Umat Hindu di Bali merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan setiap 210 hari berdasarkan sistem penanggalan kalender Bali. Terdekat, Galungan akan dirayakan pada Rabu (19/11/2025) dan Kuningan pada Sabtu (29/11/2025).
Galungan jatuh setiap hari Rabu pada wuku Dungulan (Budha Kliwon Dungulan). Sedangkan, Kuningan jatuh setiap hari Sabtu pada wuku Kuningan (Saniscara Kliwon Wuku Kuningan).
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
Lontar Purana Bali Dwipa menyebutkan Galungan pertama kali dirayakan pada Purnama Kapat, Budha Kliwon Dungulan tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804. “Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.”
Artinya: “Perayaan Galungan pertama digelar pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.”
Secara filosofis, Galungan menjadi momentum bagi umat Hindu untuk meningkatkan kesadaran spiritual agar selalu melawan adharma dan menegakkan dharma. Adapun, pikiran yang terang merupakan wujud dharma dalam diri manusia.
Simak daftar tanggal penting rangkaian Galungan dan Kuningan pada November 2025 berikut ini:
Berikut adalah beberapa tanggal penting serangkaian Galungan dan Kuningan pada November 2025:
– Kamis, 13 November 2025: Sugihan Jawa
– Jumat, 14 November 2025: Sugihan Bali
– Minggu, 16 November 2025: Penyekeban Galungan
– Senin, 17 November 2025: Penyajan Galungan
– Selasa, 18 November 2025: Penampahan Galungan
– Rabu, 19 November 2025: Hari Suci Galungan
– Kamis, 20 November 2025: Umanis Galungan
– Jumat, 28 November 2025: Penampahan Kuningan
– Sabtu, 29 November 2025: Hari Raya Suci Kuningan
– Minggu, 30 November 2025: Umanis Kuningan
– Rabu, 24 Desember 2025: Pegatwakan
Galungan adalah puncak perayaan kemenangan kebaikan. Makna utamanya adalah kemenangan Dharma atas Adharma, yang diyakini terjadi ketika Bhatara Indra turun ke dunia untuk memberikan anugerah dan meluruskan kembali segala hal yang negatif.
Pada hari ini, umat Hindu melaksanakan persembahyangan di pura-pura dan tempat suci keluarga, sebagai harapan memohon keselamatan dan berkah.
Sehari sebelum Galungan disebut Penampahan Galungan. Secara harfiah, pada hari ini umat mempersiapkan segala kebutuhan upacara Galungan, termasuk menyembelih hewan seperti babi untuk sesajen (banten) dan hidangan.
Adapun, makna filosofis Penampahan Galungan yakni menyembelih atau mengendalikan sifat-sifat kebinatangan (negatif) yang ada di dalam diri (Sad Ripu), seperti marah, iri hati, dan kesombongan.
Pemasangan penjor juga dilakukan saat Penampahan Galungan. Penjor bukan hanya hiasan, melainkan simbolis dari Gunung Agung, sebagai perwujudan kemakmuran dan kesejahteraan yang diberikan oleh Sang Hyang Widhi Wasa.
Sedangkan, sehari setelah Galungan disebut Umanis Galungan. Ini adalah momen untuk bersukacita, introspeksi diri, dan mempererat tali silaturahmi (Dharma Santi). Setelah melaksanakan persembahyangan, umat akan mengunjungi sanak keluarga, kerabat, dan teman.
Anak-anak di beberapa daerah juga menjalankan tradisi Ngelawang, yaitu pertunjukan barong keliling, yang diyakini sebagai ritual untuk mengusir roh-roh jahat dan memohon keselamatan.
Sepuluh hari setelah Galungan, kemeriahan spiritual dilanjutkan dengan Hari Raya Kuningan. Makna Kuningan adalah memohon perlindungan, keselamatan, dan tuntunan lahir batin kepada para dewa dan leluhur (Dewa Pitara).
Uniknya, persembahyangan Kuningan harus selesai sebelum tengah hari (pukul 12 siang). Saat Kuningan, para dewa dan leluhur akan kembali ke surga (swarga) setelah memberikan restu dan berkat.
Sesaji Kuningan biasanya dilengkapi tamiang dan endongan yang melambangkan bekal atau perbekalan kembali ke alam spiritual. Warna kuning yang mendominasi saat Kuningan melambangkan kemakmuran, keberhasilan, dan kesejahteraan.
