bali, khususnya pada musim penghujan yang berlangsung sekitar November hingga April. Hampir setiap hari, sampah laut terdampar di sejumlah pantai di wilayah barat Kabupaten Badung, mulai dari Jimbaran hingga Cemagi.
Kepala Bidang Pengelolaan Kebersihan dan Limbah B3 DLHK Badung, Anak Agung Dalem, mengatakan sampah kiriman telah muncul secara intens selama sekitar tiga minggu terakhir.
“Sekarang ini sudah tiga minggu sampah laut datang. Jadi hampir semua pantai kita sekarang sudah didatangi sampah laut,” ujarnya saat ditemui di TPST Padang Seni, Tuban, Badung , Sabtu (20/12/2025).
Saat ini, pengangkutan sampah laut dilakukan di sembilan titik pantai, yakni Jimbaran, Kedonganan, Kuta, Camplung, Padma, Seminyak, Berawa, LV8, dan Cemagi. Dari seluruh lokasi tersebut, volume sampah yang diangkut rata-rata 40 ton per hari.
“Kalau sampah laut itu fluktuatif kan. Kemarin kami sudah angkut itu rata-rata di sekitar 40 ton per hari,” jelasnya.
Hingga kini, belum ada metode penanganan lain yang dinilai lebih cepat selain mengangkut sampah ke TPA Suwung. Langkah ini dilakukan untuk mencegah keluhan wisatawan akibat sampah yang terlalu lama menumpuk di pantai.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Ya, tidak ada cara yang bisa cepat. Karena kalau dia tertunda di pantai tentu menjadi keluhan wisatawan,” katanya.
Dalam proses penanganan, sampah tetap dipilah. Sampah berukuran besar seperti kayu akan dicacah menggunakan mesin pencacah kayu
“Kalau yang besar-besar kayu, seperti yang teman-teman tahu kami akan cacah. Karena kami memiliki pencacah kayu di Mengwitani. Tapi yang campur ini ada plastiknya, ada organiknya dari lumut, dibawa ke TPA,” imbuhnya.
Anak Agung Dalem menjelaskan fenomena sampah laut kiriman ini sulit dicegah karena berasal dari berbagai wilayah, seperti dari Sumatera, kemudian ke Jakarta di pantai utara Jawa, kemudian sebagian terdampar di Bali. Bahkan ada sampah yang terdampar lintas negara.
“Akhirnya dia akan di Madagaskar sampah ini. Jadi Indomie di Madagaskar berhentinya,” katanya.
Meski demikian, upaya pengurangan sampah laut terus didorong pemerintah pusat. Namun, solusi utamanya tetap berada di daratan.
“Ujung-ujungnya pasti juga pengurangan di darat. Karena 80 persen sampah di laut itu datangnya dari darat. Hanya 20 persen saja yang aktivitas laut,” ungkapnya.






