Cuaca Tidak Menentu, Perajin Gerabah di Bali Keluhkan Kendala Pengeringan

Posted on

Sejumlah perajin gerabah di Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali, mengeluhkan cuaca yang belakangan tidak menentu. Sebab, gerabah yang mestinya bisa mereka krim ke berbagai kota di Bali jadi tersendat.

Salah seorang perajin gerabah, Agus Adiputra, mengatakan proses pengeringan gerabah juga memanfaatkan sinar matahari langsung. Suhu panas matahari, kata dia, terbilang stabil dan merata.

“Pasti pengaruh, karena seringnya hujan jadi susah di penjemuran. Prosesnya jadi lebih lambat dibandingkan sebelum pas cuaca terik,” ujar Agus, Minggu (13/4/2025).

Penjemuran alami, kata dia, diperlukan untuk mencegah retak karena tanah liat perlu pengeringan yang stabil. Proses penjemuran penting agar hasil cetak gerabah itu bisa merekat dengan sempurna.

Selesai dijemur, gerabah setengah jadi itu masih perlu dioven dengan tungku manual. Tujuannya membuat cetakan tadi lebih kokoh atau keras.

“Biasanya jemur itu cuma perlu dua hari. Kalau hujan gini ya bisa lebih sampai semingguan. Bisa saja pakai oven. Tapi kalau didiamkan lama belum sempat dijemur, tiba-tiba masuk oven, itu bisa retak. Nggak bagus,” tegas dia.

Perajin lainnya, Sudanti setali tiga uang. Pengiriman pesanan gerabah, terutama alat-alat upacara di Bali seperti coblong berbahan tanah liat harus tertunda. Kata dia, tiap bulan ia bisa mengirim ratusan coblong. Namun karena kendala hujan, ia baru bisa memenuhi separuhnya.

Tokoh desa setempat, Ketut Sudarsana tak menampik warga desanya banyak yang bergelut di bidang kerajinan tangan, seperti pembuatan gerabah. Dusun Basang Tamiang jadi sentra kerajinan gerabah terbesar di desa itu.

“Ada sekitar 190-an KK lebih yang jadi perajin gerabah. Artinya kalau dicek di sini, hampir semua rumah ada perajinnya,” tutur Sudarsana.

Dia bercerita, tradisi membuat gerabah berawal dari legenda kedatangan Sri Aji Jaya Pangus bersama pengikutnya dari China. Warga setempat akhirnya belajar membuat gerabah dari orang-orang China.

Tak ayal, gerabah di Kapal juga terpengaruh dengan motif-motif bercorak China. Setelah tahun 1960-an, kerajinan gerabah mulai berkembang di desa itu. Selain gerabah, warga juga mengerjakan celengan dan alat upacara Hindu Bali, seperti jun pere, coblong, jun tandeg, keklintingan, dan lanjar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *