Pemprov Bali Dinilai Tak Maksimal dalam Menangani Banjir

Posted on

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dinilai lamban dan belum maksimal dalam menangani banjir. Penilaian itu diberikan oleh Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

“Upaya sudah ada, tetapi sangat jauh dari maksimal. Kita harus mengupayakan semua penyelamatan itu sebelum kejadian,” ujar anggota Komite II DPD RI, Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik, di Kantor DPD RI Provinsi Bali, Rabu (5/11/2025).

Ni Luh menilai banyak janji terkait penanggulangan banjir di Bali yang masih sebatas rencana atau tanpa realisasi di lapangan. Hal ini bisa berdampak fatal dan mengancam keselamatan warga, terutama menjelang musim hujan.

“Kalau sudah terjadi baru akan baru akan, tetapi realisasinya hingga hari ini belum maksimal, ya resikonya tetap nyawa orang Bali. Nanti lagi musim hujan. Kemarin sudah banjir,” terang Ni Luh.

Wakil Ketua Komite II DPD RI, Angelius Wake Kako, mendorong adanya gerakan penghijauan dan penanaman kembali di sepanjang sempadan sungai untuk meningkatkan daya resapan air di Bali.

“Karena Bali punya luasan resapan yang sangat kecil, tutupan hutannya sangat sedikit. Sehingga, kita harus menciptakan banyak resapan-resapan baru dengan menanam pohon di sepanjang sempadan sungai yang ada di Bali,” tegas Angelius.

Komite II DPD RI juga menyoroti berbagai persoalan terkait pengelolaan sungai dan drainase di Bali, salah satunya pendangkalan akibat sedimentasi dan sampah padat di beberapa sungai besar. Pengerukan di sejumlah sungai itu ternyata sudah terakhir kali lebih dari lima hingga enam tahun lalu.

Selain itu, DPD RI juga menyoroti masalah kerusakan senderan dan infrastruktur sungai, drainase yang tidak terhubung, tumpang tindih kewenangan antarinstansi, alih fungsi lahan di sempadan sungai hingga abrasi pesisir dan penataan pantai yang belum tertangani dengan baik.

Di sisi lain, Angelius mengajak seluruh pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, untuk berkolaborasi dalam penanganan banjir. Menurutnya, banyaknya desa yang mengalami masalah yang sama menyebabkan keterbatasan fiskal pemerintah. Walhasil, partisipasi masyarakat menjadi penting.

“Sehingga kita butuh kolaborasi swakelola, gotong royong yang bisa diterjemahkan antara semua pihak-pihak di level kepala desa sampai dengan level Balai Sungai ataupun Dinas PUPR, dan juga Dinas Kehutanan,” ucap Angelius.