Sebanyak 518 honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) karena tidak masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN). Mereka dipastikan tidak bisa diusulkan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu mulai 2026.
Kepala BKN Regional X, Satya Pratama, menegaskan pihaknya tetap berpegang pada aturan yang berlaku. Honorer yang tidak memenuhi persyaratan tidak bisa diakomodasi dalam sistem kepegawaian.
“Kalau itu kami tetap berpegang pada aturan, yang ikut persyaratan bisa, kalau yang tidak memenuhi persyaratan terpaksa harus mencari pekerjaan lain. Kalau itu tidak sesuai aturan ya mohon maaf, tidak terangkut di kami,” ujarnya seusai berkunjung ke Kantor Gubernur NTB, Selasa (16/9/2025).
Satya meminta honorer yang terdampak memahami aturan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
“Harus dipahami, tapi harus ketahui juga ada cara merekrut misalnya mereka tetap mau dipekerjakan, ada cara-cara lain, tidak sebagai ASN tapi sebagai tenaga outsourcing,” katanya.
Satya menyebut masih ada peluang bagi tenaga honorer untuk tetap bekerja melalui skema outsourcing atau alih daya. Tenaga kerja bisa dialihkan untuk jabatan di luar ASN, seperti cleaning service atau satpam.
“Bisa alih daya, outsourcing, kan ada. Jadi semua jabatan di luar jabatan ASN itu bisa, mereka bisa dipekerjakan sebagai cleaning service, sebagai satpam, itu kan sebenarnya sudah keluar dari jabatan ASN, itu bisa ada dua kemungkinan antara dengan outsourcing, jadi tetap bisa dipekerjakan,” jelasnya.
Namun, Satya menekankan skema ini hanya bisa dilakukan jika pemerintah daerah mampu menganggarkan gaji para pekerja tersebut.
“Selama ada anggarannya dan itu masih dibutuhkan, ya itu merupakan kewenangan dari pemerintah daerah. Ya kemampuan dari kepala daerah untuk merencanakan,” pungkasnya.