Masyarakat adat menolak wacana pembangunan glamorous camping (glamping) dan pengoperasian seaplane di Gunung Rinjani, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal tersebut dinilai akan berdampak secara ekologis, ekonomi, dan berbenturan dengan tatanan adat suku Sasak.
Salah satu tokoh Adat Lombok Raden Kertamono menjelaskan Gunung Rinjani adalah gunung yang sakral bagi masyarakat suku Sasak dan menjadi sumber penghidupan masyarakat sekitar.
“Gunung Rinjani jangan diganggu biarkan alami. Itu adalah sumber kehidupan kami di Lombok, mulai dari mata air dan semuanya dari Gunung Rinjani,” jelas Kertamono ditemui infoBali seusai mengisi diskusi bersama organisasi pemuda pecinta alam (Oasistala) Lombok Timur, Kamis (7/8/2025).
Tokoh adat asal Bayan itu menegaskan masyarakat di lingkar Gunung Rinjani sudah sepakat menolak wacana pembangunan glamping dan pengoperasian seaplane di Gunung Rinjani. Alasanya, hal tersebut hanya akan merusak lingkungan dan akan berdampak pada sosial ekonomi masyarakat yang berada di lingkar Gunung Rinjani. Selain itu, wacana tersebut bertentangan dengan tatanan adat istiadat masyarakat suku Sasak yang selama ini mensakralkan Gunung Rinjani.
“Semuanya akan berdampak mulai dari para porter, pemandu wisata, dan lainya. Gunung Rinjani itu sakral bagi masyarakat Lombok jangan dirusak, kalau sampai rusak maka rusaklah sumber penghidupan kami di Lombok,” ujar Kertamono.
Kertamono mencontohkan peran adat selama ini untuk menjaga kelestarian alam, khususnya yang berada di kawasan hutan adat yang berada di Desa Bayan. Hutan adat selama ini menjadi sumber mata air yang dimanfaatkan untuk pertanian dan menghidupi masyarakat sekitar.
“Kami di Bayan sejak dahulu melestarikan alam melalui sistem adat untuk menjaga hutan adat kami. Misalnya siapa saja yang menebang satu pohon, mereka akan didenda harus mengeluarkan satu ekor kerbau, uang bolong sebanyak 244 keping, beras satu kuintal, kelapa 20 buah. Kalau dia belum mengeluarkan denda tersebut yang bersangkutan akan diasingkan,” jelas Kertamono.
Selama ini, aturan adat tersebut masih berlaku hingga sekarang. Sehingga keasrian hutan adat di Bayan masih terjaga sampai sekarang.
“Kalau ditanding-tanding mana yang lebih asri hutan adat kami dengan kawasan taman nasional, tentunya hutan kami. Karena kalau di taman nasional kan ada saja kasus-kasus ilegal loging dan pelanggaran lainya,” ujar Kertamono.
Kertamono juga menyinggung rentetan kejadian adanya kecelakaan pendakian di Gunung Rinjani. Menurutnya hal tersebut dikarenakan selama ini banyak kearifan lokal dan hukum adat yang dilanggar baik oleh pengunjung maupun pemerintah dalam hal pengelolaan Gunung Rinjani.
“Makanya kalau ada kejadian di Rinjani seperti jatuhnya wisatawan yang viral itu kan, itu sebenarnya menjadi teguran kepada kita semua yang telah merusak Gunung Rinjani. Apalagi kalau jadi pembangunan seaplane, gamping dan kereta gantung apalagi, ini merusak namanya,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), bakal mengkaji rencana pembangunan seaplane dan glamping di kawasan Gunung Rinjani, Lombok Timur, NTB. AHY menegaskan setiap rencana pembangunan harus mempertimbangkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kebutuhan ruang, dan kelestarian lingkungan.
“Saya pelajari dahulu apa yang menjadi rencana dan dampaknya ke depan,” ujar AHY seusai menyerahkan sertifikat elektronik untuk warga di Kecamatan Narmada, Lombok Barat, Minggu (27/7/2025). Pernyataan itu AHY ungkapkan untuk merespons penolakan proyek seaplane dan glamping di kawasan Gunung Rinjani dari aktivis lingkungan di NTB.
Menurut AHY, setiap pembangunan infrastruktur memang dibutuhkan seiring peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan ekonomi daerah. “Ketika kebutuhan masyarakat meningkat, penduduk banyak, lahan terbatas, kami ingin ekonomi tumbuh. Artinya, butuh industri,” ujarnya.
Segala pembangunan di Gunung Rinjani, AHY menegaskan, seharusnya tidak boleh meninggalkan tanggung jawab terhadap keberlanjutan ekologi. Ketua Umum Partai Demokrat itu mengingatkan pentingnya prinsip pembangunan berkelanjutan, alias tidak hanya mengejar angka pertumbuhan atau pemerataan, tetapi juga menjaga keseimbangan lingkungan hidup.
“Saya sangat mendorong agar pembangunan tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan dan pemerataan, tetapi juga harus menjaga keseimbangan alam,” tegas AHY.