Muhammad Ryan Fashya Sahaputra (18) dan Muhammad Fahmi Himawan (18) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Keduanya didakwa melakukan aksi melawan hukum dengan melempar bom molotov ke mobil polisi saat aksi demonstrasi di Denpasar pada 30 Agustus lalu.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eddy Arta Wijaya menyebut kedua terdakwa telah melakukan tindakan seperti dalam Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Diketahui, kedua terdakwa masih berstatus sebagai siswa sekolah menengah atas (SMA).
“Mengatur larangan memiliki, menyimpan, membawa, atau mempergunakan senjata api, amunisi, maupun bahan peledak tanpa izin,” terang Eddy saat membacakan dakwaan di PN Denpasar, Kamis (13/11/2025).
Aksi demonstrasi yang semula berlangsung damai di depan Polda Bali disebut tiba-tiba memanas hingga terjadi kerusuhan. Massa aksi di Polda Bali lalu bergerak ke kawasan Renon, Denpasar.
JPU menyebut perbuatan Ryan dan Fahmi dapat dikenakan hukuman maksimal pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara sementara paling lama 20 tahun. JPU juga menyiapkan dakwaan alternatif Pasal 187 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Tentang perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya umum bagi barang atau nyawa orang lain dengan ancaman penjara maksimal 12 tahun,” sambungnya.
Kedua siswa itu disebut awalnya diajak untuk mengikuti aksi di kawasan Renon, Denpasar. Massa aksi saat itu diketahui berkumpul kembali di depan Kantor DPRD Bali.
“Aksi berlangsung panas, bahkan dua mobil dinas milik Polresta Denpasar nyaris dibakar dan gedung dewan dilempari batu,” ucap JPU.
Sekitar pukul 21.30 Wita, anggota Ditreskrimum Polda Bali Nyoman Arta dan Ketut Diang Sugiartana melihat Ryan bersama remaja lainnya, Fitrio Ramadhan, di depan Circle K Jalan Raya Puputan, Denpasar. Perilaku kedua remaja itu dinilai mencurigakan.
Aparat lantas mengamankan keduanya dan menggeledah tas ransel hijau milik Ryan. Hasilnya, aparat menemukan dua botol bir berisi oli dan satu botol air mineral berisi bensin Pertalite serta uang tunai Rp 169 ribu.
“Keduanya lalu dibawa ke Polda Bali untuk diperiksa lebih lanjut,” ucap JPU.
Hasil pemeriksaan, Ryan disebut mengakui bom molotov tersebut dibuat oleh temannya, Muhammad Fahmi Himawan. Fahmi diketahui merakit enam bom molotov dengan alat sederhana yakni oli bekas, Pertalite, dan kain putih sebagai sumbu. Hasil racikannya diserahkan Ryan untuk dibawa saat demo.
Fahmi pun di tangkap di rumahnya sekitar pukul 13.00 Wita pada 31 Agustus 2025. Saat diinterogasi, Fahmi mengaku tergerak untuk mengikuti demonstrasi di Bali. Ia mengajak Ryan untuk demo melalui pesan singkat WhatsApp (WA).
Fahmi lalu mengajak sejumlah rekan lainnya di grup WA ‘Road to 9 Naga’ dan mengusulkan membuat bom molotov. Fahmi lantas menjemput Ryan di rumahnya Desa Sanggulan, Kediri, Tabanan, dan menjemput Fitrio Ramadhan.
Ketiganya lalu ke rumah Fahmi di Mengwi. Mereka mulai membuat bom molotov dari bahan-bahan yang sudah disiapkan. Pukul 18.00 Wita, bom rakitan yang sudah siap, diserahkan kepada Ryan dan dimasukkan ke dalam tas Fitrio.
Empat botol lainnya dibawa sendiri oleh Fahmi dengan tas hitam. Mereka kemudian berangkat menuju Denpasar untuk bergabung dengan massa aksi lainnya.
Saat perjalanan menuju titik aksi, mereka sempat berhenti untuk membeli sebotol Pertalite tambahan di sebuah warung di Jalan Cokroaminoto, Ubung, Denpasar. Bahan bakar minyak (BBM) itu dibeli seharga Rp 15 ribu menggunakan uang Fahmi.
Rencananya, bensin tersebut digunakan untuk melengkapi molotov yang belum terisi penuh. Pukul 20.45 Wita, mereka tiba di kawasan Jalan Raya Puputan, Renon, Denpasar. Saat itu, kondisi disebut semakin memanas.
