Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Nusa Tenggara Barat (NTB), menyampaikan keprihatinan terhadap aksi kamuflase yang dilakukan Deni alias Dea Lipa. Deni merupakan pria yang berprofesi sebagai penata rias atau make up artist (MUA) yang berdandan bak perempuan dan mengenakan hijab.
Deni viral di media sosial dan dijuluki sebagai ‘Sister Hong versi Lombok’ setelah jati dirinya sebagai seorang laki-laki terkuak. GP Ansor menilai fenomena tersebut menunjukkan kebingungan identitas. Ansor meminta penanganan terhadap fenomena itu dilakukan dengan menghindari persekusi atau kebencian.
“Dalam pandangan fiqih Islam dan etika sosial, tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan fitrah manusia serta nilai-nilai adab dan kesopanan yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Indonesia,” kata Ketua PW GP Ansor NTB, Irpan Suriadiata, kepada infoBali, Kamis (13/11/2025).
Irpan menilai fenomena ini bukan sekadar ekspresi atau gaya hidup semata, tetapi telah menyentuh ranah moral, sosial, dan keagamaan. Irpan menyatakan bahwa Islam telah memberikan batas yang jelas antara laki-laki dan perempuan, termasuk dalam penampilan maupun perilaku.
“Rasulullah SAW secara tegas melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. Fenomena semacam ini bukan saja melanggar ajaran agama, tetapi juga berpotensi merusak moral publik dan menyesatkan generasi muda,” kata Irpan.
“Sementara dari perspektif sosial, kami menilai fenomena ini dapat menimbulkan kebingungan identitas, mengaburkan nilai moral, serta membuka ruang bagi penyalahgunaan identitas di ruang publik dan digital,” imbuh Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) NTB itu.
Irpan menjelaskan kebebasan berekspresi tetap harus berada dalam koridor norma agama, moral, dan hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J UUD 1945. Meski begitu, dia berujar, penanganan terhadap fenomena ini tidak boleh dilakukan dengan cara-cara kasar atau penuh kebencian.
“Sebaliknya, diperlukan pendekatan dakwah kultural dan edukatif agar masyarakat, terutama generasi muda, memahami batas antara ekspresi hiburan dan pelanggaran moral,” ungkap Irpan.
“Ansor menyerukan agar pendekatan terhadap pelaku dilakukan dengan cara yang santun, melalui nasihat, pembinaan, dan pendidikan keagamaan yang mencerahkan, bukan dengan persekusi atau kebencian,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Dea Lipa yang belakangan diketahui bernama asli Deni viral di media sosial. Musababnya, pria yang berprofesi sebagai penata rias atau MUA asal Lombok Tengah itu tampil feminin bak perempuan.
Warganet pun menjulukinya ‘Sister Hong versi Lombok’ setelah mengetahui bahwa sosok tersebut ternyata seorang laki-laki. Deni berdandan dan mengenakan hijab untuk menutupi identitasnya sebagai laki-laki.
Terkuaknya jati diri Deni membuat warga di Lombok heboh. Sejumlah mantan klien yang pernah memanfaatkan jasa Deni sebagai MUA kaget. Bahkan, ada warganet yang mengaku adik laki-lakinya pernah berpacaran dengan Sister Hong versi Lombok itu.
“Rasulullah SAW secara tegas melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. Fenomena semacam ini bukan saja melanggar ajaran agama, tetapi juga berpotensi merusak moral publik dan menyesatkan generasi muda,” kata Irpan.
“Sementara dari perspektif sosial, kami menilai fenomena ini dapat menimbulkan kebingungan identitas, mengaburkan nilai moral, serta membuka ruang bagi penyalahgunaan identitas di ruang publik dan digital,” imbuh Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) NTB itu.
Irpan menjelaskan kebebasan berekspresi tetap harus berada dalam koridor norma agama, moral, dan hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J UUD 1945. Meski begitu, dia berujar, penanganan terhadap fenomena ini tidak boleh dilakukan dengan cara-cara kasar atau penuh kebencian.
“Sebaliknya, diperlukan pendekatan dakwah kultural dan edukatif agar masyarakat, terutama generasi muda, memahami batas antara ekspresi hiburan dan pelanggaran moral,” ungkap Irpan.
“Ansor menyerukan agar pendekatan terhadap pelaku dilakukan dengan cara yang santun, melalui nasihat, pembinaan, dan pendidikan keagamaan yang mencerahkan, bukan dengan persekusi atau kebencian,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Dea Lipa yang belakangan diketahui bernama asli Deni viral di media sosial. Musababnya, pria yang berprofesi sebagai penata rias atau MUA asal Lombok Tengah itu tampil feminin bak perempuan.
Warganet pun menjulukinya ‘Sister Hong versi Lombok’ setelah mengetahui bahwa sosok tersebut ternyata seorang laki-laki. Deni berdandan dan mengenakan hijab untuk menutupi identitasnya sebagai laki-laki.
Terkuaknya jati diri Deni membuat warga di Lombok heboh. Sejumlah mantan klien yang pernah memanfaatkan jasa Deni sebagai MUA kaget. Bahkan, ada warganet yang mengaku adik laki-lakinya pernah berpacaran dengan Sister Hong versi Lombok itu.






