Kemendikti Soroti Kasus Perundungan Mahasiswa Tewas di Unud baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Informasi berikut ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental terdekat.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Ditjen Dikti Kemdiktisaintek) turut menyoroti kasus bunuh diri mahasiswa Universitas Udayana (Unud) berinisial TAS. Ditjen Dikti berkoordinasi dengan pihak Unud menyelesaikan kasus perundungan dalam insiden kematian TAS.

“Kami telah berkoordinasi dengan pimpinan universitas untuk memastikan penanganan kasus ini dilakukan dengan baik, objektif, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Dirjen Dikti Kemendiktisaintek, Khairul, seperti dikutip dari infoNews, Minggu (19/10/2025).

Khairul mengucapkan duka mendalam atas kepergian TAS. Kemendikti, dia berujar, meyakini pihak kampus akan mengutamakan perlindungan dan memulihkan suasana akademik yang aman bagi sivitas kampus.

“Kami percaya pihak kampus akan menempuh langkah yang bijak, transparan, dan berkeadilan, dengan tetap mengutamakan perlindungan serta pemulihan suasana akademik yang aman bagi seluruh sivitas,” imbuhnya.

Dia mengingatkan setiap perguruan tinggi diwajibkan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) sesuai Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024. Ia mendorong Satgas tersebut agar berfungsi secara efektif.

“Kemdiktisaintek terus mendorong agar Satgas berfungsi secara efektif serta memperkuat budaya kampus yang berintegritas, empatik, dan bebas dari kekerasan,” ujar Khairul.

Seperti diketahui, TAS meninggal dunia setelah melompat dari lantai empat gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unud, Denpasar, Bali, Rabu (15/10). Polisi memastikan korban melompat dari lantai empat, bukan lantai dua seperti kabar yang sempat beredar.

Kasi Humas Polresta Denpasar Kompol I Ketut Sukadi mengatakan korban sempat terlihat panik sebelum kejadian. Menurutnya, saksi melihat TAS muncul dari arah pintu lift dengan menggendong tas ransel dan memakai baju putih.

“Terlihat seperti orang panik dan seperti melihat-lihat situasi sekitar kampus,” ujar Sukadi, Kamis (16/10).

TAS tergeletak di depan lobi kampus FISIP Unud setelah melompat dari lantai empat. Ia sempat dilarikan ke RSUP Prof Ngoerah Denpasar, tetapi nyawanya tak tertolong. Ia dinyatakan meninggal pukul 13.03 Wita akibat pendarahan internal.

Seusai kematian TAS, sejumlah tangkapan layar percakapan grup mahasiswa beredar di media sosial. Dalam percakapan itu, sejumlah mahasiswa lintas fakultas seperti FISIP, FKP, dan Kedokteran menertawakan kematian TAS. Mereka bahkan mengolok-olok dan membandingkan TAS dengan kreator konten Kekeyi.

Sikap nirempati itu memicu gelombang kemarahan publik. Banyak mahasiswa Unud dan warganet menilai tindakan tersebut tak pantas dilakukan, apalagi oleh sesama mahasiswa kampus ternama. Ironisnya, beberapa pelaku justru aktif di organisasi kemahasiswaan.

Wakil Dekan III FISIP Unud, I Made Anom Wiranata, mengungkapkan pelaku bullying terhadap TAS bukan merupakan teman sekelas korban. Menurut Anom, korban dan para pelaku perundungan itu tak saling mengenal. Ia menyebut perundungan terjadi setelah TAS meninggal.

“Saudara T itu meninggal bukan karena bullying. Apalagi adik-adik di depan ini tidak mengenal Saudara T. Bullying terjadi setelah T jatuh. Itu bukan dari teman-teman kami, juga bukan dari teman sekelasnya. Bukan sama sekali,” kata Anom, Sabtu (18/10/2025).

Anom mengatakan TAS melakukan bunuh diri bukan disebabkan oleh perundungan. Dia mengatakan perilaku bullying muncul di media sosial setelah bunuh diri tersebut.

“Saudara T ini, menurut penuturan ibunya, memiliki masalah kesehatan mental. Sejak SMP, Saudara T mendapat penanganan psikologis dari konselor. Ada terapinya,” ujar Anom.

Berdasarkan penuturan keluarga, Anom berujar, TAS menolak melanjutkan terapi sejak masuk perguruan tinggi. Anom pun mengimbau para mahasiswa lebih peka dan memahami bahwa setiap orang memiliki cara berbeda dalam menghadapi masalah.

“Memiliki gangguan mental dan tidak sanggup untuk menanggung barang kali segala jenis persoalan yang bagi orang lain beda cara penanganan dan penerimaannya. Kita tidak bisa menyamakan antara Saudara T dengan masyarakat lainnya,” imbuhnya.

TAS Terjatuh dari Lantai 4

Penjelasan Dekanat FISIP Unud

Gambar ilustrasi

Seperti diketahui, TAS meninggal dunia setelah melompat dari lantai empat gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unud, Denpasar, Bali, Rabu (15/10). Polisi memastikan korban melompat dari lantai empat, bukan lantai dua seperti kabar yang sempat beredar.

Kasi Humas Polresta Denpasar Kompol I Ketut Sukadi mengatakan korban sempat terlihat panik sebelum kejadian. Menurutnya, saksi melihat TAS muncul dari arah pintu lift dengan menggendong tas ransel dan memakai baju putih.

“Terlihat seperti orang panik dan seperti melihat-lihat situasi sekitar kampus,” ujar Sukadi, Kamis (16/10).

TAS tergeletak di depan lobi kampus FISIP Unud setelah melompat dari lantai empat. Ia sempat dilarikan ke RSUP Prof Ngoerah Denpasar, tetapi nyawanya tak tertolong. Ia dinyatakan meninggal pukul 13.03 Wita akibat pendarahan internal.

Seusai kematian TAS, sejumlah tangkapan layar percakapan grup mahasiswa beredar di media sosial. Dalam percakapan itu, sejumlah mahasiswa lintas fakultas seperti FISIP, FKP, dan Kedokteran menertawakan kematian TAS. Mereka bahkan mengolok-olok dan membandingkan TAS dengan kreator konten Kekeyi.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Sikap nirempati itu memicu gelombang kemarahan publik. Banyak mahasiswa Unud dan warganet menilai tindakan tersebut tak pantas dilakukan, apalagi oleh sesama mahasiswa kampus ternama. Ironisnya, beberapa pelaku justru aktif di organisasi kemahasiswaan.

TAS Terjatuh dari Lantai 4

Gambar ilustrasi

Wakil Dekan III FISIP Unud, I Made Anom Wiranata, mengungkapkan pelaku bullying terhadap TAS bukan merupakan teman sekelas korban. Menurut Anom, korban dan para pelaku perundungan itu tak saling mengenal. Ia menyebut perundungan terjadi setelah TAS meninggal.

“Saudara T itu meninggal bukan karena bullying. Apalagi adik-adik di depan ini tidak mengenal Saudara T. Bullying terjadi setelah T jatuh. Itu bukan dari teman-teman kami, juga bukan dari teman sekelasnya. Bukan sama sekali,” kata Anom, Sabtu (18/10/2025).

Anom mengatakan TAS melakukan bunuh diri bukan disebabkan oleh perundungan. Dia mengatakan perilaku bullying muncul di media sosial setelah bunuh diri tersebut.

“Saudara T ini, menurut penuturan ibunya, memiliki masalah kesehatan mental. Sejak SMP, Saudara T mendapat penanganan psikologis dari konselor. Ada terapinya,” ujar Anom.

Berdasarkan penuturan keluarga, Anom berujar, TAS menolak melanjutkan terapi sejak masuk perguruan tinggi. Anom pun mengimbau para mahasiswa lebih peka dan memahami bahwa setiap orang memiliki cara berbeda dalam menghadapi masalah.

“Memiliki gangguan mental dan tidak sanggup untuk menanggung barang kali segala jenis persoalan yang bagi orang lain beda cara penanganan dan penerimaannya. Kita tidak bisa menyamakan antara Saudara T dengan masyarakat lainnya,” imbuhnya.

Penjelasan Dekanat FISIP Unud

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *