Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mempertimbangkan pembagian dana pengelolaan Taman Nasional Komodo (TNK) kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Wacana ini mencuat usai Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi mengeluhkan tidak adanya kontribusi dana dari pengelolaan TNK untuk pemerintah daerah, padahal dana yang dihimpun mencapai puluhan miliar setiap tahun.
Staf Ahli Menteri Kehutanan Fahrizal Fitri menyebut hal itu perlu dibicarakan lebih lanjut dengan Kementerian Keuangan.
“Nah itu mungkin nanti kita bicarakan dengan Kementerian Keuangan, menyangkut nanti dana bagi hasilnya seperti apa,” kata Fahrizal seusai mengunjungi pabrik pengolahan bambu Mosedia di Labuan Bajo, Selasa (17/6/2025) sore.
Fahrizal menegaskan, Kemenhut tidak memiliki kewenangan dalam pelayanan publik di kawasan TNK, seperti pendidikan dan kesehatan. Kemenhut hanya bertanggung jawab pada program pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi.
“Kalau kami sifatnya adalah pemberdayaan kepada masyarakatnya. Kalau bicara kesehatannya mungkin memang karena itu kewenangannya tidak ada kami mengurus kesehatan. Tentu pada daerah yang mengurus kesehatan ya,” ujar Fahrizal.
“Jadi kami ada program-program mungkin pembinaan, pengembangan sumber daya manusia ya. Terus juga pengembangan ekonominya itu bisa. Karena kalau kehutanan tidak bisa mendirikan sekolah atau kesehatan,” lanjutnya.
Keluhan Edistasius Endi sebelumnya disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD Manggarai Barat pada 23 Maret 2025. Ia menyebut pihak Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) memungut pendapatan hingga puluhan miliar tiap tahun dari wisatawan, namun tidak memperhatikan kesejahteraan warga dan pelayanan publik di kawasan TNK.
“Dalam konteks TNK karena dia masuk dalam kategori penerimaan yang disebut dengan PNBP, tetapi masyarakat miskinnya mereka tidak urus,” ujar Edi Endi, Sabtu (22/3/2025).
“Sekolah rusak mereka tidak urus, dermaga mereka tidak bangun, puskesmas mereka tidak bangun tetapi uang yang dipungut atas keindahan yang menjadi domain otoritas mereka itu mereka pungut, tanpa membagi sepeserpun kepada pemerintah daerah,” lanjutnya.
Edi Endi meminta agar jika dana PNBP tidak bisa dibagikan, maka minimal fasilitas dan kebutuhan masyarakat tetap menjadi perhatian Kemenhut.
“Oke, daerah tidak mendapat bagian dari PNBP tapi rakyat di situ harus diurus, fasilitas kesehatannya termasuk dermaganya rakyat miskinnya dibangun. Jangan kekayaan alamnya diurus tapi rakyatnya itu urusan bupati,” tegasnya.
Diketahui, PNBP TNK pada 2024 mencapai lebih dari Rp 53 miliar. Angka ini diperoleh dari 334.206 wisatawan mancanegara dan nusantara yang berkunjung ke TNK sepanjang 2024. Pendapatan ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu Rp 41 miliar pada 2023 dan Rp 20 miliar lebih pada 2022. Seluruhnya disetorkan ke kas negara melalui Kemenhut.
Selain terkait dana bagi hasil, Kemenhut juga menanggapi konflik berkepanjangan antara warga dan Komodo di kawasan TNK. Staf Ahli Menteri Kehutanan Fahrizal Fitri mengatakan, kementeriannya akan membangun pagar pembatas antara permukiman warga dan habitat Komodo.
“Ya, jadi permasalahan selama ini kan adanya benturan konflik antara masyarakat dengan Komodo sekitar situ. Jadi dua minggu yang lalu kami sudah bahas bahwa untuk area-area pemukiman yang berada di Taman Nasional Komodo itu kita akan membangun pagar untuk keamanan,” ujar Fahrizal.
Pagar tersebut dirancang sepanjang dua kilometer dalam tahap pertama. Namun, pembangunan masih menunggu kesiapan anggaran yang bersumber dari dana hibah Norwegia.
“Ini kami bahas anggaranya, karena ini anggaranya adalah dana dari Norway. Kemungkinan tergantung dana sudah siap, tinggal kemarin saya minta mereka untuk merevisi rancangannya (rancangan anggaran yang diajukan BTNK),” terangnya.
Meski belum menyebut lokasi spesifik, Fahrizal memastikan pembangunan akan difokuskan pada daerah-daerah rawan, seperti di Pulau Komodo dan Pulau Rinca.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Yang utama dulu adalah daerah-daerah yang rawan dulu. Nanti semuanya akan berkembang,” jelasnya.
Ia menyebut selama ini BTNK hanya mengandalkan parit sebagai pembatas antara pemukiman warga dan habitat Komodo. Namun, parit dianggap tidak cukup efektif.
“Saya tadi bicara sama temen-temen dari TNK juga, selama ini kan memang dibangun parit. Parit lebar satu meter, dalam setengah meter gitu kan. Tapi sepertinya masih belum aman. Makanya dengan adanya penganggaran itu kita akan bangun pagar. Sehingga betul-betul menjamin tidak ada konflik antara komodo dengan masyarakat yang bermukim di situ,” tandas Fahrizal.