Suasana cemas menyelimuti para pemilik warung di Pantai Tanjung Aan, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, seiring berakhirnya tenggat waktu pengosongan lapak yang ditetapkan PT Injourney Tourism Development Corporation (ITDC). Ratusan warga bersiap menghadapi penggusuran karena dianggap menempati lahan Hak Pengelolaan (HPL) milik negara yang dikelola ITDC.
Salah satu pemilik warung, Adi Wijaya, menyatakan keberatan untuk meninggalkan kawasan tersebut. Sebab, ia telah tinggal dan menggantungkan hidup di Pantai Tanjung Aan sejak 1980-an.
“Jangan digusur dulu lah, karena di sini tempat masyarakat mencari makan. Dan bukan warga Tanjung Aan aja yang jualan di sini. Tapi dari desa-desa yang lain juga,” kata Adi kepada infoBali, Sabtu (28/6/2025) di Pantai Tanjung Aan.
Adi menyebutkan terdapat sekitar 180 warung yang beroperasi di sepanjang pantai. Namun, total warga yang mengais rezeki di kawasan ini mencapai lebih dari 500 orang, termasuk pemandu wisata, pedagang asongan, tukang parkir, hingga karyawan warung.
“Total warung yang ada di sini itu sebanyak 180. Tetapi yang bekerja di sini itu seperti surfing, penjual asongan, belum lagi karyawan warung ini,” ujarnya.
Adi mengaku tak tahu harus mengadu ke mana. Bersama pemilik warung lainnya, ia menyatakan akan tetap bertahan meskipun terancam digusur paksa.
“Kalau mau digusur, kami tetap akan bertahan. Bagaimanapun caranya, kami akan tetap tinggal di sini. Kami akan tetap kompak di sini,” imbuhnya.
Selain itu, Adi juga membantah jika ada pemilik warung yang sudah membongkar lapak miliknya secara sukarela. Ia menyebut sejauh ini pedagang di Pantai Tanjung Aan masih kompak dan tak mau keluar.
“Kalau masalah itu saya lihat belum ada ya sampai sekarang. Kita bisa dilihat sekarang ada nggak warung yang sudah nutup atau dibongkar kan tidak ada,” bebernya.
Pemilik warung lainnya, Papuk Suming, mempertanyakan alasan ITDC untuk melakukan penggusuran warung warga. Ia menyebut lapak itu berdiri di atas sempadan pantai yang tak boleh dibangun kecuali untuk kepentingan masyarakat.
“Ini kan di sempadan pantai, terus tiba-tiba kita dengar pernyataan Pak Sekda Lombok Tengah yang menyebut sudah masuk HPL. Padahal dulu itu mereka menyebut tidak akan memasukkan sempadan pantai ke HPL oleh LTDC,” katanya.
Di sisi lain, ia melihat upaya penggusuran ini merupakan salah satu wujud otoriter pemerintah terhadap masyarakat. Pria 65 tahun ini menyebut akan tetap bertahan meskipun harus digusur.
“Kami ini masyarakat loh. Kami yang pilih pemerintah ini. Tapi kok kami sebagai rakyat yang tersiksa oleh pemerintah ini,” tegasnya.
Sependapat dengan Adi, Suming akan tetap mempertahankan warungnya meski akan digusur paksa. “Saya akan tetap bertahan. Saya tidak mau digusur,” ujarnya.
Sebelumnya, ITDC memastikan akan tetap menertibkan lapak jualan dan warung-warung di Pantai Tanjung Aan, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, meskipun mendapat penolakan dari warga. ITDC mengeklaim sosialisasi dan pemberitahuan pengosongan sudah dilakukan sejak 2023.
“(Tetap) kami lakukan pengosongan dan penataan sesuai masterplan pengembangan kawasan,” kata General Manager (GM) The Mandalika, Wahyu Moerhadi Nugroho kepada media, Kamis (26/6/2025) di Praya.
Wahyu menjelaskan yang dilakukan oleh ITDC saat ini adalah pemanfaatan lahan melalui skema kerja sama legal seperti LUDA (Land Utilization Development Agreement) dan sewa jangka panjang, di atas lahan berstatus Hak Pengelolaan (HPL) milik negara yang dikelola ITDC sesuai dengan mandat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2008.
Wahyu menegaskan pemanfaatan lahan oleh investor bukan bentuk privatisasi dan publik tetap dapat akses ke pantai. Dia pun mencontohkan pengelolaan The Nusa
Dua, Bali, di mana masyarakat tetap bebas mengakses pantai meskipun berada di dalam kawasan hotel internasional.
“Itu sudah kami sampaikan, sehingga sampailah saat ini bahwa memang sudah dikerjasamakan. Kami sudah memasuki tahapan pengosongan dan penataan lahan sesuai master plan, sesuai RDTR Lombok Tengah dan sesuai dengan Perpres KEK Mandalika dan PP 50 tentang pengelolaan KEK Mandalika,” ujarnya.
Sebagai informasi, ITDC memberikan tenggang waktu kepada warga untuk melakukan pengosongan secara mandiri hingga tanggal 28 Juni 2025 atau hari ini. Selebihnya, mereka akan melakukan penggusuran secara paksa.
ITDC selaku pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika berencana membangun hotel bintang lima dan beach club di Pantai Tanjung Aan yang juga menjadi bagian dari lahan yang dikelola.
Sejauh ini PT ITDC sudah membangun komitmen dengan dua investor untuk mengembangkan kawasan Pantai Tanjung Aan. Salah satunya adalah PT Kleo Mandalika Resor yang akan membangun hotel bintang lima dengan total investasi direncanakan mencapai Rp 2 triliun.