6 Teks Khutbah Idul Adha 2025, Belajar Taat dari Nabi Ibrahim dan Ismail

Posted on

Umat Islam di seluruh dunia akan merayakan Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah yang jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025. Momen ini menjadi waktu istimewa bagi umat Muslim untuk melaksanakan salat Idul Adha, mengumandangkan takbir, dan menyembelih hewan kurban sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah SWT.

Salat Idul Adha merupakan ibadah sunnah muakkadah yang sangat dianjurkan. Setelah salat dua rakaat, jemaah diwajibkan mengikuti khutbah atau ceramah agama hingga selesai sebagai bagian dari kesempurnaan ibadah salat Id.

Dalam khutbah Idul Adha, para penceramah, ulama, dan tokoh agama biasanya mengangkat kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS sebagai teladan ketaatan kepada Allah. Tak hanya itu, khutbah juga sering mengingatkan tentang pentingnya keimanan, ketakwaan, serta kesadaran akan kematian sebagai bekal untuk kehidupan akhirat.

Untuk membantu para penceramah atau khatib, berikut contoh materi khutbah Idul Adha 2025 yang singkat, mudah dipahami, dan sarat makna.

Contoh Teks Khutbah Idul Adha 2025

Niat: Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warohmatulohi wabarakatuh

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, yang telah melimpahkan berbagai nikmat dan karunia-Nya kepada kita. Terutama nikmat iman, IsIam dan kesempatan untuk bisa hadir dalam hari besar Idul Adha yang penuh berkah ini.

Sholawat dan salam kita limpahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW. Pemimpin, panutan dan kekasih Allah yang selalu menjadi suri tauladan bagi kita semua untuk mengikuti contohnya. Semoga Allah senantiasa juga menjaga, di berikan kesehatan dan rizqi untuk kita semua yang hadir di hari yang Allah muliakan ini.

Jamaah salat Id yang berbahagia, di zaman sekarang yang kita lihat saat ini, rasa-rasanya menjaga dan merawat Islam, iman dan ihsan adalah sesuatu yang begitu sulit. Ritual keagamaan hanya dipandang biasa bahkan terlupakan maupun di kesampingkan.

Modernisasi kehidupan membuat kita terlena dan menjauh dari apa yang sudah seharusnya kita emban sejak dilahirkan ke dunia. Mencari rizqi hingga berlarut-larut, menunda-nunda ibadah bahkan melalaikan waktu untuk ibadah sudah biasa dilakukan di era ini.

Tapi kalau sudah nongkrong, bermain game dan bermalas-malasan menjadi suatu hal yang saat ini lebih diutamakan. Padahal gema adzan untuk beribadah sering kali terdengar dan menyapa, namun tidak sekalipun kita segera melaksanakannya.

Karena itulah, hari ini, di hari yang mulia ini, perkenankan kami mengajak jamaah salat Id untuk senantiasa meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. Mari kita ber-istiqomah dan tetap teguh melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya agar kita senantiasa diberkati dan di ridhai Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat.

Di pagi yang cerah ini juga, kita semua melaksanakan salat Id mari kita kumandangkan takbir, tahlil, tahmid dan tasbih kepada Allah SWT agar meraih ridha dan karunia-Nya.

Jamaah salat Id yang berbahagia
Kurban memiliki arti sesuatu yang dekat atau mendekatkan. Kurban sering disebut juga udhhiyah artinya hewan sembelihan. Perintah untuk menyembelih daging kurban ini salah satunya termaktub dalam Al Quran:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ

Artinya:

“Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah”

Meski fisik hewannya yang disembelih, tetapi hakikatnya ialah pengorbanan dan pengabdian diri sepenuh hati kepada Ilahi Rabbi. Allah berfirman:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ

“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu.

Kurban adalah praktik keagamaan yang berakar dari risalah yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS sebagai wujud ubudiyah kepada Allah SWT. Bukan sebagai praktik untuk berfoya-foya menikmati daging kurban.

Berdasarkan QS. Al-Hajj ayat 34, salah satu tujuan disyariatkannya ibadah kurban ialah menjadi pribadi al-mukhbitin. Kata “al-mukhbitin” ini berasal dari “al-khabtu” yang maknanya adalah tanah yang keras. Sedangkan menurut salah seorang ulama terkenl yaitu Mujahid, “al-mukhbitin” adalah “al-mujtahiduna fil ‘ibadah” atau orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam mengabdi kepada Allah sehingga ia rela mengorbankan harta, pikiran, tenaga dan nyawa.

Sementara itu, karakter “al-mukhbitin” tergambar jelas dalam QS. Al-Hajj ayat 35. Karakter pertama dan yang paling esensial ialah tauhid:

الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ

Artinya:
“Orang-orang yang apabila disebut nama Allah hatinya bergetar!”

Ciri pertama ini menandakan bahwa tatkala bibir mengucap asma Allah, hati ikut hanyut dalam kerinduan. Menurut Sayyid Quthub, ungkapan “wajilat qulubuhum” menggambarkan getaran yang menghantarkan perasaan sunyi di dalam hati seorang mukmin ketika dia diingatkan akan Allah, perintah-Nya, atau larangan Allah.

Saat berhubungan dengan alam kehidupan, kita sering mengucapkan subhanallah, alhamdulillah, masyaAllah, Allahuakbar, insyaAllah, dan kalimat terpuji lainnya.

Jamaah salat id yang berbahagia
Karakter kedua dari pribadi al-mukhbitin ialah penyabar:

وَالصّٰبِرِيْنَ عَلٰى مَآ اَصَابَهُمْ

Artinya
“Orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka”

Sabar adalah konsep psikologis yang melibatkan kemampuan dalam individu untuk mengendalikan emosi, menahan diri, dan bertahan dalam menghadapi situasi yang sulit, menantang, atau menekan.

Dalam dunia saat ini, kesabaran membantu kita untuk melambatkan langkah, menenangkan pikiran, dan menjaga fokus pada tujuan jangka panjang.

Sabar tidak hanya terkait dengan ujian dan musibah semata. Ia juga dapat berhubungan dengan keteguhan dalam menjalankan ibadah atau meninggalkan perbuatan maksiat. Abu Hamid Al Ghazali dalam Mukasyafatul Qulub mengatakan bahwa:

والصبر على اوجه صبر على طاعة الله وصبر على محارمه وصبر على المصيبة

Sabar terdiri dari beberapa bagian, yaitu (1) sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, (2) sabar dalam menjauhi larangan-larangan Allah, (3) sabar dalam menerima musibah.

Karakter ketiga sebagai pribadi al-mukhbitin ialah tidak melupakan salat:

وَالْمُقِيْمِى الصَّلٰوةِۙ

“Orang yang melaksanakan sholat”

Teknologi telah memberikan kita akses tak terbatas ke informasi, hiburan, dan interaksi sosial, yang kadang-kadang dapat mengalihkan perhatian kita dari ibadah. Ketika kita terpaku pada perangkat elektronik kita, seperti handphone, kita dapat terjebak dalam dunia maya yang tak terbatas, sementara waktu yang seharusnya kita habiskan untuk salat terlewatkan.

Padahal salat adalah ibadah yang memungkinkan kita untuk berkomunikasi langsung dengan sang pencipta, mengungkapkan rasa syukur, memohon ampunan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, menjaga dan melaksanakan sholat secara teratur sangat penting dalam menjaga keseimbangan spiritual kita.

Karakter yang terakhir atau keempat dari pribadi al-mukhbitin ialah suka berderma:

وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ

“Orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Allah karuniakan kepada mereka”

Dalam melaksanakan infak, kita mendapatkan pahala dan berkah dari Allah. Infak dianggap sebagai investasi spiritual yang menghasilkan ganjaran dan keberkahan di dunia dan akhirat. Infak juga memperkuat hubungan kita dengan Allah, karena kita menyadari bahwa harta yang kita miliki sebenarnya adalah anugerah dari Allah. Kepemilikan Allah bersifat mutlak, sementara manusia hanya bersifat nisbi.

Infak berkontribusi dalam menciptakan keadilan sosial dengan mengurangi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Melalui infak, kita dapat membantu masyarakat yang kurang mampu secara finansial untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, dan kebutuhan dasar lainnya. Hal ini membantu memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat dan mengurangi kesenjangan yang ada.

Itulah empat karakter al-Mukhbitin yaitu mereka yang senantiasa bergetar tatkala mendengar nama Allah; memiliki sifat sabar; tidak meninggalkan sholat; dan gemar menunaikan infak. Semoga dengan Idul Kurban ini, kita benar-benar menjadi seorang mukmin yang memiliki karakter al-Mukhbitin.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, yang telah melimpahkan berbagai nikmat dan karunia-Nya kepada kita. Terutama nikmat iman, IsIam dan kesempatan untuk bisa hadir dalam hari besar Idul Adha yang penuh berkah ini.

Kita bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan kita bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita kepada Islam, rahmatan lil’alamin.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Di tengah kebahagiaan Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah ini, mari sejenak kita renungkan hakikat sebenarnya dari ibadah kurban yang kita tunaikan hari ini, yakni sebagai amal ibadah sebelum mati sekaligus bekal berharga untuk perjalanan abadi kita di akhirat nanti.

Setiap hewan kurban yang kita sembelih dalam ibadah kurban setelah salat Id adalah menjadi pengingat yang kuat bagi kita tentang kematian. Hewan itu hidup, lalu disembelih, dan dagingnya dibagikan.

Ini merupakan cerminan singkat dari perjalanan hidup kita. Kita semua dilahirkan, hidup di dunia ini dalam waktu yang sangat terbatas dan pada akhirnya, kita akan menghadapi kematian sesuai yang Allah tentukan.

Kita seringkali terlena dengan gemerlap dunia apalagi di jaman ini. Kita sibuk menumpuk harta, lalu mengejar jabatan dan membangun ambisi yang seolah-olah hidup ini tak berujung.

Padahal, kematian itu sangat dekat dan amat dekat dikehidupan kita, dan itu pasti akan terjadi. Hari ini, kurban hadir sebagai pengingat lembut bahwa dunia ini hanyalah persinggahan sementara bagi kita.

Jamaah sekalian, yang Allah rahmati

Ketika kita menyembelih hewan kurban, kita kembali diingatkan bahwa pada suatu hari, kita juga akan “disembelih” dari kehidupan dunia ini. Artinya kita dipisahkan dari segala apa yang kita miliki dan itu kembali lagi kepada Sang Pencipta.

Pertanyaannya, sudahkah kita menyiapkan bekal terbaik untuk perjalanan menuju akhirat nanti?

Kurban sejatinya salah satu amal yang bisa dijadikan bekal kita menghadapi kematian. Kurban bukan hanya tentang menyembelih, tapi juga tentang kebaikan yang mengalir.

Daging kurban dibagikan kepada fakir miskin, tetangga, dan kerabat. Ini adalah bentuk nyata dari kepedulian sosial yang diajarkan dalam agama Islam. Memberi makanan kepada yang membutuhkan adalah sedekah yang sangat dianjurkan.

Bayangkan, berapa banyak pahala yang mengalir dari setiap suapan daging kurban yang dinikmati oleh mereka yang jarang merasakannya. Ini adalah investasi pahala yang akan terus mengalir bahkan mungkin setelah kita tiada.

Di sisi lain, berkurban dapat menyucikan harta kita. Berkurban adalah bentuk syukur atas rezeki yang Allah berikan. Harta yang bersih akan menjadi saksi kebaikan kita di akhirat kelak.

Kurban juga menjadi wujud ketakwaan kita kepada sang Maha Kuasa, Allah SWT. Kurban adalah perintah Allah, maka melaksanakannya harus dengan ikhlas itu bukti ketakwaan dan kepatuhan seorang hamba. Ketakwaan inilah yang akan menjadi penolong kita di hari akhir nanti.

Jamaah rahimakumullah

Mari kita rayakan hari raya Idul Adha tahun ini dengan berlomba-lomba meraih ridha-Nya. Jangan menunggu hari tua, jangan menunggu kaya, jangan menunggu sakit untuk berbuat kebaikan. Kematian tidak mengenal usia, tidak mengenal status, tidak mengenal waktu, dan bisa datang kapan saja dan dimana saja.

Kurban adalah salah satu dari sekian banyak pintu amal kebaikan yang bisa kita raih selagi masih ada kesempatan. Mari, mari kita jadikan momen Idul Adha ini sebagai momentum untuk lebih giat lagi dalam beramal sholeh.

Semoga Allah SWT menerima ibadah kurban dan seluruh amal kebaikan kita, serta menjadikan semua itu sebagai bekal terbaik untuk menghadapi kematian kelak. Amin, amin ya Rabbal Alamin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar

Jamaah salat Idul Adha rahimakumullah,
Idul Adha yang dirayakan umat Islam di seluruh dunia pada setiap bulan Dzulhijjah, merupakan hari raya yang sangat identik dengan dua ibadah, yakni haji dan kurban. Dalam tuntunan-Nya, ke dua ibadah ini memang hanya bisa dilakukan pada bulan Dzulhijjah.

Hari raya Idul Adha, haji, dan kurban juga tak bisa dipisahkan dari kisah dan perjalanan hidup Nabi Ibrahim beserta keluarga karena banyak peristiwa yang mewarnai kehidupannya diabadikan dalam ritual ibadah haji dan kurban.

Peristiwa bersejarah keluarga Nabi Ibrahim, kita bisa mengambil hikmah dan keteladanan. Dimulai dari keteladanan perjuangan hidup sampai dengan keteguhan iman dan takwa dalam menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Kisah-kisah Nabi Ibrahim, yang termaktub dalam Al-Qur’an dan terwujud dalam bentuk ibadah seperti Sa’i, melempar jumrah, puasa tarwiyah dan Arafah, serta menyembelih hewan kurban ini harus semakin meningkatkan keyakinan dan keteguhan kita dalam beribadah. Karena memang tujuan dari diciptakannya kita ke dunia ini adalah untuk beribadah. Allah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya:

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS Ad Dzariyat: 56).

Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,

Dalam menjalankan ibadah haji dan kurban, kita membutuhkan keteguhan dan keyakinan yang kuat karena harus rela mengeluarkan harta yang kita miliki. Jika tidak memiliki niat yang kokoh, maka haji dan kurban pun akan sulit untuk dilakukan.

Untuk berhaji, kita harus berkorban menyiapkan puluhan juta rupiah guna membayar biaya perjalanan ke Tanah Suci. Ditambah juga kesabaran tinggi karena harus rela antre bertahun-tahun karena banyaknya umat Islam yang ingin menjalankan rukun Islam kelima ini.

Berkurban, kita juga harus menyediakan anggaran jutaan rupiah untuk membeli hewan kurban dan kemudian dibagi-bagikan kepada orang lain.

Namun, ma’asyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,

Kita tidak perlu khawatir. Harta dunia yang kita keluarkan untuk berangkat ke Tanah Suci ini akan dibalas oleh Allah swt dengan kenikmatan kehidupan akhirat di surga yang abadi. Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Artinya:

“Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga,” (HR al-Bukhari).

Begitu juga dengan ibadah kurban, Rasulullah telah menegaskan dalam dari Siti Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya:

“Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.”

Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,

Demikian khutbah Idul Adha yang mengangkat tentang kisah inspiratif penuh perjuangan dari keluarga Nabi Ibrahim yang diabadikan dalam ritual ibadah haji dan kurban. Semoga bisa menambah pengetahuan kita sekaligus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Dan semoga Allah swt senantiasa menurunkan hidayah dan rezekinya kepada kita sehingga kita bisa menjalankan tugas kita untuk beribadah khususnya mampu untuk melakukan ibadah haji dan berkurban. Amin.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Mari kita panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang masih memberikan limpahan nikmatNya kepada kita. Di antara limpahan nikmat itu adalah nikmat umur panjang dan nikmat kesehatan. Ini nikmat terbesar yang diberikan Allah. Kita yakin dan percaya tanpa adanya nikmat ini, kita pasti tak akan bisa maupun mampu melangkahkan kaki ini kesini, mengayunkan tangan datang ke tempat ini untuk bersujud kepada Allah SWT untuk melaksanakan salat Idul Adha.

Alhamdulillah, kita laksanakan salat Id sebagai bentuk wujud rasa syukur kita kepada Allah yang telah memberikan nikmat yang banyak kepada kita, yang diawali dengan salat dua rakaat yang telah kita kerjakan barusan ini.
Allah SWT berfirman :

فَـصَـلِّ لـِرَّبِّـكَ وَانْـحَـرْ.

Artinya:

“Maka dirikanlah salat dan berkurbanlah.” (QS.Al-kautsar:2).

Selain dari ayat di atas, syariat Idul kurban juga dapat kita lihat dalam surat Al-Hajj ayat 36

وَا لْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَـكُمْ مِّنْ شَعَآئِرِ اللّٰهِ لَـكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖفَا ذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَآ فَّۚفَاِ ذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَ طْعِمُوا الْقَا نِعَ وَا لْمُعْتَـرَّۗكَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَـكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.

Artinya:

“Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj :36)

Selain yang disebutkan di dua ayat itu, tata pelaksanaan ibadah kurban juga di dasari oleh hadis dari Rasulullah. Bahkan salah satu dari haditsnya memberikan peringatan bagi kita yang enggan menjalankan ibadah kurban.

Dari Abi hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih kurban, janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Hadis di atas, setidaknya memberikan sinyal kepada kita yang menunjukan betapa pentingnya ibadah kurban itu kita laksanakan sebaik-baiknya.

Oleh karena itu saya mengajak semua, kalau kita tidak mampu untuk berkurban, maka setelah ini kita mulai meniatkan dan membulatkan tekat kita untuk melaksanakan kurban di tahun besok. Kita harus menargetkan dan memaksakan diri kita tahun depan saya harus berkurban.

Kalau tidak bisa kita lakukan secara tunai, maka dapat kita lakukan dengan cara membayarnya secara berangsur-angsur. Sebab dia merupakan ibadah yang paling dicintai Allah. Di hari kiamat nanti Allah syafaat bagi mereka yang berkurban.

Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya. Dan darah itu di sisi Allah SWT segera menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah. (HR. Tirmizy 1493 dan Ibnu Majah 3126).

Selain itu, ibadah kurban termasuk merupakan ibadah yang utama. Sisi keutamaannya pada kita adalah dengan bersandingnya dua perintah yaitu salat dan berkurban sekaligus dalam surat al-Kautsar ayat 2.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menafsirkan ayat ini menguraikan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu salat dan menyembelih kurban.

Hal ini menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah SWT, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah SWT, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.

Oleh sebab itulah, dalam surat lain Allah SWT menggandengkan keduanya dalam firman-Nya:

قُلْ اِنَّ صَلَا تِيْ وَنُسُكِيْ وَ مَحْيَايَ وَمَمَا تِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ.

Artinya:

“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,” (QS. Al-An’am : 162)

Walhasil, salat dan menyembelih kurban adalah ibadah paling utama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih kurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah salat.”

Wahai orang-orang beriman yakinlah ibadah kurban yang kita kerjakan ini tidak akan membuat kita rugi. Karena Allah pasti memberikan balasan, kebaikan, serta

keselamatan hingga keberkahan untuk kita yang selalu menjalankan segala yang diperintahkan-Nya.

Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar

Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan kepada kita kesempatan untuk merayakan hari raya Idul Adha 1446 Hijriah. Hari yang bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi juga menyembelih ego, menaklukkan hawa nafsu, pengorbanan sejati, dan membangun kepedulian terhadap sesama.

Shalawat dan salam kita kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sosok yang menjadi panutan, utusan Allah yang di muliakan, yang telah memberikan teladan agung dalam seluruh aspek kehidupan kita, yang menunjukkan bagaimana iman, kesabaran, dan pengorbanan menjadi fondasi peradaban Islam yang agung.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Idul Adha bukanlah ritual kosong. Idul Adha adalah warisan spiritual dari dua manusia agung, Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Kisah mereka adalah kisah ketaatan tanpa syarat kepada Allah, keimanan tanpa keraguan, dan pengorbanan tanpa pamrih. Dua tokoh ini mengajarkan kepada kita makna tertinggi dari ketaatan dan pengorbanan.

Allah berfirman:

“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya (untuk disembelih), Kami panggil dia: ‘Wahai Ibrahim! Sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. As-Saffat: 103-105).
Ketaatan Ibrahim adalah simbol puncak penghambaan kepada Allah. Betapa tidak, seorang ayah diminta untuk menyembelih anak yang sangat dicintainya. Namun karena yakin dan tunduk pada perintah Allah, beliau melaksanakan dengan ikhlas dan mantap. Ini adalah pelajaran agung: iman sejati teruji ketika perintah Allah bertentangan dengan keinginan hati.

Rasulullah bersabda:

“Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam pada hari Idul Adha yang lebih dicintai Allah daripada menyembelih hewan qurban…” (HR. Tirmidzi, no. 1493)
Namun, Allah menegaskan bahwa hakikat qurban bukanlah pada daging dan darahnya:
“Daging-daging hewan qurban itu dan darahnya sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kalian.” (QS. Al-Hajj: 37)

Ma’asyiral Muslimin

Jiwa kurban yang kita rayakan hari ini bukan hanya ajaran simbolik saja. Ia adalah metafora kehidupan, bahwa dalam hidup kita harus berani melepaskan kenyamanan demi prinsip, mengorbankan waktu, tenaga, harta, bahkan ego kita, untuk sesuatu yang lebih besar, ya keridhaan Allah dan kemaslahatan umat.
Imam Ibn Qayyim rahimahullah berkata: “Hakikat qurban adalah mengorbankan yang paling dicintai untuk mendapatkan yang paling mulia: ridha Allah.”

Maka marilah kita bertanya pada diri masing-masing:

Apakah kita telah berqurban sungguh-sungguh untuk Allah, untuk agama Allah, dan untuk saudara-saudara kita yang sedang menderita?
Ma’asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah

Pada hari ini, kita menyembelih hewan kurban. Dalam semangat Idul Adha ini, kita diajak untuk meneladani semangat pengorbanan sosial. Bahwa Islam bukan hanya mengajarkan hubungan vertikal dengan Allah, tetapi juga hubungan horizontal. Artinya apa, kita diajak untuk peduli dan memiliki solidaritas sosial terhadap mereka yang miskin, terlantar, dan tidak berdaya.

Hari ini, jutaan umat Islam masih hidup dalam keterbatasan. Mereka bukan hanya membutuhkan daging qurban, tetapi juga perhatian, pemberdayaan, dan sistem ekonomi yang adil.

Rasulullah mengingatkan dengan tegas:

“ليس المؤمن الذي يبيت شبعان وجاره جائع إلى جنبه وهو يعلم.”

“Bukanlah seorang mukmin, orang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya lapar dan ia mengetahuinya.” (HR. Thabrani)

Hari ini, umat Islam tidak hanya diuji dengan kewajiban ibadah, tetapi juga tanggung jawab sosial. Kita harus hadir di tengah penderitaan umat, baik yang terkena bencana, konflik, kemiskinan, dan penderitaan lainnya.

Rasulullah bersabda, “Orang mukmin bagi mukmin lainnya seperti bangunan yang saling menguatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Muhammad Abduh, tokoh pembaharu Islam abad ke-19, menekankan: “Agama bukan hanya soal ibadah ritual, tetapi soal bagaimana manusia mengatur kehidupannya dengan adil dan memanusiakan manusia lainnya.”

Ma’asyiral Muslimin

Di era saat ini, aktualisasi dari makna kurban adalah kepedulian dan keberpihakan kita kepada umat yang lemah dan tersisih secara ekonomi. Banyak di antara saudara-saudara kita yang terjebak dalam kemiskinan dan ketidakmampuan, yang membutuhkan kepedulian kita semua.

Dalam konteks kita hari yang berbahagia ini, umat Islam membutuhkan kekuatan finansial dan ekonomi untuk bisa membantu mereka yang lemah. Kita harus kuat secara ekonomi agar mampu menolong yang lemah, membela yang tertindas, dan menciptakan kemandirian umat.

Syaikh Yusuf al-Qaradawi menulis dalam Fiqh al-Zakat: “Ekonomi umat yang kuat adalah benteng peradaban Islam. Tanpa kekuatan ekonomi, ibadah sosial seperti zakat, infak, dan kurban akan kehilangan daya dorongnya.”

Kurban adalah simbol awal dari penguatan ekonomi umat. Kita harus bekerja lebih keras lagi, lebih cerdas, dan lebih ikhlas, agar apa, agar kita tidak hanya mampu berkurban setahun sekali, tetapi mampu menjadi penolong bagi umat setiap hari.

Kita bangkitkan semangat bekerja keras, berkarya nyata, dan membangun ekonomi yang produktif dan berkeadilan bagi umat Islam dimana pun berada.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Waliilahilham

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua yang hadir disini. Kita masih diberikan nikmat iman dan Islam, kesehatan dan kesempatan untuk melaksanakan berbagai ibadah kepada Allah SWT, termasuk melaksanakan shalat Idul Adha 1446 Hijriah di pagi hari ini.

Kemudian shalawat serta salam, kita haturkan ke pangkuan baginda besar Nabi Muhammad SAW, seorang manusia yang mulia dan nabi terakhir yang dipilih Allah SWT untuk menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia sepanjang masa.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd. Kaum muslimin jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Pagi ini, kaum Muslimin yang menunaikan ibadah haji sebagai tamu Allah SWT, dhuyufurrahman, telah berkumpul melaksanakan wuquf di ‘Arafah dan sedang berada di Mina untuk melaksanakan Jumratul ‘Aqabah.

Bagi kaum Muslimin yang belum memiliki kemampuan menjadi tamu Allah SWT, mereka melaksanakan salat Idul Adha dan ibadah qurban, sesuai dengan kemampuannya di manapun mereka berada. Ibadah qurban yang dilaksanakan kaum muslimin, sebagai salah satu upaya mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.

Deskripsi kehidupan kaum muslimin ini, menggambarkan interelasi kuat antara orang yang menunaikan ibadah haji, dengan saudara-saudaranya yang tidak pergi ke Baitullah. Oleh karena itu, kita melaksanakan salat Idul Adha dan ibadah kurban pada hakikatnya sebagai bentuk kesadaran memenuhi perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd. Kaum Muslimin sidang jama’ah Idil Adha rahimakumullah.

Ibadah qurban merupakan salah satu ibadah penting dalam ajaran agama Islam. Ibadah ini memiliki pondasi kuat dan memiliki akar sejarah panjang dalam tradisi rasul-rasul Allah terdahulu. Ajaran qurban dan praktiknya telah ditunjukkan secara sinergik oleh para nabi dan rasul hingga Nabi Muhammad SAW Nabi Ibrahim AS.Dikenal sebagai peletak batu pertama ibadah ini.

Peristiwa penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS terhadap putranya Nabi Isma’il AS merupakan dasar bagi adanya ibadah kurban. Nabi Ibrahim AS dengan penuh iman dan keikhlasan bersedia untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail hanya semata-mata untuk memenuhi perintah Allah SWT. Peristiwa yang mengharukan ini, dilukiskan dengan indah oleh Allah SWT dalam Alquran surat as-Shaffat ayat 102:

“Tatkala anak itu sampai umurnya dan sanggup berusaha bersamasama Ibrahim. Ibrahim berkata ; Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu. la menjawab, wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Ini adalah ujian ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah. Di kemudian hari, pengorbanan ini menjadi anjuran bagi umat Islam untuk menyembelih hewan kurban, setiap 10 Dzulhijah dan pada hari tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Deskripsi historis ini menggambarkan bahwa, keteguhan hati, keyakinan akan kebenaran perintah Allah, keikhlasan, ketaatan, dan kesabaran adalah esensi yang melekat dari ibadah kurban. Nilai-nilai ini telah diimplementasikan dengan baik oleh Nabi Ibrahim dan Ismail AS dalam peristiwa yang mengharukan itu. Kesanggupan Nabi Ibrahim AS. menyembelih anak kandungnya sendiri Nabi Ismail AS. Bukan semata-mata didorong oleh perasaan taat setia yang membabi buta (taqlid), tetapi meyakini bahwa perintah Allah SWT itu harus dipatuhi.

Bahkan, Allah SWT memberi perintah seperti itu sebagai peringatan kepada umat yang akan datang bahwa adakah mereka sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi menegakkan perintah Allah SWT. Dan adakah mereka juga sanggup memikul amanah sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd Kaum muslimin yang berbahagia.

Ibadah kurban bukan hanya mementingkan tindakan lahiriyah yakni berupa menyedekahkan hewan ternak kepada orang lain terutama fakir miskin. Tetapi yang lebih penting adalah nilai ketulusan guna mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam beberapa ayat Alquran, Allah SWT memperingatkan bahwa yang betul-betul membuahkan kedekatan dengan-Nya (kurban), bukanlah fisik hewan qurban, melainkan nilai takwa dan keikhlasan yang ada dalam jiwa kita. Dalam surat al-Hajj ayat 37, Allah SWT menyebutkan:

“Tidak akan sampai kepada Allah daging (hewan) itu, dan tidak pula darahnya, tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah takwa dari kamu”.

Usaha mendekatkan diri kepada Tuhan terutama melalui qurban, kita lakukan secara terus menerus. Karena itulah, agama Islam disebut sebagai jalan syari’ah, thariqah, dan shirat untuk menuju dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Melakukan kurban bersifat dinamis dan tiada pernah berhenti, menempuh jalan yang hanya berujung kepada ridha Allah SWT. Dengan demikian, wujud yang paling penting dari qurban adalah seluruh perbuatan baik.

Sehubungan dengan perintah untuk berkurban di atas, maka Rasulullah SAW setiap tahun selalu menyembelih hewan kurban dan tidak pernah meninggalkannya.

Meskipun dari sisi ekonomi beliau termasuk orang yang menjalani hidup sederhana, tidak mempunyai rumah yang indah dan megah, apalagi mobil yang mewah. Bahkan tempat tidurnya, hanya terbuat dari tikar anyaman daun kurma.

Oleh karena itu, orang Muslim yang telah mempunyai kemampuan untuk berkurban tetapi tidak mau melaksanakannya boleh dikenakan sanksi sosial, ialah diisolasi dari pergaulan masyarakat muslim. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw. dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra.:

“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan menyembelih hewan qurban tetapi tidak melaksanakannya, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat shalat kita” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd. Kaum muslimin yang berbahagia

Di akhir khutbah ini, dengan penuh khusyu’ dan tadharru’, kita berdoa kepada Allah SWT semoga perjalanan hidup kita senantiasa terhindar dari segala keburukan yang menjerumuskan umat Islam. Semoga dengan doa ini pula, kiranya Allah SWT berkenan menyatukan kita dalam kebenaran agama-Nya dan memberi kekuatan untuk memtaati perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamain.

1. Seorang Muslim Harus Memiliki Karakter Tenang, Takut dan Merendah Kepada Allah SWT

2. Kematian Tidak Mengenal Waktu

3. Khiyat Nabi Ibrahim, Haji dan Kurban

4. Keutamaan Kurban Bagi Orang Beriman

5. Pengorbanan dan Kebangkitan Umat

6. Kurban Ingatkan Kita Untuk Ikhlas Dunia dan Akhirat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *