DPRD Bali menyebut ada sekitar 45 bangunan akomodasi pariwisata liar di sepanjang Pantai Bingin, Pecatu, Badung. Bangunan itu terdiri dari restoran, hotel, hingga vila. Hal ini terungkap dari hasil inspeksi mendadak (sidak) beberapa waktu lalu.
“Bangun-bangunan yang berdiri atau ditanam di atas permukaan tanah pada kawasan Pantai Bingin terindikasi kuat telah terjadi akumulasi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat, maupun peraturan perundang-undangan tingkat daerah Provinsi Bali,” ujar anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali Made Suparta.
Menurut Suparta, beberapa regulasi yang dilanggar, antara lain Undang-Undang (UU) Penataan Ruang Nomor 26 2007 tentang Pesisir Pantai dan Pulau Kecil, UUg Nomor 32 2009 tentang Lingkungan Hidup hingga UU Nomor 6 2023 tentang Cipta Kerja.
“Dengan melanggar itu semua maka melanggar Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Haluan Bali 100 Tahun ke Depan, yang disampaikan Pak (Gubernur Bali Wayan) Koster. Kalau nggak kita tegakkan, habis Bali ini nanti ke depan. Ini sebagai yurisprudensi jadi sepanjang Pantai Bingin dan Step Up (proyek hotel),” cecar Suparta dalam rapat kerja di gedung DPRD Bali, Selasa (10/6/2025).
Dia kemudian merekomendasikan Satpol PP untuk menghentikan proyek-proyek yang sedang berlangsung di kawasan Pantai Bingin dengan memasang garis Pol PP sebagai langkah awal penerapan sanksi administrasi.
Kemudian, menutup dan mengosongkan kegiatan usaha yang melanggar. “Melakukan pembongkaran fisik bangunan untuk ditata dan dikembalikan pada status semula guna menjaga kesucian Kawasan Pantai Bingin sebagai ruang terbuka hijau (RTH) langkah terakhir penerapan sanksi administrasi,” beber Suparta.
Komisi I, dia berujar, juga merekomendasikan proses hukum terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran. Termasuk pejabat yang melakukan tindakan turut serta atau pembantuan dan pembiaran, sehingga terjadi akumulasi pelanggaran.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Pejabat yang terlibat tinggal kami aporkan, kirimkan rekomendasi ke penegak hukum ke polisi. Diperiksa di sana sejauh mana keterlibatannya. Baik sengaja atau tidak sengaja,” ujar Suparta.
Menurutnya, menjadi hal penting untuk bersama-sama dalam menjaga ketertiban tata ruang. Terlebih, wilayah Bali kecil sehingga sangat penting tata ruang untuk dijaga bersama.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Provinsi Bali I Dewa Nyoman Rai Dharmadi menuturkan sekitar 45 bangunan tersebut bahkan ada yang telah berdiri sejak 1980-an. Bangunan di sana awalnya hanya untuk berdagang, hingga lambat laun menjadi bangunan permanen seperti saat ini. Bahkan, ada bangunan yang dimiliki warga negara asing (WNA).
“(Dari 45 usaha) Dua terindikasi (kepemilikan WNA). Satu sudah jelas (milik WNA) dan yang satu sedang kami dalami, karena ini kan ada nominee yang memang secara status administrasi mereka perjanjian antara dua pihak,” ujar Rai.
Menurutnya, hal tersebut sangat disayangkan. Terlebih, dalam melakukan kegiatan usaha mereka telah tahu bahwa lahan tersebut bukan hak milik.
“Ini yang sangat disayangkan. Tentu, berhubung dengan hal ini di pantai lain juga sedang kami lakukan juga pendalaman,” tandasnya.
Sebelumnya, beragam dugaan pelanggaran tersebut terkuak dari viralnya proyek hotel milik PT Step Up Solusi Indonesia di pinggir Pantai Bingin. Hotel itu diduga melanggar batas ketinggian dan sempadan pantai.