Sengketa pemanfaatan sempadan pantai di Dusun Montong Buwuh, Desa Meninting, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NT), antara nelayan setempat dengan PT Lagoonbay hingga kini belum menemui titik terang. Mereka meminta agar hak akses sempadan pantai dikembalikan.
Permasalahan bermula dari klaim kepemilikan sertifikat hak milik atas tanah yang menjulur hingga ke sempadan pantai oleh PT Lagoonbay. Akibatnya, nelayan tidak dapat menambatkan perahu mereka di kawasan tersebut.
“Memang betul dia tidak mengusir secara lisan. Tapi dia deretkan gumbleng (buis beton) itu di pantai itu. Kalau ada gumbleng kan perahu tidak bisa naik,” ujar salah satu nelayan, Mohali, Kamis (20/6/2025).
Padahal menurut Mohali, nelayan hanya ingin memanfaatkan sempadan pantai untuk menambatkan perahu dan menaruh mesin. Bahkan, perusahaan sempat berjanji akan membantu menata kawasan tersebut.
“Kami hanya mau taruh mesin, kalau dilihat dari perjanjian sebenarnya dia yang mau bangunin (tempat parkir perahu) kami,” bebernya.
Senada dengan itu, nelayan lain bernama Latif menyatakan bahwa mereka tidak menolak investasi ataupun pembangunan. Namun, ia meminta hak para nelayan untuk tetap dapat memanfaatkan pantai dikembalikan.
“Kami bukan menolak investasi, kami hanya ingin tempat kami parkir perahu itu tidak diganggu. Karena menurut kami siapa tahu nanti saling menguntungkan satu sama lain,” terangnya.
Menurut Latif, sempadan pantai tersebut satu-satunya tempat teraman bagi nelayan menambatkan perahu sejak zaman nenek moyang. Di area tersebut, 50 perahu bisa diparkirkan.
Latif mengatakan bahwa permasalahan ini berlangsung sejak tahun lalu. Nelayan hanya ingin membangun tenda sebagai tempat perbaikan perahu tapi tidak diberikan oleh pihak perusahaan.
Ia menyebut pemerintah daerah sudah turun meninjau lokasi tersebut. Namun, menurutnya pemerintah hanya memberi janji tanpa tindakan nyata.
“Cuma janji doang, ‘tenang tenang, kita akan selesaikan’ itu aja kata mereka sampai sekarang nggak ada apa-apa,” kelitnya.
Nelayan lainnya, Mansyur, menambahkan bahwa perusahaan sempat menanam pohon di sempadan pantai. Sehingga hal itu membuat perahu makin sulit ditambatkan.
“Kok pasir dia mau tanami pohon, kan lucu,” katanya.
Mansyur juga mempertanyakan legalitas sertifikat hak milik yang mencakup area sempadan pantai. Menurutnya, jika itu diperbolehkan, maka seharusnya nelayan bisa lebih dulu mengajukan sertifikat.
“Bibir pantai ini kok bisa disertifikatkan? Kalau memang bisa, lebih dulu kami yang sertifikatkan itu. Itu saya herankan,” ucapnya.
Terpisah, PT Humas Lagoonbay, Lalu Marzoan, mengatakan perusahaan sebenarnya telah menyediakan lokasi bagi nelayan. Namun, beberapa warga menolak diatur.
“Ya seperti rencana awal kan pihak Lagoonbay dipersiapkan itu, hanya minta perusahaan yang atur mereka. Dari beberapa warga statemennya tidak mau diatur oleh perusahaan,” pungkasnya.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Sebelumnya, Bupati Lombok Barat, Lalu Ahmad Zaini (LAZ), merespons polemik sempadan pantai antara nelayan dengan pihak PT Lagoonbay di Meninting. Menurut LAZ, polemik tersebut tidak semua menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat, tetapi juga Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Kan memang ini banyak pihak di dalamnya, tidak semua menjadi kewenangan kabupaten,” tegas LAZ saat diwawancarai, Kamis (19/6/2025).
LAZ mengatakan polemik tersebut terkait dengan sertifikat hak milik (SHM) yang sampai menjulur ke sempadan pantai. Sehingga, mengenai urusan sertifikat menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN).