Bali selalu punya cara unik untuk menyambut setiap pergantian waktu suci. Menjelang Nyepi, Bali tak hanya diwarnai dengan ogoh-ogoh dan ritual melasti, tetapi juga diisi berbagai tradisi lokal yang hidup di tiap daerah. Salah satu tradisi unik yang tetap hidup hingga kini adalah Mabubu di Klungkung.
Tradisi Mabubu merupakan ritual sakral yang dijalankan oleh masyarakat sebagai wujud penyucian diri menjelang pergantian tahun baru Saka. Tradisi Mabubu dilaksanakan pada Pengerupukan, yaitu malam sebelum Nyepi.
Kata Mabubu berasal dari istilah “Mabuu-buu” yang menggambarkan prosesi serupa upacara penyucian kecil di rumah pada malam Pengerupukan. Warga akan berkeliling rumah sambil membawa banten, tirta (air suci), api, dan alat bunyi-bunyian untuk mengusir serta menetralisasi energi negatif di sekitar tempat tinggal.
Selain di masing-masing rumah, Mabubu juga dilakukan di tingkat desa adat. Bedanya, Mabubu yang dilakukan di tingkat desa dilaksanakan dalam skala lebih besar dan dengan perlengkapan yang lebih khas, mencerminkan kekompakan dan semangat kolektif masyarakat desa adat.
Ritual Mabubu salah satunya dilaksanakan di Desa Adat Punduk Dawa, Kecamatan Dawan, Klungkung. Mabubu di sana biasanya diawali dengan suara kentongan yang dipukul di bale banjar sebagai tanda dimulainya upacara.
Setelah itu, warga mulai dari anak muda hingga orang dewasa akan berkumpul di Pura Puseh. Sebagian peserta membawa prakpak, yaitu anyaman daun kelapa kering yang disusun menjadi bentuk besar, sementara yang lain membawa alat bunyi-bunyian, seperti okokan (kalung sapi dari kayu) atau kulkul (kentongan).
Prosesi berlanjut dengan membakar prakpak hingga menyala besar. Saat api membara, para pembawa okokan berlari sambil berteriak, dikejar oleh peserta yang membawa prakpak dan memukulnya hingga bara api berhamburan. Adegan ini melambangkan semangat pengusiran kekuatan jahat dan penyucian diri sehingga masyarakat siap menyambut kesunyian dan kesucian dengan hati yang bersih. Filosofi