Saat di lokasi, Fahmi menyalakan empat bom molotov. Sedangkan tiga lagi masih diisi. Tak lama kemudian, mereka diamankan oleh aparat.
Jaksa menilai perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur melawan hukum. Meskipun tidak ada korban jiwa, tindakan keduanya dianggap membahayakan keselamatan.
Majelis Hakim Sayuti sempat memberikan nasehat kepada para terdakwa agar tidak melakukan aksi tersebut. “Boleh nakal, tapi jangan melakukan tindakan kriminal,” ujarnya sebelum mengetok palu persidangan.
Kedua siswa itu disebut awalnya diajak untuk mengikuti aksi di kawasan Renon, Denpasar. Massa aksi saat itu diketahui berkumpul kembali di depan Kantor DPRD Bali.
“Aksi berlangsung panas, bahkan dua mobil dinas milik Polresta Denpasar nyaris dibakar dan gedung dewan dilempari batu,” ucap JPU.
Sekitar pukul 21.30 Wita, anggota Ditreskrimum Polda Bali Nyoman Arta dan Ketut Diang Sugiartana melihat Ryan bersama remaja lainnya, Fitrio Ramadhan, di depan Circle K Jalan Raya Puputan, Denpasar. Perilaku kedua remaja itu dinilai mencurigakan.
Aparat lantas mengamankan keduanya dan menggeledah tas ransel hijau milik Ryan. Hasilnya, aparat menemukan dua botol bir berisi oli dan satu botol air mineral berisi bensin Pertalite serta uang tunai Rp 169 ribu.
“Keduanya lalu dibawa ke Polda Bali untuk diperiksa lebih lanjut,” ucap JPU.
Hasil pemeriksaan, Ryan disebut mengakui bom molotov tersebut dibuat oleh temannya, Muhammad Fahmi Himawan. Fahmi diketahui merakit enam bom molotov dengan alat sederhana yakni oli bekas, Pertalite, dan kain putih sebagai sumbu. Hasil racikannya diserahkan Ryan untuk dibawa saat demo.
Fahmi pun di tangkap di rumahnya sekitar pukul 13.00 Wita pada 31 Agustus 2025. Saat diinterogasi, Fahmi mengaku tergerak untuk mengikuti demonstrasi di Bali. Ia mengajak Ryan untuk demo melalui pesan singkat WhatsApp (WA).
Fahmi lalu mengajak sejumlah rekan lainnya di grup WA ‘Road to 9 Naga’ dan mengusulkan membuat bom molotov. Fahmi lantas menjemput Ryan di rumahnya Desa Sanggulan, Kediri, Tabanan, dan menjemput Fitrio Ramadhan.
Ketiganya lalu ke rumah Fahmi di Mengwi. Mereka mulai membuat bom molotov dari bahan-bahan yang sudah disiapkan. Pukul 18.00 Wita, bom rakitan yang sudah siap, diserahkan kepada Ryan dan dimasukkan ke dalam tas Fitrio.
Empat botol lainnya dibawa sendiri oleh Fahmi dengan tas hitam. Mereka kemudian berangkat menuju Denpasar untuk bergabung dengan massa aksi lainnya.
Saat perjalanan menuju titik aksi, mereka sempat berhenti untuk membeli sebotol Pertalite tambahan di sebuah warung di Jalan Cokroaminoto, Ubung, Denpasar. Bahan bakar minyak (BBM) itu dibeli seharga Rp 15 ribu menggunakan uang Fahmi.
Rencananya, bensin tersebut digunakan untuk melengkapi molotov yang belum terisi penuh. Pukul 20.45 Wita, mereka tiba di kawasan Jalan Raya Puputan, Renon, Denpasar. Saat itu, kondisi disebut semakin memanas.
Saat di lokasi, Fahmi menyalakan empat bom molotov. Sedangkan tiga lagi masih diisi. Tak lama kemudian, mereka diamankan oleh aparat.
Jaksa menilai perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur melawan hukum. Meskipun tidak ada korban jiwa, tindakan keduanya dianggap membahayakan keselamatan.
Majelis Hakim Sayuti sempat memberikan nasehat kepada para terdakwa agar tidak melakukan aksi tersebut. “Boleh nakal, tapi jangan melakukan tindakan kriminal,” ujarnya sebelum mengetok palu persidangan.






