21 Ponpes di Lombok Timur Deklarasi Lawan Kekerasan Seksual baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Sebanyak 21 pengelola pondok pesantren (ponpes) di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), mendeklarasikan ponpes sebagai tempat belajar ramah anak pada acara Gawe Gubuk di Desa Lendang Nangka, Selasa (20/5/2025). Deklarasi itu dilakukan sebagai upaya melawan bentuk kekerasan terhadap anak di lingkungan ponpes.

“Melawan segala bentuk kekerasan, baik kekerasan fisik maupun psikologis serta memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak selama berada di lingkungan pondok pesantren,” demikian salah satu poin deklarasi tersebut.

Deklarasi itu salah satunya diikuti oleh Pimpinan Ponpes Jihadul Muslimin Terara, Saparuddin. Saparuddin mengeklaim ponpes yang dikelolanya telah menerapkan konsep ramah anak.

“Kami mengampanyekan dengan memasang tulisan-tulisan yang berkaitan dengan ramah anak dan juga menekankan kepada para guru di ponpes kami untuk tidak sedikit-dikit melakukan kekerasan baik fisik maupun lainnya,” kata Saparudin.

Sebagai upaya mencegah kekerasan seksual, jelas Saparudin, para guru dan pembina di Ponpes Jihadul Muslimin Terara dibatasi untuk berinteraksi langsung dengan santri. “Santri laki-laki dibina oleh ustaz atau guru laki-laki, begitu juga dengan yang perempuan dibina juga oleh ustazahnya,” jelas Saparuddin.

Selain itu, Ponpes Jihadul Muslimin Terara juga memisahkan ruangan antara santri dan santriwati, baik asrama maupun ketika belajar. Guru maupun pimpinan ponpes juga dilakukan pendampingan ketika mengajar.

“Setiap berkegiatan ke tempat santriwati, di situlah harus dikontrol, ya minimal istri yang mendampingi untuk mengajar ketika berada di tempatnya santriwati,” ujar Saparuddin.

Menurut Saparuddin, ponpes yang dipimpinnya memberikan banyak aktivitas positif, seperti kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler kepada santri. Hal itu dilakukan agar dapat mengalihkan pikiran yang mengarah hal-hal negatif.

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AKB) Lombok Timur, Ahmat, berharap segala bentuk kekerasan terhadap anak tidak terjadi lagi dengan adanya deklarasi itu.

“Melalui deklarasi ini kami berharap bisa menekan angka segala bentuk kekerasan fisik maupun kekerasan seksual yang terjadi akhir-akhir ini baik terutama di lingkungan pendidikan maupun di pondok pesantren,” harap Ahmat, seusai menghadiri acara Gawe Gubuk Desa Lendang Nangka, Selasa (20/5/2025).

Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Diniyah Kementerian Agama (Kemenag) Lombok Timur, Hasanuddin, mengatakan telah menugaskan para penyuluh untuk mengawasi dan menganalisis ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Sebab, menurutnya, adanya kajian-kajian yang menyimpang kerap kali sebagai modus terjadinya pelecehan seksual di lingkungan ponpes.

“Kami sendiri telah menugaskan para penyuluh dari Bimas Islam Kemenag untuk mengawasi dan menganalisis isi pengajian-pengajian yang menyimpang dari ajaran Islam karena kami melihat para oknum ini modusnya seperti itu,” kata Hasan.

Kemenag Lombok Timur juga telah membentuk satuan tugas (satgas) pengawasan dan pembinaan pondok pesantren. Salah satu tugas satgas tersebut adalah mengawasi fasilitas dan infrastruktur yang ada di ponpes. Fasilitas seperti kamar tidur, toilet santri, dan juga jarak antara asrama santri perempuan dan santri laki-laki itu semuanya ada dalam item pengawasan dari satgas tersebut.

“Regulasi yang ada di internal ponpes sendiri akan menjadi pengawasan satgas ini nantinya, begitu juga dengan ponpes yang eksklusif yang tidak memberikan izin orang untuk masuk itu juga akan menjadi pengawasan kami,” tegas Hasan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *