Ratusan Siswa Keracunan, DPRD Nilai NTT Belum Siap Jalankan Program MBG

Posted on

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai provinsi itu belum siap menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Penilaian itu muncul setelah ratusan siswa di Kota Kupang dan Sumba Barat Daya mengalami keracunan.

Anggota Fraksi PKB DPRD NTT, Marselinus Anggur Ngganggus, mengatakan fraksinya mendukung program unggulan Prabowo Subianto itu, tetapi penerapan di NTT dinilai masih jauh dari kata siap. Menurutnya, program MBG di NTT membutuhkan perhatian serius agar tidak menimbulkan risiko bagi anak-anak penerima manfaat.

“Fraksi PKB mendukung penuh program MBG karena ini menyentuh langsung kebutuhan dasar anak-anak kita, yaitu gizi. Di sisi lain, program ini juga membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Namun, NTT dilihat belum siap jalankan program ini,” terang Marselinus, kepada awak media, Senin (28/7/2025).

Program MBG, tutur Marselinus, merupakan salah satu program prioritas nasional untuk meningkatkan status gizi anak sekolah dan mendukung kualitas sumber daya manusia (SDM) menuju Indonesia Emas 2045. “Selain itu, MBG ini diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui pengadaan bahan pangan lokal dan pelibatan tenaga kerja dalam pengelolaan dapur,” katanya.

Marselinus program MBG di NTT belum berjalan maksimal. Salah satunya dapat dilihat dari pemenuhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Hingga semester pertama 2025, baru 45 SPPG yang terbentuk dan berjalan. Padahal, NTT ditargetkan menjalankan sebanyak 800 SPPG.

“Saya tanya ke Badan Gizi, dari 800 SPPG itu, berapa yang sudah jalan. Jawabannya tidak jelas, ini indikasi bahwa NTT belum siap. Kita tidak bisa sekadar jalankan program besar ini tanpa kesiapan yang matang,” terang Marselinus.

Selain itu, Marselinus juga menyoroti soal kesiapan infrastruktur dan lemahnya pengawasan kualitas makanan. Terlebih, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hingga kini belum mempunyai anggaran khusus untuk melakukan pengawasan rutin terhadap menu-menu MBG yang disajikan di sekolah.

“Ini nyawa manusia, tidak bisa dianggap remeh. Makanan didistribusikan ke sekolah-sekolah tanpa kontrol mutu gizi yang ketat. Kalau ini terus dibiarkan, bisa berbahaya,” tegas Marselinus.

Tak hanya itu, Marselinus juga menyinggung pola rekrutmen yayasan pengelola dapur MBG yang dinilai tidak transparan. Ia menduga, ada praktik percaloan dalam pengelolaan dapur MBG, yakni adanya pihak tertentu yang meminta bayaran agar dapur bisa dibentuk dan diberi proyek.

Marselinus mengkritik kecenderungan pengoperasian dapur MBG yang lebih banyak menyasar daerah perkotaan. Fraksi PKB DPRD NTT, kata dia, mengusulkan agar penyebaran dapur MBG diprioritaskan untuk wilayah-wilayah miskin, tertinggal, dan rawan gizi.

“Kalau di kota, anak-anak rata-rata sudah cukup gizi dari rumah. Tetapi, di kampung-kampung ekstrem justru program ini paling dibutuhkan. Jangan ambil gampangnya saja,” kritik Marselinus.

Marselinus memastikan Fraksi PKB DPRD NTT akan terus mengawal program MBG dan turun langsung ke lapangan setelah hasil BPOM terkait dugaan keracunan siswa keluar. Marselinus menegaskan program MBG tidak boleh dihentikan, tetapi harus dibenahi secara menyeluruh demi melindungi masa depan generasi muda NTT.

“Program ini jangan diberhentikan, tetapi harus dibenahi total. Tidak boleh ada kompromi soal kualitas makanan. Ini menyangkut masa depan anak-anak kita,” jelas Marselinus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *