Izin usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Bali ternyata dikuasai oleh warga negara asing (WNA). Praktik penguasaan UMKM oleh WNA di Bali dibuka oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Panjaitan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mengamini pernyataan Luhut.
Berikut pernyataan Luhut dan respons Pemprov Bali soal WNA yang dapat izin jalankan usaha UMUM di Pulau Dewata.
Luhut mengungkapkan Bali mulai mengalami kelebihan turis alias over tourism. Salah satu dampaknya adalah banyak wisatawan asing di Bali mulai berani dan secara terang-terangan melakukan pelanggaran hukum.
Menurut Luhut, pelanggaran yang dilakukan turis asing cukup beragam, misalnya penyalahgunaan visa investor hingga pelanggaran izin tinggal. Bahkan, menurut Luhut, audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan banyak sekali penyalahgunaan izin usaha penanaman modal asing (PMA). Penyalahgunaan itu berbentuk pemberian izin skala UMKM untuk usaha modal asing.
“Lebih jauh lagi, audit BPKP menemukan penyalahgunaan izin usaha PMA. Banyak izin skala UMKM justru diberikan kepada perusahaan PMA yang seharusnya tidak diperbolehkan. Bahkan, 39,7 persen di antaranya tidak memenuhi persyaratan usaha. Hal ini jelas merugikan UMKM lokal,” sebut Luhut dalam dalam akun Instagram resminya, @luhut.pandjaitan, Rabu (20/8/2025) dilansir dari infoFinance.
“Saya dan jajaran di @dewanekonomi.id melihat, bila tidak segera ditangani, masalah-masalah ini dapat berdampak besar bagi pariwisata Bali ke depan,” imbuh Luhut.
DEN dan Bank Dunia, menurut Luhut, sedang menyiapkan studi komprehensif untuk merancang pengelolaan pariwisata yang lebih berkualitas dan berkelanjutan. Ada beberapa langkah yang diusulkan DEN ke pemerintah dalam jangka pendek, misalnya saja perbaikan sistem perizinan OSS, penegasan penegakan hukum bagi wisatawan yang melanggar, pengelolaan sampah yang terintegrasi, serta pengembangan transportasi publik di Bali.
“Saya berharap hasil pertemuan hari ini dapat memperkuat kolaborasi lintas sektor sehingga pariwisata tidak hanya menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menghadirkan manfaat nyata bagi masyarakat Bali dan semakin memperkuat popularitas pariwisata Indonesia di mata dunia,” harap Luhut.
Pemprov Bali mengakui adanya praktik UMKM yang dikelola oleh WNA. Adanya celah pada sistem perizinan OSS di Kementerian Investasi/BKPM disebut menjadi biang keroknya.
“Di mana kemudahan untuk memproses perizinan tentu juga akan memiliki dampak yang bisa dimanfaatkan oleh orang-orang luar yang hanya mencari keuntungan saja di Bali,” kata Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Bali, Try Arya Dhyana Kubontubuh, kepada infoBali, Kamis (21/8/2025).
Menurut Try, hal itu yang menyebabkan WNA atau investor asing dapat menguasai sektor-sektor strategis bahkan sampai ke level mikro, seperti usaha UMKM, penyewaan kendaraan, homestay, biro perjalanan dan lain-lain.
Try menegaskan fenomena ini sudah menjadi perhatian Gubernur Bali Wayan Koster dengan dibentuknya satgas gabungan untuk menertibkan izin usaha yang sudah berjalan, serta menjadi komitmen keberpihakan pemerintah kepada UMKM lokal.
“Memang perlu adanya audit atau pengecekan kembali terhadap izin-izin usaha dan sangat penting adanya asosiasi lokal antarusaha UMKM sejenis,” beber Try. Dengan begitu, asosiasi berperan sebagai pengontrol para pelaku UMKM secara mandiri, sekaligus mempermudah pemerintah untuk berkoordinasi.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bali juga merespons banyak izin UMKM yang diberikan kepada WNA yang menjadi temuan BPKP dan diungkap oleh Luhut.
“Kemungkinan temuan BPKP itu adalah izin-izin UMKM orang lokal yang merupakan nominee dari penanaman modal luar negeri,” kata Kepala DPMPTSP Bali, I Ketut Sukra Negara, kepada infoBali, Kamis (21/8/2025).
Menurut Sukra, permasalahan selama ini, masih terdapat usaha dalam skala rendah yang terbuka bagi penanam modal asing (PMA) sehingga rentan penyalahgunaan. Selain itu, kewenangan penerbitan dan pengawasan perizinan berusaha PMA berada di pusat sehingga daerah sering kali ‘kecolongan’.
Mantan Kepala Biro Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Pemkesra) Sekretariat Daerah (Setda) Bali itu sepakat dengan DEN yang ingin memperbaiki OSS agar tidak lagi ada permasalahan perizinan usaha di daerah, khususnya Bali.
Sukra menuturkan, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, besaran PMA minimal sebesar Rp 10 miliar. Jadi, izin yang diberikan melalui OSS otomatis akan masuk ke golongan atau skala usaha besar alias non UMKM.
“Jadi klaim izin UMKM kepada PMA tersebut secara sistem tidak dimungkinkan dan perlu diperdalam lagi,” beber Sukra.