Mantan Wakil Bupati (Wabup) Sumbawa Dewi Noviany mengajukan penanguhan penahanan, setelah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polresta Mataram dalam kasus korupsi pengadaan masker COVID-19 di Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Diskop UMKM) Nusa Tenggara Barat (NTB) 2020.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
Alasan adik mantan Gubernur NTB Zulkieflimansyah itu mengajukan penangguhan penahanan lantaran sakit. “Iya, karena itu (sakit),” kata kuasa hukum Dewi Noviany, Kusnaini, Kamis (7/8/2025).
Lantaran sakit itu juga menjadi alasan Novi meminta ditunda pemeriksaannya sebagai tersangka, yang seharusnya diperiksa pada Kamis (31/7/2025). Pemeriksaan dijadwalkan ulang Rabu (6/8/2025) dan langsung ditahan.
“Kemarin (Kamis 31/7/2025) memang minta penundaan (pemeriksaan), karena hasil pemeriksaan dokter (Dewi Noviany) sakit, tensinya darahnya naik,” sebutnya.
Kusnaini tidak memungkiri hasil pemeriksaan dokter tersebut menjadi salah satu alasan permohonan penangguhan penahanan. “Iya, itu termasuk juga,” ungkapnya.
Selain masalah kesehatan, dalam permohonan turut menyertakan penjamin agar penangguhan penahanan bisa dikabulkan. Penjaminnya ialah dirinya sendiri.
“Penjaminnya? Kami langsung dari kuasa hukumnya,” ujarnya.
Novi salah satu tersangka dalam kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,58 miliar tersebut. Ada lima tersangka lainnya. Yakni, mantan Kepala Biro Ekonomi Setda NTB Wirajaya Kusuma dan istrinya Rabiatul Adawiyah, Kamaruddin, Chalid Tomassoang Bulu, serta M Haryadi Wahyudin.
Mereka semua mengajukan penangguhan penahanan. Tetapi, Satreskrim Polresta Mataram belum merespons permohonan tersebut.
“Seluruhnya belum ada ditangguhkan,” kata Kasatreskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili.
Saat ini, semua tersangka masih ditahan di Rutan Polresta Mataram. Tersangka pertama ditahan ialah Wirajaya Kusuma dan terakhir adik mantan Gubernur NTB Zulkieflimansyah, Dewi Noviany.
“Semua tersangka masih kami tahan,” katanya.
Pengadaan masker COVID-19 ini anggarannya senilai Rp 12,3 miliar yang bersumber dari Belanja Tak Terduga (BTT) Diskop dan UMKM NTB. Kerugian negara sebesar Rp 1,58 miliar berdasarkan hasil hitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.
Saat pengadaan itu, para tersangka memiliki jabatan dan peran berbeda. Wirajaya Kusuma saat itu sebagai Kadiskop dan UMKM NTB, Kamaruddin selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Chalid Tomassoang Bulu sebagai Kabid UKM pada Diskop dan UMKM NTB, dan M Hariyadi Wahyudin sebagai staf di Bidang UKM.
Kemudian, Rabiatul Adawiyah staf di Dinas Perdagangan NTB. Sementara, Dewi Noviany sebagai Kepala Sub Bagian (Kasubag) Tata Usaha (TU) pada Bidang Aset Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.