Sebanyak 14 orang ditetapkan sebagai tersangka kasus kerusuhan dan pelemparan bom molotov saat demonstrasi penolakan tunjangan DPR RI di Bali. Dua di antaranya, SF (28) dan MF, berperan sebagai pelempar bom molotov.
“Peran mereka membakar almatsus (alat meterial khusus Polri), menjarah dan melempar (bom molotov),” kata Dirkrimum Polda Bali, Kombes I Gede Adhi Mulyawarman saat konferensi pers di kantornya, Selasa (16/9/2025).
Adhi mengatakan SF bertindak sebagai perusuh yang melempar beberapa bom molotov ke barisan Brimob Polda Bali. Aksi itu terjadi setelah kerusuhan pecah di depan kantor DPRD Bali di Jalan Kusuma Atmaja, Rabu (30/9/2025).
Sementara MF bertugas membeli bahan material seperti Pertalite, botol kaca, dan kain untuk merakit bom molotov. Bom itu kemudian digunakan MF dan SF untuk membakar dua truk polisi yang hendak masuk ke kantor DPRD Bali.
“(Bom molotov itu) berupa botol yang diisi cairan. Kemudian diberi sumbu. Pada saat benda itu dilempar, sasaran akan terlumur cairan (yang mudah terbakar),” ujar Adhi.
Selain SF dan MF, polisi juga menetapkan 12 tersangka lain dalam kerusuhan di Mapolda Bali dan DPRD Bali. Mereka adalah FI (19), AT (20), MT, AS (18), NR (18), KM (19), PB (18), RI (18), dan MR (18).
Ada juga empat tersangka anak, yakni PY (15), KW (16), KA (16), dan KL (17).
“Mereka kami jerat dengan pasal 170 KUHP, Pasal 363 KUHP, Pasal 1 ayat 1 UU Darurat nomor 12 tahun 1951, dan pasal 187 KUHP juncto pasal 55 KUHP,” kata Adhi.
Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya menyebut polisi menyita dua botol bom molotov dari SF dan MF. Dari barang bukti itu, ditemukan bekas oli di dalam botol.
“Ada satu botol (air mineral) berisi pertalite dan amunisi asap 38 mm (peluru gas air mata) yang juga kami sita,” ujar Daniel.
Selain itu, polisi juga mengamankan barang bukti berupa rekaman CCTV di depan kantor DPRD Bali, pot, dan pecahan kaca.
Penyelidikan polisi menemukan para tersangka berkomunikasi lewat grup Telegram. Grup ini berisi 11 orang, salah satunya MF yang membuat grup dan mengajak anggotanya ikut membuat kerusuhan.
“Dia (MF) bilang ayo bantu saya bikin molotov,” kata Adhi.
Namun, dari 11 orang di grup tersebut, hanya MF dan satu tersangka lain yang ikut dalam kerusuhan. Sembilan orang sisanya tidak ditangkap karena tidak berada di lokasi.
“Ada dua grup Telegram yang kami temukan. Satu grup lain ada ajakan untuk menyerang Polda Bali,” kata Adhi.
Dirreskrim Siber Polda Bali, Kombes Ranefli Dian Candra, mengatakan polisi tidak menemukan ajakan langsung di media sosial untuk melakukan kerusuhan saat demo. Sejumlah akun hanya berisi sindiran dan aspirasi yang tidak memenuhi unsur pidana UU ITE.
“Kami belum bisa menjerat medsos tersebut ke dalam UU ITE. Ada aturan yang berlaku yang harus kami patuhi. Kami harus bedakan mana medsos yang menyampaikan aspirasi dan mana yang provokasi,” ujar Ranefli.
Meski begitu, Ranefli menegaskan polisi tetap memantau akun media sosial, grup Telegram, maupun WhatsApp.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
“Pantauan siber ke medsos dan semua grup terus kami lakukan. Kami imbau agar tidak memprovokasi melalui medsos agar kerusuhan itu tidak terulang,” katanya.
Peran SF dan MF
14 Orang Jadi Tersangka
Barang Bukti Bom Molotov
Grup Telegram untuk Komunikasi
Pantauan Siber Polisi
Selain SF dan MF, polisi juga menetapkan 12 tersangka lain dalam kerusuhan di Mapolda Bali dan DPRD Bali. Mereka adalah FI (19), AT (20), MT, AS (18), NR (18), KM (19), PB (18), RI (18), dan MR (18).
Ada juga empat tersangka anak, yakni PY (15), KW (16), KA (16), dan KL (17).
“Mereka kami jerat dengan pasal 170 KUHP, Pasal 363 KUHP, Pasal 1 ayat 1 UU Darurat nomor 12 tahun 1951, dan pasal 187 KUHP juncto pasal 55 KUHP,” kata Adhi.
Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya menyebut polisi menyita dua botol bom molotov dari SF dan MF. Dari barang bukti itu, ditemukan bekas oli di dalam botol.
“Ada satu botol (air mineral) berisi pertalite dan amunisi asap 38 mm (peluru gas air mata) yang juga kami sita,” ujar Daniel.
Selain itu, polisi juga mengamankan barang bukti berupa rekaman CCTV di depan kantor DPRD Bali, pot, dan pecahan kaca.
14 Orang Jadi Tersangka
Barang Bukti Bom Molotov
Penyelidikan polisi menemukan para tersangka berkomunikasi lewat grup Telegram. Grup ini berisi 11 orang, salah satunya MF yang membuat grup dan mengajak anggotanya ikut membuat kerusuhan.
“Dia (MF) bilang ayo bantu saya bikin molotov,” kata Adhi.
Namun, dari 11 orang di grup tersebut, hanya MF dan satu tersangka lain yang ikut dalam kerusuhan. Sembilan orang sisanya tidak ditangkap karena tidak berada di lokasi.
“Ada dua grup Telegram yang kami temukan. Satu grup lain ada ajakan untuk menyerang Polda Bali,” kata Adhi.
Dirreskrim Siber Polda Bali, Kombes Ranefli Dian Candra, mengatakan polisi tidak menemukan ajakan langsung di media sosial untuk melakukan kerusuhan saat demo. Sejumlah akun hanya berisi sindiran dan aspirasi yang tidak memenuhi unsur pidana UU ITE.
“Kami belum bisa menjerat medsos tersebut ke dalam UU ITE. Ada aturan yang berlaku yang harus kami patuhi. Kami harus bedakan mana medsos yang menyampaikan aspirasi dan mana yang provokasi,” ujar Ranefli.
Meski begitu, Ranefli menegaskan polisi tetap memantau akun media sosial, grup Telegram, maupun WhatsApp.
“Pantauan siber ke medsos dan semua grup terus kami lakukan. Kami imbau agar tidak memprovokasi melalui medsos agar kerusuhan itu tidak terulang,” katanya.