3.128 Posbakum di NTT Tangani 3.800 Kasus Warisan hingga KDRT

Posted on

Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Sosial Kementerian Hukum RI, Wisnu Nugroho Dewanto, membeberkan dari total 3.442 desa dan kelurahan di NTT, sebanyak 3.128 di antaranya telah memiliki Posbakum atau setara 90,44 persen. Sepanjang 2025, Posbakum tersebut menangani lebih dari 3.800 permasalahan hukum.

“Mulai dari sengketa tanah, KDRT, waris, hingga perlindungan anak,” jelas Wisnu di Kupang di sela acara rapat koordinasi Kanwil Kementerian Hukum NTT, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT di Kupang, Selasa (9/12/2025).

Menurut Wisnu, sebagian besar masalah teratasi tampa melalui proses peradilan. Hal ini menunjukkan bahwa layanan hukum dekat kepada masyarakat dan berbasis kearifan lokal. Wisnu menyebut saat ini Indonesia berada pada fase penting konsolidasi kebijakan hukum nasional.

“Reformasi hukum adalah agenda bersama. Tidak bisa hanya dijalankan oleh pusat atau diserahkan ke daerah. Dibutuhkan kesatuan arah, keselarasan pelaksanaan, dan kesinambungan komitmen,” tambahnya.

Sementara Kanwil Kementerian Hukum NTT, Wisnu berujar, juga berperan dalam mendukung penguatan ekonomi lokal, antara lain melalui layanan administrasi hukum dan pendirian fasilitas kemudahan berusaha yang membantu pelaku UMKM memulai kegiatan ekonomi serta memperkuat perekonomian daerah.

“Atas capaian tersebut, Kementerian Hukum memberikan apresiasi kepada 23 pemerintah daerah di NTT yang dinilai memiliki kinerja unggul dalam pembentukan produk hukum berkualitas, penyediaan posbakum desa/kelurahan, dukungan pembiayaan pendaftaran kekayaan intelektual, serta partisipasi aktif dalam penilaian Mandiri Indeks Reformasi Hukum 2025,” terang dia.

Di tempat yang sama, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Emanuel Melkiades Laka Lena menegaskan seluruh rancangan peraturan daerah (Ranperda) dan peraturan kepala daerah di NTT wajib melalui harmonisasi di Kantor Wilayah Kementerian Hukum NTT.

Menurut dia, ketentuan tersebut menjadi syarat mutlak untuk memastikan regulasi daerah berkualitas, prorakyat, dan tidak menghambat pembangunan. Karena itu, semua perda wajib dikonsultasikan dan diharmonisasi melalui Kanwil Kementerian Hukum NTT.

“Kita membutuhkan regulasi yang pro-rakyat, pro-perubahan, dan pro-investasi, namun tetap melindungi masyarakat dan lingkungan,” ujar politikus Golkar ini.

Menurutnya, dinamika pembangunan daerah, perubahan sosial, serta tantangan global menuntut kehadiran sistem hukum yang adaptif dan memberikan kepastian hukum sekaligus keadilan. Melki berupaya terus mendorong penyusunan regulasi berbasis data dan kebutuhan nyata masyarakat.

“Harmonisasi bukan sekadar sinkronisasi norma, tetapi memastikan regulasi tidak tumpang tindih, tidak menghambat investasi, dan benar-benar menjadi instrumen percepatan pembangunan di sektor pariwisata, kelautan-perikanan, ketahanan energi, industri kreatif, dan pengembangan SDM,” jelasnya.