Pengamat tata ruang wiilayah, I Nyoman Gede Maha Putra, menegaskan alih fungsi lahan yang masif turut menjadi penyebab banjir hebat yang menerjang Bali. Selain itu, ia menyebut banjir yang menewaskan belasan nyawa di Bali juga akibat tindakan manusia seperti lemahnya mitigasi bencana.
Gede juga merespons pernyataan Gubernur Bali Wayan Koster yang membantah penyebab banjir di Kota Denpasar akibat masifnya alih fungsi lahan. Koster menilai alih fungsi lahan lebih banyak terjadi di wilayah Badung dan Gianyar, bukan di Denpasar.
“Saat pemerintah menyebut alih fungsi lahan bukan penyebabnya, tidak sepenuhnya salah. Tetapi juga tidak benar. Alih fungsi merupakan salah satu penyumbang bagi munculnya banjir,” kata Gede saat dihubungi infoBali, Jumat (12/9/2025).
Gede menjelaskan alih fungsi lahan yang masif mengakibatkan daya serap tanah terhadap air berkurang. Akibatnya, saat air hujan dialirkan ke got atau selokan dan diteruskan ke sungai, maka kapasitas air di sungai akan berlebih sehingga meluap.
Padahal, dia berujar, lahan sawah berfungsi menahan sementara kelebihan air yang muncul saat hujan. Selain sawah, keberadaan hutan juga berfungsi meningkatkan daya serap tanah terhadap air.
“Jika sawah dan hutan masih banyak, maka suatu wilayah bisa meresapkan air lebih banyak. Ini dalam bahasa modern disebut sebagai sponge city atau kota spons,” imbuh dosen teknik arsitektur Universitas Warmadewa, Denpasar, itu.
Gede menuturkan alih fungsi lahan di Bali tidak disertai dengan perencanaan tata ruang yang matang. Ia mengkritik alih fungsi lahan yang hanya mengedepankan kalkulasi ekonomi melalui mekanisme pasar.
“Alih fungsi lahan sekarang terjadi secara random, ini menunjukkan kurangnya perencanaan. Proses ini diserahkan pada mekanisme pasar,” ungkapnya.
Menurut dia, pasar bekerja dengan logikanya sendiri yang berbasis pada keuntungan investasi jangka pendek. Ia mendorong pemerintah mempertimbangkan faktor lingkungan saat mengeluarkan izin membuka lahan bagi investor.
“Saya pikir pemerintah perlu mengevaluasi penggunaan lahan saat ini. Lalu, melakukan perencanaan wilayah berbasis pada mitigasi bencana banjir,” ujar Gede.
Ia memandang proyek-proyek pemerintah selama ini lebih banyak diarahkan untuk kepentingan pariwisata, melayani investor, dan menambah jumlah kunjungan. Sementara itu, upaya mengantisipasi dampak bencana seperti banjir belum menjadi prioritas.
“Akibatnya, kita sering kelabakan saat masalah sudah terakumulasi. Banjir dan sampah adalah dua contoh proyek yang baru disadari saat akumulasi sudah dalam skala nyaris mustahil untuk ditangani,” pungkasnya.
Seperti diketahui, hujan deras sejak Selasa (9/9) mengakibatkan sejumlah wilayah di Bali diterjang banjir hebat pada Rabu (10/9). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Kamis (11/9) malam, jumlah korban tewas akibat banjir di Bali mencapai 16 jiwa. Korban terbanyak ditemukan di Denpasar.
Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster menepis penyebab banjir hebat di Kota Denpasar akibat masifnya alih fungsi lahan. Koster menilai alih fungsi lahan lebih banyak terjadi di wilayah Badung dan Gianyar, bukan di Denpasar.
“Nggak juga, alih fungsi lahan kan di Badung, Gianyar. Di Badung (alih fungsi lahan) di daerah-daerah Kuta Utara. Ini (Denpasar) kan jauh,” kata Koster saat ditemui di lokasi pembongkaran ruko terdampak banjir di Jalan Sulawesi, Denpasar, Bali, Kamis (11/9).
Koster menegaskan banjir di Denpasar tidak ada kaitannya dengan alih fungsi lahan. Denpasar, dia berujar, merupakan hilir dari aliran Sungai Badung.
Pada lain kesempatan, Koster menyebut curah hujan yang sangat tinggi menjadi penyebab banjir di Bali. Koster meminta jangan terburu-buru menyimpulkan penyebab banjir berasal dari pembangunan yang masif di Bali. Menurutnya, banyak faktor yang menjadi penyebab banjir, termasuk persoalan sampah.
“Curah hujan memang sangat tinggi dari kemarin selama sehari sampai tadi, ya tentu saja ini menimbulkan masalah banjir,” kata Koster saat ditemui di Pasar Kumbasari, Denpasar, Rabu (10/9).
“Saya minta sampah yang dibersihkan dan diangkut ditempatkan di lokasi yang memungkinkan. Sampah kan banyak, nggak tahu dari mana. Sampah dari masyarakat, para pedagang, dan sebagainya,” imbuh gubernur Bali dua periode itu.
Koster Tepis Banjir gegara Alih Fungsi Lahan
Seperti diketahui, hujan deras sejak Selasa (9/9) mengakibatkan sejumlah wilayah di Bali diterjang banjir hebat pada Rabu (10/9). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Kamis (11/9) malam, jumlah korban tewas akibat banjir di Bali mencapai 16 jiwa. Korban terbanyak ditemukan di Denpasar.
Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster menepis penyebab banjir hebat di Kota Denpasar akibat masifnya alih fungsi lahan. Koster menilai alih fungsi lahan lebih banyak terjadi di wilayah Badung dan Gianyar, bukan di Denpasar.
“Nggak juga, alih fungsi lahan kan di Badung, Gianyar. Di Badung (alih fungsi lahan) di daerah-daerah Kuta Utara. Ini (Denpasar) kan jauh,” kata Koster saat ditemui di lokasi pembongkaran ruko terdampak banjir di Jalan Sulawesi, Denpasar, Bali, Kamis (11/9).
Koster menegaskan banjir di Denpasar tidak ada kaitannya dengan alih fungsi lahan. Denpasar, dia berujar, merupakan hilir dari aliran Sungai Badung.
Pada lain kesempatan, Koster menyebut curah hujan yang sangat tinggi menjadi penyebab banjir di Bali. Koster meminta jangan terburu-buru menyimpulkan penyebab banjir berasal dari pembangunan yang masif di Bali. Menurutnya, banyak faktor yang menjadi penyebab banjir, termasuk persoalan sampah.
“Curah hujan memang sangat tinggi dari kemarin selama sehari sampai tadi, ya tentu saja ini menimbulkan masalah banjir,” kata Koster saat ditemui di Pasar Kumbasari, Denpasar, Rabu (10/9).
“Saya minta sampah yang dibersihkan dan diangkut ditempatkan di lokasi yang memungkinkan. Sampah kan banyak, nggak tahu dari mana. Sampah dari masyarakat, para pedagang, dan sebagainya,” imbuh gubernur Bali dua periode itu.