Krama atau warga Desa Adat Kubutambahan, Buleleng, mendesak pemilihan bendesa atau penghulu desa adat setempat melalui paruman atau musyawarah. Musababnya, sudah dua tahun Desa Adat Kubutambahan tidak memiliki bendesa definitif.
Gede Suardana, salah satu krama Desa Adat Kubutambahan, mengungkapkan kosongnya jabatan bendesa tersebut akibat kemunculan dua kubu dengan pandangan berbeda di desa adat itu. Satu kubu berpandangan bahwa pemilihan bendesa mengacu pada dresta di desa, yakni berdasarkan garis keturunan.
Kubu lainnya meminta pemilihan bendesa dilakukan berdasarkan awig-awig, yakni melalui paruman. Awig-awig tersebut telah berlaku sejak 1990.
“Kalau tidak melaksanakan awig-awig, artinya melanggar hukum,” kata Suardana, Selasa (13/5/2025).
Suardana menjadi kubu yang menginginkan pemilihan bendesa di Desa Adat Kubutambahan dilaksanakan melalui paruman. Menurutnya, pemilihan penghulu desa seharusnya dilakukan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat adat yang terdiri dari krama Desa Linggih, Desa Latan, dan Desa Sampingan.
Untuk diketahui, puluhan krama Kubutambahan menggelar aksi dengan membentangkan spanduk bertuliskan “Kami Mendukung agar Ngadegang Penghulu Desa Sesuai Awig-Awig”. Mereka berjalan kaki menuju Pura Desa Kubutambahan untuk menyampaikan tuntutan.
Suardana menjelaskan pemilihan penghulu desa perlu segera dilakukan agar memiliki legalitas berupa pengakuan dan pengesahan dari Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali. Menurutnya, krama sudah sepakat untuk melaksanakan pemilihan melalui paruman desa. Ia mengeklaim hal ini juga sejalan dengan arahan dari Penghulu Desa Prawayah Ketut Surawan dan surat dari Ketua MDA Kabupaten Buleleng.
Krama lainnya, Jro Kelian Ketut Ngurah Mahkota, mengatakan selama dua tahun terakhir Desa Adat Kubutambahan dijabat oleh penghulu desa sementara. Akibatnya, beberapa urusan desa adat yang berhubungan dengan pemerintah daerah menjadi terhambat, salah satunya terkait pengurusan dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK). Hal itu karena prajuru atau pengurus desa adat belum mendapat pengesahan dari MDA melalui surat keputusan (SK).
“Urusan ke pemerintah tidak bisa jalan. Dana BKK kalau prajuru nggak punya SK, nggak bisa cair,” kata Mahkota.