Seorang wanita berinisial S (67), warga Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dinyatakan positif terinfeksi Hantavirus jenis Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS) yang ditularkan melalui tikus. Temuan ini menjadi kasus pertama di Kupang.
S diketahui positif setelah memeriksakan diri di Salatiga, Jawa Tengah, seusai mengeluh nyeri tubuh. Ia tiba di Salatiga pada 8 Mei 2025 dan sempat dirawat sejak 14 Mei. Awalnya, ia didiagnosis leptospirosis, tapi hasil tes laboratorium pada 2 Juni menyatakan S positif hantavirus.
Kepala Dinas Kesehatan NTT, Iin Adriany, mengatakan pihaknya langsung menindaklanjuti laporan dari Balai Besar Laboratorium Kesehatan Lingkungan (BBLKL) Salatiga dan Dinkes Jawa Tengah. Surat resmi dikirim ke Pemerintah Kota Kupang pada 8 Juli 2025.
“Sudah dilakukan tindak lanjut. Kami sudah sampaikan dalam surat ke pemkot melalui dinkes, RS, dan puskesmas. Tak ada yang harus dikhawatirkan berlebih jika kita jaga kebersihan lingkungan dan sanitasi,” ujar Iin, Jumat (11/7/2025) di Kupang.
Iin menambahkan virus ini tidak menular antarmanusia. Penularannya terjadi melalui urin, feses, atau air liur tikus yang terhirup atau masuk ke tubuh manusia.
“Ya, menular ditularkan melalui kotoran dan kencing tikus. Untuk mencegah yang dibutuhkan yaitu kampanye hidup bersih dan sehat,” terangnya.
Ia mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan. Terlebih, masyarakat yang tinggal di perumahan yang berdempetan.
Menurutnya, penyakit apapun harus segera ditangani agar tidak mengakibatkan penyakit lebih yang serius. Gejala Hantavirus bisa berupa demam dan sesak napas hingga bisa berbahaya dengan tingkat fatalitasnya mencapai 30-50 persen.
“Kita tak bisa menyepelekan, tapi juga tak perlu panik yang dibutuhkan pola hidup sehat dan bersih,” pungkasnya.
Terpisah, Wali Kota Kupang Christian Widod membenarkan adanya temuan itu. Ia menyampaikan tim di lapangan sudah melakukan pencegahan dengan menangkap tikus-tikus untuk dites di laboratorium.
“Hantavirus ini dengan vektor tikus. Ada temuan itu, jadi saya langsung mengaktifkan surveilans itu di Kecamatan Maulafa. Kami aktifkan juga pencegahannya. Tikusnya ditangkap semua. Jadi ditangkap, dibawa ke lab untuk dites,” jelas Christian.
Chris menambahkan, wanita ini tertular karena kebiasaannya selama ini menangkap tikus dan ditambah imun tubuh pasien yang juga sudah menurun.
“Sebenarnya karena pasien ini katanya suka tangkap tikus. Dia lama di Salatiga tapi sebelum ke Salatiga dia di sini, kerjanya suka tangkapin tikus dan sudah usia tua dengan ketahanan tubuhnya kan sudah turun,” jelasnya.
Dari aspek penularan hantavirus tikus, kata dia, tidak menyebar melalui batuk. Hantavirus itu zoonosis atau hanya dapat menyebar dari hewan ke manusia, bukan dari manusia ke manusia.
“Makanya kalau kita kena kencing tikus, pegang tikus atau tikus lewat ke kita punya makanan dan masuk ke mulut, terhirup, nah itu kita akan tertular, tapi tidak akan menyebar antar manusia seperti penyakit batuk pilek,” tambah Chris.
Ia mengimbau masyarakat agar selalu membudayakan kebiasaan hidup bersih terhadap diri, rumah, maupun lingkungan sekitar agar tak menjadi sarang tikus.
“Karena hewan ini vektornya,” kata politikus PSI ini.
Kronologis S positif Hantavirus dari Tikus
Jenis Hantavirus yang diidap lansia asal Kelurahan Kolhua ini ialah Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS). S tiba di Salatiga pada 8 Mei 2025 dan dirawat tiga hari mulai 14 Mei karena mengeluh sakit di seluruh tubuh terutama betis.
Dokter mendiagnosisnya mengalami leptospirosis. Hasil tes darah di laboratorium RS. dr. Asmir Kota Salatiga, 19 Mei, menyebutnya terindikasi mengalami kerusakan liver dan ginjal.
Darahnya pun diambil untuk dikirim ke Balai Besar Laboratorium Kesehatan Lingkungan (BBLKL) Salatiga. Kemudian penyelidikan epidemiologi mulai dilakukan 27 Mei oleh Dinas Kesehatan Kota Salatiga dan Puskesmas Sidorejo Kidul.
Hasilnya, pada 2 Juni 2025, membuktikan ia positif hantavirus. Hasil ini pun dikirim lewat notifikasi laporan ke Dinas Kesehatan Provinsi NTT dan Loka Labkesmas Waikabubak kemudian Puskesmas Sikumana.
Pihak puskesmas kemudian memasang perangkap tikus di kediaman pasien di Kota Kupang dan memetakan lokasi mulai 7- 9 Juni. 24 ekor tikus tertangkap yaitu 23 ekor dari lokasi tempat tinggal pasien dan 1 ekor dari kelurahan lain sebagai pembanding.
Tim Balai Besar Laboratorium Kesehatan Lingkungan (BBLKL) Salatiga kemudian menganalisis dengan hasil 2 ekor tikus positif hantavirus dan 2 ekor tikus positif leptospira.